Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahun Depan, Makin Banyak Mahasiswa Australia Belajar di Indonesia

Kompas.com - 02/09/2015, 10:58 WIB

“Kalau dulu jaman saya kuliah disini, yaitu tahun 2000, sudah ada New Colombo Plan, mungkin saya bisa berlama-lama kuliah di Indonesia,” candanya.

Hal yang sama juga disampaikan Rebecca Lawrence, mahasiswa Universitas Australia Barat penerima beasiswa NCP lainnya.

“Tentunya saya tak akan belajar di sini kalau tak ada beasiswa ini. Program ini bukan semata-mata berkontribusi positif pada hubungan Indonesia-Australia, tapi juga menunjukkan pada mahasiswa betapa pentingnya pergi ke Indonesia dan belajar langsung di sini. Buat apa bisa bahasanya tapi tak bisa berkomunikasi langsung dengan orang-orang lokal,” utaranya.

Ia menuturkan, “Perspektif saya berubah. Pengetahuan saya tentang Indonesia sudah bertransformasi. Kesadaran budaya ini tak akan saya miliki jika saya tak pernah belajar di sini. Saya jadi sadar betapa pentingnya hubungan orang per-orang bagi Indonesia dan Australia.”

Contoh nyata dari pengalaman belajar di Indonesia adalah kemampuan adaptasi mahasiswa Australia yang meningkat pesat.

“Beberapa anak ACICIS di Jakarta tinggal di kos dengan anak Indonesia lainnya. Pada waktu bencana banjir tiba, tentu saja mereka harus berpikir agak kreatif bagaimana caranya keluar dari kos dan nggak terkena banjir. Jadi akhirnya mereka naik perahu kecil, mereka pergi bersama-sama keluar kos ke tempat magang,” cerita Elena Williams, Direktur ACICIS di Indonesia.

Perdana Menteri Australia lulusan Indonesia

Dua puluh tahun pengiriman mahasiswa Australia yang dilakoni ACICIS, tentu saja tak bebas hambatan.

Elena Williams mengutarakan, ada sejumlah peristiwa yang menimbulkan ketegangan di antara kedua negara, pun pernah ada kondisi alam yang menghalang-halangi mahasiswa Australia untuk datang.

“Bom bali misalkan, lalu kemerdekaan Timor Leste. Ya waktu itu kami masih bisa jalan terus, masih bisa melakukan program. Karena mahasiswa Australia sudah diterima baik di lingkungan, seperti di kos, oleh bapak ibu kos dan teman-teman di kelas,” katanya dalam bahasa Indonesia.

Ia lalu menyambung, “Jadi mereka ada teman dimana-mana, mereka nggak kaya turis, nggak kaya orang bule lainnya.”

Elena yang akrab disapa Ellie ini mengatakan, bencana alam seperti letusan merapi dan gempa bumi di Jogja juga sempat menahan kedatangan mahasiswa dari negaranya, walau tak berlangsung lama.

Novie Djenar, dosen di Universitas Sydney, salah satu mitra universitas ACICIS, berujar, mengirimkan mahasiswa Australia ke Indonesia, yang akan jadi duta besar bagi negaranya, akan membantu memperbaiki hubungan bilateral kedua negara.

“Ini seperti pintu gerbang di mana mahasiswa bisa lewat untuk memperluas pengetahuan Indonesia sehingga pengertian tentang Indonesia yang mereka punyai semakin kuat,” tegasnya kepada Nurina Savitri dari ABC.

Manfaat yang dirasakan mahasiswa Australia agaknya dinilai sebagai faktor penting bagi keberlangsungan program yang diselenggarakan ACICIS.

Grace Dungey, alumnus Universitas Monash, mengatakan, peluang untuk memperluas jaringan professional adalah motivasinya untuk datang ke Indonesia dan mengikuti program belajar langsung yang ditawarkan konsorsium pimpinan David Hill.

“Saya sudah banyak dengar cerita alumni, sepertinya mereka belajar banyak. Kalau tujuan saya sendiri, selain praktek bahasa, juga untuk bertemu sebanyak mungkin teman, memperluas jaringan saya,” kata gadis yang pernah mengikuti pertukaran pelajar di SMA 1 Lembang ini.

Meski demikian, bagi sang pendiri, memperluas jaringan kerja dan sosial mahasiswa Australia bukanlah mimpi besar ACICIS.

“Banyak orang nomor 1 di Indonesia pernah belajar di Australia, mantan Presiden SBY misalnya. Selain itu, ada juga mantan Menteri Marty Natalegawa dan Marie Elka. Belajar di Australia, saya rasa, telah memperdalam kemampuan mereka,” tutur David Hill.

Sang profesor kemudian menyampaikan harapannya, “Yang saya nantikan adalah masa di mana kami bisa mengatakan ada Menteri Luar Negeri Australia yang pernah belajar di Indonesia, atau bahkan Perdana Menteri Australia yang lulusan Indonesia dan menyampaikan pidato dalam bahasa Indonesia.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com