Terbongkarnya "peternakan inses" ini diawali ketika sejumlah pekerja sosial pada Juli 2012 menanggapi laporan yang mengatakan bahwa anak-anak itu kerap tidak berangkat sekolah. Namun, pada saat mereka bersekolah, anak-anak itu terlihat kurus, kotor, dan kekurangan gizi.
Saat polisi dan pekerja sosial mendatangi peternakan tempat anak-anak itu tinggal bersama sekitar 30 orang dewasa—dari berbagai generasi dalam keluarga yang sama, mereka menemukan anak-anak itu dalam kondisi yang dalam dokumen pengadilan disebut sebagai "sangat kotor dan menderita".
Di tempat itu, lebih dari empat generasi paman, bibi, saudara laki-laki, dan perempuan saling berhubungan seksual, membesarkan generasi baru yang kemudian melanjutkan tradisi inses itu.
Berdasarkan hasil tes genetika mengungkapkan 11 dari 12 anak-anak itu memiliki orangtua yang memiliki hubungan darah, bahkan lima di antaranya memiliki hubungan darah "sangat dekat". Akibatnya, anak-anak itu menderita disabilitas mulai dari gangguan pendengaran dan kebutaan.
Anak-anak itu juga menunjukkan kondisi berbeda terkait kebiasaan seksual di antara mereka dan terhadap orang asing. Tak hanya itu, mereka juga memiliki berbagai cerita "mengerikan" soal perilaku seksual komunitas itu yang melibatkan anak-anak.
Komunitas itu tinggal di sebuah lingkungan yang sangat jorok. Mereka tinggal di dua karavan, dua gubuk, dan dua tenda tanpa fasilitas air bersih atau sanitasi.
"Penelitian terhadap anak-anak itu menunjukkan mereka sangat kotor, mengenakan pakaian kotor, pemalu, dan tak mampu melakukan kontak mata," demikian catatan pengadilan.
"Kata-kata mereka sulit dipahami, dan kesehatan gigi serta kondisi gizi mereka sangat buruk. Tak ada toilet atau kamar mandi. Anak-anak itu harus pergi ke semak-semak untuk buang air besar. Hanya tersedia satu bak berisi air bagi mereka untuk mencuci tangan," lanjut dokumen pengadilan itu.
Sebagian anak-anak itu bahkan tidak tahu bagaimana cara menggunakan toilet dan tak pernah melihat sikat gigi dalam hidup mereka.
Sebagian anak-anak itu tak pernah mengenyam pendidikan di sekolah, beberapa pernah bersekolah meski sebentar. Dokumen pengadilan menyebut anak-anak itu secara kognitif sangat tertinggal dan tujuh di antara mereka tak mampu berbicara dengan baik. Salah seorang anak meninggal dunia saat berusia dua bulan akibat masalah genetika.
Pemerintah Australia menganggap kasus ini sangat serius sehingga pengadilan anak-anak mengambil langkah tak lazim, yaitu memublikasikan keputusan yang sebenarnya sudah dibuat pada September lalu.
Dalam keputusannya, pengadilan menegaskan anak-anak itu tidak akan dikembalikan kepada orangtua mereka. Hingga usia 18 tahun, anak-anak itu akan dipelihara oleh negara.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.