Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Filipina Cabut Isu Laut China Selatan, ASEAN Keluar dari Kebuntuan Bersama

Kompas.com - 25/07/2016, 15:26 WIB

VIANTIANE, KOMPAS.com - Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) berhasil keluar dari  kebuntuan selama berhari-hari terkait status hukum kasus Laut China Selatan (LCS).

Hal itu terjadi setelah Filipina, Senin (25/7/2016), mencabut permintaannya agar pernyataan bersama ASEAN menyebutkan keputusan hukum kasus LCS setelah Kamboja keberatan.

Dukungan dari Kamboja itu membuat China gembira. Beijing secara terbuka mengucapkan terima kasih atas dukungan Kamboja terhadap sikap mereka dalam sengketa maritim tersebut.

Status hukum LCS menimbulkan kekacauan dalam pertemuan regional ASEAN yang digelar di Vientiane, ibu kota Laos.

Tumpang tindih klaim dengan China dalam industri pelayaran merupakan isu paling diperdebatkan dalam ASEAN.

Ke-10 negara anggota ASEAN ingin menegaskan kedaulatan mereka sembari mencari kata sepakat dan di sisi lain mendorong hubungan politik dan perdagangan dengan Beijing.

Tiongkok mengklaim sebagian besar kawasan perairan itu, namun Filipina, Vietnam, Malaysia,  Brunei, dan bukan anggota ASEAN yakni Taiwan,  juga memiliki klaim sama.

Dalam keputusan Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) yang didukung PBB pada 12 Juli, Filipina memenangi gugatan hukum dengan China atas sengketa di LCS.

Hukum laut internasional

Baik Filipina maupun Vietnam mengharapkan keputusan tersebut, yang menolak klaim china di jalur laut strategis yang menjadi jalur bagi niaga dunia senilai 5 triliun dollar AS per tahun.

Kedua negara itu juga menyerukan agar penghormatan atas hukum laut internasional disebutkan dalam pernyataan bersama.

Para diplomat ASEAN mengatakan, Kamboja yang meminta dilakukannya pembicaraan bilateral menentang penyebutan keputusan hukum tersebut.

Manila sepakat untuk menghilangkan rujukan kepada keputusan hukum itu dalam pernyataan bersama, kata seorang diplomat ASEAN, Senin.

Hal itu dilakukan Manila untuk mencegah agar kebuntuan itu tidak mengarah pada kegagalan mengeluarkan pernyataan bersama.

Reuters/Tyrone Siu Militer China menggelar latihan skala besar di pantai tenggara negaranya menjelang pelantikan pemimpin Taiwan.
Meski demikian, pernyataan bersama tersebut menyebutkan pentingnya menemukan resolusi damai dalam sengketa LCS sesuai dengan hukum internasional, termasuk hukum laut PBB yang menjadi rujukan bagi keputusan mahkamah tersebut.

"Kami masih sangat memperhatikan perkembangan terbaru dan yang tengah berjalan serta mencatat keprihatinan yang diungkapkan oleh beberapa menteri dalam masalah reklamasi lahan dan peningkatan aktivitas di kawasan, yang menggerus kepercayaan dan keyakinan, meningkatkan ketegangan dan bisa mengganggu perdamaian, keamanan dan stabilitas di kawasan," demikian pernyataan bersama ASEAN tersebut.

Penting untuk menghindari militerisasi kawasan, dan menjaga kebebasan navigasi, kata pernyataan itu.

Beijing mengatakan keputusan PCA tersebut tidak memiliki landasan atas haknya di laut, dan menyebutkan kasus tersebut sebagai lelucon.

Posisi Kamboja benar dan akan menjaga persatuan ASEAN serta kerja sama dengan Tiongkok, kata Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi kepada Menlu Kamboja Prak Sokhon, dalam pernyataan di situs web Kemenlu Tiongkok, Senin ini.

"Tiongkok sangat mendukung Kamboja dan negara-negara ASEAN lain yang bersikap netral serta menjaga keadilan," kata Wang.

Tiongkok berulangkali menuding AS meningkatkan ketegangan di kawasan dan memperingatkan Jepang untuk tidak ikut campur dalam sengketa tersebut.

"Kami tidak akan mengizinkan pihak luar manapun mencoba mengeksploitasi dan membesar-besarkan kasus arbitrase Laut China Selatan dan menimbulkan kekacauan di kawasan ini," kata Wang.

Kekuatan besar tiba

AS yang bersekutu dengan Filipina dan tengah berupaya mendekatkan hubungan dengan Vietnam, meminta China agar menghormati keputusan mahkamah tersebut.

AS mengkritik pembangunan pulau buatan Tiongkok dan fasilitas-fasilitas lain di laut. Kapal-kapal perang AS juga berlayar di dekat kawasan sengketa tersebut untuk menegaskan hak atas kebebasan navigasi.

AFP/Getty Kapal perusak USS WIllian P Lawrence yang berlayar tak jauh dari sebuah karang di gugusan kepulauan Spratly, Laut China Selatan yang dikuasai China.

Menlu AS John Kerry tiba di ibu kota Laos, Senin ini. Ia diperkirakan akan membicarakan isu-isu maritim dalam pertemuannya dengan Wang maupun dengan anggota ASEAN.

Keduanya sudah berada di kota tersebut untuk menghadiri forum regional ASEAN dan pertemuan puncak Asia Timur, yang mempertemukan para diplomat ASEAN dengan AS, China, Jepang, Rusia dan beberapa negara lain.

Kerry akan mendesak negara-negara ASEAN untuk menggali cara diplomatik demi menurunkan ketegangan atas isu yang berpotensi menjadi titik panas militer, kata pejabat militer senior AS.

Presiden Barack Obama akan menjadi presiden AS pertama yang mengunjungi Laos, dan menghadiri pertemuan puncak tahunan pada September.

Peraih Nobel Aung San Suu Kyi juga berada di Laos, dan untuk pertama kalinya bertindak sebagai Menlu Myanmar dalam pertemuan ASEAN.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com