NEW YORK, KOMPAS.com - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kembali menggelar sesi khusus membahas upaya penanggulangan narkoba setelah hampir 20 tahun tidak dibahas.
Debat muncul sehubungan dengan eksekusi hukuman mati yang dipraktekkan beberapa negara atas kasus pelanggaran narkoba. Juga terkait pendekatan hukum atas penyalahgunaan narkoba.
Kubu yang satu menekankan fokus pada upaya pelayanan kesehatan dan hak asasi manusia, kubu yang lain bersikeras memandang pelanggaran narkoba sebagai tindakan kriminal berat yang perlu diberi sanksi terberat hukuman mati.
Pada akhirnya, dokumen hasil sidang tiga hari PBB ini tidak memuat kritik terhadap pelaksanaan hukuman mati.
Dokumen hanya menyebutkan bahwa negara-negara anggota diharapkan menetapkan sanksi hukum secara "proporsional berdasarkan kejahatan yang dilakukan".
"Hukuman yang tidak proporsional akan membuat lingkaran setan marjinalisasi dan kejahatan lebih lanjut," kata Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto dalam sidang khusus PBB yang dilaksanakan di kantor pusat New York, seperti dilaporkan Deutche Welle, Rabu (201/4/2016).
Nieto sekaligus menyerukan dekriminalisasi ganja untuk keperluan medis dan ilmiah, serta pendekatan dengan perspektif hak asasi manusia.
Presiden Meksiko selanjutnya mengatakan, tanggapan masyarakat internasional terhadap isu narkoba " tidak memadai". Negaranya membayar "harga yang tinggi" atas kegagalan kebijakan global dalam pelanggaran narkoba, tandasnya.
Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Margaret Chan menyatakan, "Kebijakan yang hanya focus pada penerapan sistem hukum kriminal perlu diperluas. Terutama dengan memperkenalkan pendekatan kesehatan publik".
Setidaknya 685 orang di seluruh dunia dieksekusi karema pelanggaran yang berhubungan dengan narkoba pada tahun 2015, kata Chiara Sangiorgio dari Amnesty International.
Kelompok hak asasi itu menyebutkan, sedikitnya 30 negara memiliki undang-undang yang menghukum pelanggaran terkait narkoba dengan hukuman mati.
Indonesia, yang tahun lalu mengeksekusi mati 14 orang terpidana narkoba membela kebijakannya dan menyatakan, hukuman mati tidak dilarang di bawah hukum internasional.
Posisi delegasi Indonesia didukung antara lain oleh Singapura, Arab Saudi, China, Iran dan Pakistan
China, yang bersama dengan negara-negara seperti Arab Saudi dan Iran melakukan banyak eksekusi karena pelanggaran narkoba, mengisyaratkan fleksibilitas pada penerapannya.
Namun, China menentang keras legaliasasi obat-obat terlarang.