Bagi Gayili dan Robin, pelaut dari Makassar seperti dongeng yang indah dari masa lalu. Mereka meninggalkan memori yang sangat manis di sanubari para orangtua suku Yolngu.
Menurut Gayili, kakeknya tak pernah alpa menceritakan hubungan baik yang pernah terjalin antara suku Yolngu dan pelaut dari Makassar. Kakeknya masih mengalami masa-masa akhir perdagangan dengan Mangathara tetapi juga kerap mendengar cerita tentang pelaut dari Makassar dari kakeknya.
“Di sini (Galupa), Mangathara berlabuh pertama kali. Mereka harus menyeberang untuk bekerja. Kakek saya mencari dan memanen teripang bersama, lalu berdagang dengan orang Makassar,” ungkap Gayili.
Baca pula: Kisah Mesra Pelaut Makassar dan Orang Aborigin pada Masa Lalu
Gayili mengaku masih ingat dengan jelas saat kakeknya bercerita bahwa para pelaut dari Makassar itu datang membawa pot besar. Ada yang diisi dengan beras, ada yang diisi dengan mutiara.
"Sebelumnya kami tidak tahu untuk apa itu. Pelaut Makassar lalu memberikan banyak barang kepada (orangtua) kami," tutur Gayili.
Gayili dan Robin adalah seniman Aborigin. Mereka melukis untuk hidup sehari-hari. Selain berkisah tentang tanaman dan hewan yang dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari, seperti bunga lili dan buaya, mereka juga kerap melukis kenangan terkait kedatangan orang Makassar.
“Ibu mengajari saya melukis karena melihat saya punya bakat,” ungkapnya.
Kedatangan orang Makassar atau Macassan dalam bahasa Inggris direkam dalam berbagai karya seni milik suku Yolngu, mulai dari lukisan, guci atau pot hingga rangkaian lagu untuk upacara adat yang disebut manikay.
Benda-benda seni yang mencatat kenangan manis penduduk suku Yolngu terhadap para pelaut dan pedagang dari Makassar itu pun tersimpan pula di Buku-Larrngay Mukka atau Yirrkala Arts Center di Yirrkala.
Will Stubbs, Art Coordinator di Buku-Larrngay Mulka mengatakan bahwa koleksi pot yang ada di tempat itu menunjukkan pengetahuan bahwa pelaut Makassar datang ke Arnhem Land setiap musim hujan tiba pada akhir tahun.
“Pot biasa digunakan sebagai wadah untuk beras dan bahan makanan yang diperdagangkan dengan penduduk Yolngu,” kata Will.
Tim dari art center ini juga baru pulang dari Makassar untuk menelusuri sejumlah tempat dan museum yang menguatkan sejarah hubungan antara suku Yolngu dan Makassar, seperti Port Paotere, Fort Somba Oou dan Museum I La Galigo. Yirrkala Art Center dihadiahi pot dengan motif yang menunjukkan kaitan antara Aborigin dan Makassar.
Timmy Djawa Burarrawanga dari klan Gumatj lalu menunjukkan sejumlah motif di pot yang menggambarkan kenangan tentang para pelaut dari Makassar, seperti pinisi atau prau (perahu), pedang, beras, kapala atau kepala Mangathara, pipa rokok dan lipa-lipa atau perahu kecil.