Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gara-gara Sanksi Rusia, Ekonomi Turki Kehilangan Rp 138 Triliun

Kompas.com - 04/01/2016, 13:13 WIB

Sektor yang terkena pukulan dari memburuknya hubungan Turki-Rusia ialah tekstil. Di Laleli, kawasan di Kota Istanbul yang terkenal akan lini produksi pakaian ekspor, para pedagang mengeluhkan bisnis mereka yang menurun sejak pesawat Rusia ditembak jatuh.

“Sangat sulit bagi kami untuk bekerja saat ini. Banyak toko yang tutup, tidak ada pembeli,” kata Naile Cebic, pedagang pakaian pria yang sebagian besar ditujukan ke pasar Rusia.

Hasan Erin, seorang eksportir jaket kulit, mengatakan perkiraan ekonomi amat keruh lantaran 80 persen konsumennya ialah warga Rusia. Dia mengaku amat mungkin bangkrut dalam dua bulan mendatang jika bisnisnya tidak bangkit.

Tekstil Turki memang tidak termasuk dalam rangkaian sanksi Rusia, namun para eksportir merasa produk mereka secara tidak resmi menjadi barang terlarang di Rusia.

Lepas dari insiden pesawat, Ketua Asosiasi Industri dan Bisnis Laleli, Giyasettin Eyyupkoca, mengatakan para pedagang telah kehilangan 60 persen dari pendapatan mereka akibat penurunan nilai tukar rubel dalam setahun terakhir. Akibatnya, produk-produk Turki tampak lebih mahal bagi konsumen Rusia.

Dengan memperhitungkan kelesuan bisnis akibat insiden pesawat, para pedagang kehilangan 20 persen tambahan.

Seperti perceraian

Sektor lain yang terpengaruh dengan sanksi Rusia ialah makanan. Kementerian Pertanian Turki mengatakan pelarangan impor makanan dari Turki di Rusia mengakibatkan pendapatan sebanyak 764 juta dollar (Rp 10,5 triliun) hilang begitu saja.

“Turki memproduksi 45-50 juta ton sayur dan buah setiap tahun. Dari jumlah itu, kami mengekspor hanya 5-6 persen. Krisis dengan Rusia mungkin mempengaruhi petani jeruk secara khusus, namun pemerintah berjanji membantu mereka dengan memberi subsidi,” kata Muhittin Baran, Wakil kepala Asosiasi Pedagang Buah dan Sayur Turki.

Tidak hanya bisnis secara umum, warga Turki yang ingin bekerja untuk perusahaan Rusia harus mengurungkan niat mereka lantaran Rusia melarang perusahaan-perusahaan Rusia memperkerjakan warga Turki.

”Turki dan Rusia seperti pasangan yang ingin bercerai, dan kami adalah anak-anak mereka. Jika mereka berpisah, kami akan susah. Kami berharap presiden-presiden kami tidak mengabaikan kami, kata Cagla Kursun, seorang pelajar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com