Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seorang Korban Kekerasan Seksual 1965 Berikan Kesaksian

Kompas.com - 12/11/2015, 08:28 WIB

"Tetapi, dengan pertanyaan itu, tanpa dinyana ditendang kepala saya. Dan saya ditelanjangi lagi. Dalam keadaan telanjang itu, saya dipegang oleh dua orang. Mengarah ke setiap pemeriksa itu, saya disuruh menciumi kelamin mereka," ujar penyintas tersebut sambil menangis.

Pengungkapan kebenaran

Hakim Ketua, Zak Yacoob, menyampaikan terima kasih kepada saksi yang bersedia mengungkap pengalaman memilukan. Ditambahkan oleh hakim ketua, pertanyaan-pertanyaan hakim nantinya akan disampaikan secara halus agar tidak menyulitkan saksi dalam menuturkan kebenaran.

Pengakuan gamblang ibu ini sebelumnya juga sudah pernah disampaikan lewat media. Namun, baru kali ini kesaksiannya didengar dalam sidang meskipun dalam Pengadilan Rakyat Internasional, yang bukan sebuah sidang resmi yang memiliki kekuatan hukum.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia merampungkan penyelidikan pada 2012 dan menyebut terjadi pelanggaran HAM berat dalam peristiwa tahun 1965, tetapi laporan itu berhenti di Kejaksaan Agung.

Oleh karenanya, Komisioner Komnas HAM, Dianto Bachriadi, yang memantau sidang rakyat ini berharap pengadilan di luar Indonesia dapat membantu mengungkap kebenaran.

"Kalau pelanggaran HAM berat masa lalu bisa diselesaikan dengan dua cara; cara hukum yang sampai ke peradilan ataupun cara rekonsiliasi maka salah satu faktor penting yang harus terpenuhi dalam proses rekonsiliasi itu adalah pengungkapan kebenaran."

"Pengungkapan kebenaran sebenarnya yang kita peroleh dari inisiatif IPT (Pengadilan Rakyat Internasional) ini," kata Dianto Bachriadi kepada BBC Indonesia.

Pemerintah Indonesia menganggap kasus 1965 sudah ditutup dan menambahkan bahwa Indonesia harus melihat ke depan serta memperlakukan peristiwa tersebut sebagai pelajaran.

Tak pelak lagi, pelaksanaan sidang rakyat yang tidak berkekuatan hukum ini pun menimbulkan reaksi negatif di Indonesia. Peristiwa 1965 masih dianggap sebagai masalah peka untuk dibicarakan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com