Pada saat itu, Irak tengah menjalani sanksi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Para pejabat tersebut kemudian bertemu dengan saudara ipar Saddam, Arshad Yassin.
"Arshad Yassin sangat berpengaruh dan bersedia membuka semua pintu bagi kita. Arshad Yassin penting karena seluruh keputusan dalam proyek akan diambil oleh Saddam Hussein," demikian isi salah satu dokumen itu.
Operasi yang mereka lakukan dinamakan Delta Project, dan tujuannya adalah memenangkan kontrak yang memungkinkan NPA mengubah uang Irak dari bentuk kertas ke uang berbentuk plastik atau polymer.
"Indikasi dari kantor Arshad yassin adalah bahwa kantor Saddam Hussein sudah mengalokasikan 65 juta dolar Amerika untuk keseluruhan proyek," lapor para pejabat RBA dalam dokumen tersebut.
"Ia mengkorfinamasi Saddam Hussein telah melihat sampel-sampel uang berbahan polymer tersebut dan berminat mengadopsi produk kita," tambah pejabat itu.
Enam bulan kemudian, sejumlah diplomat Australia memergoki NPA berurusan dengan rezim Saddam. Mereka memperingatkan bahwa perusahaan tersebut mungkin telah melanggar kewajiban Australia di bawah hukum Internasional.
Menurut David Chaikin dari University of Sydney, telah terjadi pelanggaran hukum internasional, dan peringatan harusnya disampaikan "hingga level-level tertinggi di bank".
"Yang terjadi waktu itu bukan hanya melanggar hukum, tapi juga berpotensi menghancurkan reputasi Note Printing Australia dan pemiliknya, yaitu Reserve Bank," katanya pada program Four Courners.
Sebelumnya, Kepolisian Australia (AFP) telah menuduh NPA beserta anak perusahaannya, Securency, dan beberapa pegawainya menyuap pejabat-pejabat di Indonesia, Malaysia dan Vietnam, demi memenangkan kontrak.
RBA sejauh ini menolak berkomentar. Bank ini telah menjual 50 persen sahamnya dalam tahun ini.