Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pelarian Keluarga Yahudi Terakhir di Aleppo ke Israel

Kompas.com - 25/11/2015, 09:43 WIB

Kahana lalu menghubungi Jewish Agency, badan yang bertanggung jawab untuk merepatriasi orang Yahudi ke Israel. Jewish Agency kemudian mengirim seorang penghubung untuk mengatur perpindahan keluarga itu ke Israel.

Namun, walau Mariam dan Sarah diberikan visa Aliyah, Gilda ditolak karena ia sudah masuk Islam sebelum menikahi suaminya yang Muslim.

"Mereka ingin pergi ke New York, tetapi saya pikir lebih mudah bagi mereka untuk pergi ke Israel terlebih dahulu," kata Kahana.

"Kemudian, kontak saya mengatakan kepada saya bahwa orang Israel membawa sang ibu dan satu orang anak, tetapi menolak putrinya yang menikah. Saya begitu frustrasi. Ia tidak bisa membuktikan bahwa dirinya Yahudi sehingga mereka tidak bisa membantunya. Seorang Yahudi selalu menjadi Yahudi jika ibunya seorang Yahudi. Saya tidak tahu apa yang terjadi, tetapi tidak ada peluang bagi mereka untuk ke Israel."

Karena frustrasi dan tanpa uang, Gilda dan suaminya kemudian mengambil keputusan berisiko untuk kembali lagi ke Suriah. Sementara itu, ibunya yang renta dan adiknya Sarah kini menetap di Ashkelon di Israel.

Ketiga perempuan itu menolak berbicara dengan wartawan.

Kahana tahu bahwa mereka trauma dengan pemisahan yang terjadi.

"Keluarga itu tidak senang dipisahkan. Gilda dalam bahaya besar. Orang Israel mengklaim dia seorang Muslim dan saya yakin bahwa jika Nusra atau ISIS mengetahui keberadaannya, mereka akan mengklaim dia sebagai orang Yahudi," kata Kahana. "Assad tidak akan senang membiarkan mereka melakukan perjalanan lagi... Mereka akan mengawasinya."

Jewish Agency mengklaim pihaknya melakukan apa yang bisa dilakukan untuk membantu keluarga itu. Namun, berdasarkan aturan migrasi Aliyah, orang yang sudah jadi mualaf tidak memenuhi syarat untuk mendapat visa Aliyah.

Yigal Palmor, direktur urusan publik dan komunikasi di lembaga tersebut, mengatakan, Gilda dan keluarganya disarankan untuk meminta visa turis ke Israel sebelum mengajukan permohonan izin tinggal. Namun, keluarga tersebut menolak gagasan itu.

Palmor menyalahkan Kahana karena memikat keluarga itu keluar dari Suriah dengan janji bahwa ia bisa membawa mereka ke Amerika.

"Berdasarkan undang-undang, ia memenuhi syarat untuk jenis visa yang lain. Dia disarankan untuk mengajukan permohonan visa itu, tetapi dia menolak. Saya hanya bisa menebak bahwa dia ingin pergi ke Amerika Serikat," kata Palmor.

"Jika dia masuk kembali ke Yudaisme, dia akan memenuhi syarat untuk Aliyah, tetapi perpindahan agama di Turki merupakan hal yang ilegal. Kami tidak terlibat dalam proses itu, yang dilakukan dengan cara yang bisa saya sebut tawaran yang tidak jujur."

Orang-orang Yahudi sudah tinggal di Suriah selama lebih dari 3.000 tahun sampai terjadi eksodus besar-besaran menyusul terbentuknya negara Israel tahun 1948. Eksodus besar lainnya terjadi tahun 1960-an.

Saat ini, diyakini hanya ada 18 orang Yahudi yang tersisa di Suriah. Semua tinggal di Damaskus.

Keluarga Halabi merupakan keluarga Yahudi terakhir di Aleppo.

Kahana, yang dibesarkan di Israel, mengatakan, ia termotivasi untuk mendukung warga sipil Suriah karena merasa berkewajiban untuk menolong orang-orang yang teraniaya, tak peduli dari latar belakang apa pun, termasuk agama.

"Kami orang-orang Yahudi selalu mengatakan, 'jangan pernah lagi'," katanya merujuk pada peristiwa Holocaust. "Yah, itu terjadi lagi dan itu terjadi pada tetangga kita. Yang membantu keluarga itu adalah orang-orang Muslim, orang Suriah. Mereka merupakan pahlawan. Saya tetap berada di New York. Saya tidak mempertaruhkan nyawa saya."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com