Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Thailand, Petani Karet "Cemburu" pada Petani Padi

Kompas.com - 06/09/2013, 09:15 WIB
Pemerintah Thailand sedang berusaha merundingkan diakhirinya protes oleh petani karet yang memblokir jalan dan menimbulkan kekacauan di Thailand selatan. Mereka menuntut pemerintah memberi bantuan seperti yang diberikan buat para petani padi di utara negara itu.

Petani karet terpukul oleh merosotnya harga karet global. Mereka mengatakan pemerintah tidak cukup mengambil tindakan untuk membantu mereka.

Protes petani karet itu meningkat di minggu pemerintah memperpanjang program subsidi beras yang kontroversial, yang dipandang lebih menguntungkan petani padi di utara.

Ahli ekonomi pertanian dari Thailand Development Research Institute, Dr Viroj Naranong, mengatakan, harapan petani mengenai tingkat dukungan pemerintah tidak realistik karena trend harga sekarang ini menurun. "Mereka meminta 100 baht per kilogram dari pemerintah, atau kompensasi untuk menjadikan totalnya 100 baht per kilogram," jelasnya.

Dr Naranong berpendapat, para petani karet tidak suka bahwa petani padi di utara menerima subsidi besar untuk menutup harga yang rendah.

Thailand adalah eksportir karet terbesar di dunia, tapi para petani yang menyadap karet di perkebunan-perkebunan di Thailand selatan merasakan beban paling berat dari anjloknya harga global.

Harga karet turun kira-kira setengahnya dalam dua tahun terakhir, dan para pakar mengatakan itu disebabkan oleh produksi berlebihan di seluruh Asia Tenggara.

Petani yang menggelar protes di Surat Than mengatakan, sulit untuk hidup karena semua harga naik. Harga karet yang lebih tinggi akan sangat besar artinya bagi mereka.

Minggu ini kabinet Presiden Yingluck Shinnawattra memutuskan untuk memperpanjang suatu program yang sangat mahal, dimana pemerintah membeli beras dari petani dengan harga yang jauh di atas harga pasar.

Petani karet itu merupakan pendukung kubu Partai Demokratis, sementara para petani padi di utara adalah pendukung gerakan Kaos Merah yang akhirnya menghasilkan naiknya Yingluck menjadi Presiden.

Sejak Presiden Yingluck menerapkan skema pembelian beras di tahun 2011, telah diderita kerugian hampir 4,5 miliar dollar Amerika. Walaupun pemerintah minggu ini memberlakukan batas baru jumlah yang bisa diklaim setiap petani padi, program itu diperkirakan akan menelan biaya satu miliar dollar lagi tahun ini

Dr Naranong mengatakan, bisa dipahami bahwa ini merupakan suatu program yang menuai perpecahan. "Banyak orang tidak menyukai program ini karena menelan biaya pemerintah yang banyak, pengelolaannya buruk dan telah menimbulkan banyak korupsi," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com