Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melacak Alasan Orang Terpincut ISIS via "Jihad Selfie"…

Kompas.com - 24/11/2015, 12:50 WIB

Oleh: Noor Huda Ismail

Noor Huda Ismail saat ini sedang melanjutkan pendidikan PhD di Universitas Monash dan di sela-sela studi sering melakukan perjalanan untuk memberikan pendapat mengenai terorisme. Dia sekarang sedang membuat film dokumenter berjudul Jihad Selfie setelah bertemu dengan beberapa WNI yang bergabung dengan ISIS di Suriah dan Irak.

Setelah serangan di Paris yang diduga dilakukan oleh pendukung ISIS pada pertengahan November lalu, kebanyakan dari Anda mungkin sulit membayangkan para pelaku itu orang normal bukan?

Lalu, bagaimana menjelaskan orang bisa terpincut bergabung dengan ISIS dan kemudian melakukan aksi terorisme?

Dalam acara preview film Jihad Selfie di Melbourne yang dihadiri puluhan aktivis perdamaian dari berbagai negara, seperti dari Australia, Inggris, Afganistan, Italia, dan Pakistan, Senin (23/11/2015), saya menjelaskan mengapa di tengah kesibukan menyelesaikan PhD Politik dan Hubungan Internasional di Monash University, Melbourne, saya nekat membuat film dokumenter, Jihad Selfie, padahal saya bukan seorang pekerja film profesional.

Pembuatan film ini dimulai dari sebuah kebetulan. Setelah selesai memenuhi undangan seminar tentang kajian saya di Istanbul (Turki), saya meluangkan waktu untuk jalan-jalan melihat keindahan negara yang pernah menjadi pusat peradaban Islam pada masa Usmaniyah ini.  

Ketika sedang makan kebab di kota Kayseri, saya melihat ada seorang remaja di pinggir jalan. Dari wajah dan gerak-geriknya, saya yakin dia orang Indonesia.

"Adik orang Indonesia?" tanya saya.

"Iya," jawabnya lirih.

"Temanin saya makan kebab mau?"

Akhirnya, kami makan bersama di warung kebab. Remaja ini ternyata sangat cerdas. Ia baru berumur 16 tahun, hafal Al Quran, dan mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Turki untuk belajar agama setingkat SMA di sini.

Namun, karena teman sekolahnya yang sering main bareng di warnet dan main game online menghilang selama tiga bulan, remaja ini galau.

"Tiba-tiba dia nongol di status FB-nya, Mas. Selfie! Gagah dan keren banget Mas dengan pakaian militer dan bawa AK 47. Dia 'berjihad' di Suriah," ujarnya.

"Lewat FB Messenger, dia mengajak saya ke sana, Mas. Katanya asyik banget. Bisa makan kebab setiap hari, naik kuda, dan benar-benar bisa menembak," ujarnya.

Heran, kaget, dan waswas, dengan jawaban si remaja yang ternyata dari Aceh ini, saya kemudian mengikuti perkembangan sikap, pemikiran, dan jaringan yang menggerakkan anak-anak muda sepertinya untuk bergabung dengan ISIS.

"Apakah sekolah remaja itu memang mengajarkan satu narasi tunggal tentang makna jihad seperti madrasah di negara kami?" tanya salah satu penonton dari Pakistan setelah menonton preview film.

"Kenapa para tokoh agama tidak meluruskan paham jihad para anak remaja ini?" kata seorang peserta dari Inggris.

"Iya, padahal kami di Afganistan selalu melihat Islam di Indonesia itu sebagai model selama ini," kata penonton dari Afghanistan.

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan rumit itu, saya hanya bisa menceritakan pengalaman saya "ngecai" (istilah lokal untuk minum teh) dengan para pemberontak rezim Assad di perbatasan Suriah.

Waktu itu, penjagaan dari Pemerintah Turki masih longgar untuk orang keluar dan masuk Turki dan Suriah, terutama bagi para pengungsi yang jumlah mereka tiap hari terus naik.

Sambil nyeruput teh panas, kaum pemberontak Assad itu bercerita bahwa pendukung ISIS itu terbagi menjadi dua kelompok besar.

Kelompok pertama adalah penduduk lokal yang bergabung dengan ISIS karena alasan ingin membalas kekejaman rezim Assad. "Banyak di antara mereka itu yang tidak bisa baca Al Quran, apalagi tahu asbabun nuzul setiap ayat-ayatnya," kata salah satu pemberontak.

Asbabun nuzul itu bahasa Arab yang dipakai dalam ilmu tafsir yang artinya sebab turunnya sebuah ayat dalam Al Quran.

"Bagi mereka, ideologi ISIS bukanlah alasan utama, melainkan lebih karena alasan pembalasan dan juga mereka tidak kuasa lari dari ISIS seperti pengungsi yang lain," ujarnya. Ia kemudian menjelaskan bahwa kelompok kedua adalah para pendukung ISIS yang datang dari luar Irak dan Suriah. 

Hari ini, jumlah mereka itu bisa mencapai 20.000-an orang dari 80-an negara. Di antara mereka itu, ada sekitar 400-an lebih WNI yang datang sendiri atau dengan keluarga mereka.

Setelah menelusuri jejak pendukung ISIS di perbatasan Turki, Jakarta, penjara Nusakambangan, Solo, Semarang, dan Lamongan untuk film Jihad Selfie, saya menyimpulkan bahwa tidak ada alasan tunggal mengapa orang asing terpincut ISIS itu.

Sebagian kecil memang karena alasan ekonomi, seperti adanya janji mendapatkan gaji sekitar 250-an dollar AS (sekitar Rp 2,5 juta) per bulan. Namun, ada juga karena alasan solidaritas.

Mereka ini terdiri dari kalangan terdidik dan orang-orang normal. Dalam istilah psikologi, mereka itu mempunyai rasa empati, welas asih yang tinggi untuk menolong orang yang tertindas, dan bahkan ingin membangun peradaban baru.

Ada juga karena alasan pencarian jati diri. Barangkali, bagi remaja Aceh yang saya temui di warung kebab itu, alasan terpincut ISIS lebih karena gelora jiwa muda dia yang haus akan petualangan dan pengorbanan.

Penulis dari Inggris, George Orwell, pernah me-review buku Mein Kampf Adolf Hitler pada 1939. Ia kemudian mengatakan, "Hitler menemukan bahwa manusia itu tidak hanya ingin perdamaian, keamanan, kenyamanan, dan kebebasan. Mereka juga ingin petualangan, kejayaan, dan pengorbanan diri."

Melalui film Jihad Selfie ini, saya ingin mengajak penonton untuk memahami bahwa langkah awal untuk melawan pesona ISIS itu haruslah dimulai dari hal yang paling sederhana, yakni membicarakan isu ini dengan kepala dingin, penuh kejujuran, tidak langsung menghakimi, dan cepat beralih ke teori konspirasi yang sangat disukai oleh kebanyakan dari kita.

*Noor Huda Ismail pernah menerbitkan buku berjudul Temanku Seorang Teroris, yang merupakan pengalamannya bersekolah di sebuah pesantren di Jawa Tengah bersama salah seorang pelaku bom bunuh diri di Bali. Ia dapat dihubungi di noorhuda2911@gmail.com.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com