Salin Artikel

Putin Selalu Menang, Apa Fungsi Pemilu di Rusia?

Walau belum 100 persen suara dihitung, kemenangan Putin sudah dapat dipastikan. Dengan kemenangan Putin kali ini berarti dia akan kembali ke tampuk kekuasaan Rusia sampai dengan tahun 2030. Tidak hanya itu, kemenangannya kali ini juga akan menjadikan dia pemimpin Rusia terlama yang menjabat sejak masa Joseph Stalin.

Para analis berpendapat, kemungkinan besar Rusia akan terus dipimpin Putin selama dia masih hidup.

Kemenangan Putin kali ini sebenarnya bukan hal yang mengejutkan. Kemenangannya sudah diatur sedemikian rupa sebelum pemilu berlangsung.

Kebanyakan oposisi Putin telah tereliminasi, entah terbunuh, dipenjara, diasingkan, atau dilarang maju dalam pemilu. Alexei Navalny, pemimpin oposisi Rusia yang tewas di penjara bulan lalu sebelumnya telah selamat dari upaya pembunuhan pada 2020. Istri dari Navalny berkata bahwa kematian suaminya bulan lalu masih merupakan rencana Putin.

Sebelumnya, Boris Nemtsov, juga tokoh oposisi, tewas ditembak di dekat Kremlin tahun 2015.

Sejak memerintahkan invasi ke Ukraina pada Februari 2022, tantangan terhadap pemerintahan Putin justru semakin berkurang. Juru bicara Putin tahun lalu mengatakan, pemilu tahun ini “bukanlah demokrasi yang sebenarnya”, melainkan “birokrasi yang mahal”.

Sistem pemerintahan Rusia saat ini sebenarnya tidak sejalan dengan konstitusi Rusia. Jika berlandaskan konstitusi yang berlaku, pemerintahan Putin seharusnya sudah berakhir tahun 2008. Namun, Putin mengakalinya dengan bertukar tempat dengan Dmitry Medvedev dan menjabat menjadi perdana menteri selama empat tahun. Pada tahun 2012, Putin kembali lagi menjadi presiden.

Tahun 2020, Putin merekayasa perubahan konstitusi terkait pemungutan suara, sehingga memungkinkannya untuk menjabat dua periode lagi. Jadi dia berpeluang untuk berkuasa hingga tahun 2036.

Putin kembali memanipulasi pemilu pada tahun 2023 seperti terlihat pada acara yang diadakan di Kremlin pada 8 Desember, ketika Artyom Zhoga, pemimpin separatis Ukraina, memohon Putin untuk mencalonkan diri.

Sejak menggantikan Boris Yeltsin, Putin terus menekan lembaga-lembaga demokrasi, sehingga media, pengadilan, parlemen, dan komisi pemilu terpaksa tunduk di bawah kendali negara yang ketat. Perbedaan pendapat akan dihancurkan Putin, kritik terhadap perang juga dilarang.

Media yang dikontrol negara menyebarkan propaganda untuk meyakinkan masyarakat Rusia bahwa hanya Putin yang bisa menjamin stabilitas. Contohnya, invasi Rusia ke Ukraina digambarkan media sebagai perang hidup-mati yang dilakukan NATO melawan Rusia dan hanya Putin yang bisa memenangkannya.

Pemilu Hanya Pertunjukan

Kemenangan Putin dalam pemilu sebenarnya hanya didorong oleh satu faktor. Di satu sisi, Putin memang populer di kalangan masyarakat Rusia. Sebagian besar jajak pendapat memberinya tingkat persetujuan sekitar 80 persen. Namun, popularitasnya ini tidak akan memengaruhi hasil pemilu karena sistem pemilu di Rusia pada dasarnya sudah sangat condong ke Putin.

Jika Putin dipastikan akan selalu menang, lalu apa fungsi pemilu di Rusia? Kenapa perlu diadakan?

Pemilu di Rusia dilakukan guna mendapatkan legitimasi pemerintahan serta pengakuan internasional. Bagi Putin, hal itu sangat penting agar ia dapat mengklaim dukungan untuk perang Rusia melawan Ukraina.

Maka, pemilu masih berlangsung tetapi dikontrol secara ketat dan tidak menghasilkan pergantian pemerintahan. Hal ini merupakan fenomena otoritarianisme elektoral.

Diadakannya pemilu juga berfungsi untuk memperkuat kekuasaan Rusia di wilayah-wilayah yang mereka klaim secara ilegal atau aneksasi, seperti Crimea, Kherson, Zaporizhzhia, Donetsk, dan Luhansk.

Noon Against Putin

Pemilu yang telah diakali, invasi di Ukraina, dan korupsi di pemerintahan Putin mendorong ribuan warga Rusia melakukan aksi protes yang mereka sebut “Noon Against Putin”. Gerakan ini pertama kali disuarakan politisi dari St Petersburg, Maxim Reznik, yang kemudian dipopulerkan Alexei Navalny, rival terbesar Putin yang tewas dalam penjara.

Gerakan itu juga didukung sejumlah tokoh anti-Putin terkemuka, termasuk Mikhail Khodorkovsky, mantan oligarki terkaya di Rusia, dan Gary Kasparov, grandmaster catur yang kemudian menjadi tokoh oposisi. Komite Anti-Perang yang terdiri dari puluhan tokoh pembangkang di pengasingan juga turut mendukung aksi tersebut.

Dalam aksi itu, mereka yang mengaku anti-Putin mendatangi tempat-tempat pemilihan secara serentak pada siang hari di hari terakhir pemilu sambil menyuarakan keberatannya terhadap pemerintahan Putin.

Contohnya Maria Dorofeyeva yang memegang sebuah papan bertulis “Melawan Putin, melawan perang! Demi kebebasan, perdamaian, dan pemilu yang adil!” sembari berdiri dalam antrean untuk pemilu di kedutaan besar Rusia di London. Orang Rusia diaspora di Georgia juga bergabung dalam protes itu sambil mengangkat banner besar bertuliskan “Cukup Putin, kebohongan, perang, penindasan”.

Meski begitu, para partisipan gerakan tersebut dituntut untuk tetap mengikuti pemilu, hanya saja tidak memilih Putin.

https://internasional.kompas.com/read/2024/03/18/153224870/putin-selalu-menang-apa-fungsi-pemilu-di-rusia

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke