Salin Artikel

Pokok Persoalan Konflik China dengan Taiwan

China melihat Taiwan sebagai sebuah provinsi yang memisahkan diri. Karena itu mesti disatukan lagi, bila perlu dengan kekuatan militer.

Sementara banyak warga Taiwan menganggap diri sebagai bagian dari sebuah bangsa yang terpisa, yang memiliki pemerintahan sendiri yang demokratis. Walaupun sebagian besar dari mereka mendukung untuk mempertahankan status quo, di mana Taiwan tidak mendeklarasikan kemerdekaan dari China dan tidak juga bersatu dengan negara itu.

Taiwan sebetulnya memiliki hubungan kuat dengan China, mitra dagang terbesarnya. Banyak orang Taiwan memiliki hubungan bisnis dan keluarga dengan China daratan yang hanya berjarak 160 kilometer dari Taiwan.

Sejarah Masa Lalu China - Taiwan

Penduduk pertama yang diketahui mendiami Taiwan adalah suku Austronesia, yang diyakini berasal dari wilayah China Selatan saat ini.

Catatan bangsa China pertama kali menyebut Taiwan berasal dari tahun 239 M, ketika seorang kaisar China mengirim pasukan ekspedisi ke pulau itu. Fakta itulah yang digunakan Beijing untuk mendukung klaim teritorialnya atas Taiwan.

Taiwan sempat menjadi koloni Belanda tahun 1624 hingga 1662. Tahun 1662, seorang pemimpin militer Dinasti Ming yang sedang runtuh di China, Zheng Chenggong, mengusir Belanda. Taiwan lalu menjadi pusat pendukung Dinasti Ming yang masih bertahan dan menentang kekuasaan Dinasti Qing yang baru naik tahta di China.

Taiwan kemudian menjadi koloni Jepang tahun 1895, setelah kekaisaran Qing kalah dalam perang Sino-Jepang pertama. Status itu berlangsung hingga Jepang kalah dalam Perang Dunia II.

ROC Versus RRC

Setelah Perang Dunia II, Jepang menyerah dan melepaskan kendali atas wilayah yang diambil dari China, termasuk Taiwan. Taiwan kemudian oleh pihak China dianggap diduduki oleh Republic of China (ROC), yang mulai memerintah dengan persetujuan dari sekutu mereka, AS dan Inggris.

Namun, dalam beberapa tahun berikutnya terjadi perang saudara di China, dan pasukan pimpinan Chiang Kai-shek dikalahkan oleh tentara Komunis Mao Zedong. Chiang, bersama sisa anggota partai Kuomintang (KMT) dan para pendukungnya, sekitar 1,5 juta orang, melarikan diri ke Taiwan tahun 1949. Chiang dengan ROC-nya kemudian menyebut diri sebagai pemerintah China di pengasingan.

Namun status ROC tak diakui pemerintah Republik Rakyat China ((RRC) di Beijing. Beijing menganggap, Taiwan merupakan bagian dari wilayahnya yang memisahkan diri dan harus disatukan lagi dengan China. 

Ketegangan berlanjut dan mereka berebut pengaruh di dunia internasional. Awalnya, Taiwan (ROC) menduduki kursi China di Dewan Keamanan PBB dan diakui oleh banyak negara Barat sebagai satu-satunya pemerintah China.

Namun, tahun 1970-an beberapa negara mulai berpendapat bahwa pemerintahan Taipei tidak lagi dapat dianggap sebagai perwakilan yang sah dari penduduk yang tinggal di China daratan.

Tahun 1971, PBB mengalihkan pengakuan diplomatik ke Beijing. Setelah China mulai membuka ekonominya tahun 1978, Amerika Serikat (AS) melihat peluang perdagangan dan kebutuhan untuk mengembangkan hubungan. AS secara resmi menjalin hubungan diplomatik dengan Beijing tahun 1979.

Hubungan China-Taiwan mulai membaik tahun 1980-an saat Taiwan melonggarkan aturan kunjungan dan investasi di China. Tahun 1991, Taiwan menyatakan bahwa perang dengan RRC telah berakhir.

China kemudian mengusulkan opsi "satu negara, dua sistem", yang bisa memungkinkan Taiwan memiliki otonomi yang signifikan jika setuju berada di bawah kendali Beijing.

Sistem ini mendasari pengembalian Hong Kong dari Inggris ke China tahun 1997 dan cara wilayah itu diperintah hingga baru-baru ini, sebelum Beijing berusaha meningkatkan pengaruhnya.

Taiwan menolak tawaran tersebut. Penolakan itu menyebabkan Beijing berkeras bahwa pemerintahan Taiwan tidak sah. Namun perwakilan tidak resmi China dan Taiwan masih melakukan pembicaraan terbatas.

Tahun 2000, Chen Shui-bian terpilih sebagai presiden Taiwan. Dia sangat mengkhawatirkan sepak terjang Beijing. Chen dan partainya, Partai Progresif Demokratik (DPP), secara terbuka mendukung "kemerdekaan" Taiwan.

Setahun setelah Chen terpilih kembali tahun 2004, China mengesahkan undang-undang anti-pemisahan. UU itu menegaskan hak China untuk "tidak memilih jalan damai" terhadap Taiwan jika Taiwan mencoba "memisahkan diri" dari China.

Chen kemudian digantikan oleh KMT, yang mendukung hubungan yang lebih dekat dengan RRC.

Tahun 2016, Tsai Ing-wen, dari DPP, terpilih sebagai presiden. Di bawah kepemimpinannya, hubungan lintas selat memburuk. China memutus komunikasi resmi dengan Taiwan setelah Tsai berkuasa. Langkah itu dilakukan karena penolakan Tsai untuk mendukung konsep "satu China".

Tsai tidak pernah mengatakan bahwa dia akan secara resmi menyatakan kemerdekaan Taiwan. Menurut dia Taiwan sudah merdeka.

Status Internasional dan Hubungan dengan AS

Beijing dengan tegas menyatakan bahwa hanya ada "satu China" dan bahwa Taiwan adalah bagian dari China.

China menekan negara-negara di seluruh dunia untuk mengalihkan hubungan mereka ke Beijing dan memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan. Saat ini, hanya 14 negara yang menjalin hubungan diplomatik resmi dengan Taiwan.

Taipei saat ini bukan anggota badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa, meskipun memiliki keanggotaan di organisasi seperti Bank Pembangunan Asia dan Organisasi Perdagangan Dunia.

China juga menekan perusahaan di seluruh dunia untuk mencantumkan Taiwan sebagai bagian dari China. Pemerintah dan perusahaan yang tidak mengikuti garis kebijakan Beijing tentang masalah itu berisiko mendapat balasan dari pemerintah China.

Selama hampir tiga dekade setelah pemerintahan komunis berkuasa di daratan China, AS mengakui Taipei sebagai pemerintah seluruh China. Namun, tahun 1979, Washington mencabut hubungan diplomatik dan perjanjian pertahanan bersama dengan Taiwan serta menjalin hubungan diplomatik resmi dengan China daratan.

Meskipun ada perubahan tersebut, Washington tetap menjaga hubungan tidak resmi yang erat dengan Taipei. AS menjual perlengkapan militer ke Taiwan, meskipun Beijing berulang kali memperingatkan AS untuk tidak melakukannya. Kapal perang Angkatan Laut AS juga secara rutin berlayar melalui Selat Taiwan untuk "memamerkan" kekuatan militer AS di kawasan tersebut.

AS menyatakan tujuannya adalah untuk memastikan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan. Untuk tujuan ini, AS ingin mempertahankan status quo.

"Kami tidak membuat janji untuk menolak penggunaan kekuatan dan mengabaikan opsi untuk mengambil semua langkah yang diperlukan," kata Xi.

Dia juga menekankan, reunifikasi penting untuk realisasi "mimpi China" dalam mengembalikan status negara sebagai kekuatan besar di dunia pada tahun 2049.

China semakin sering mengirim pesawat tempur, pembom, dan pesawat pemantau ke dekat Taiwan, serta mengirimkan kapal perang melalui Selat Taiwan sebagai tindakan demonstrasi kekuatan.

Kemauan untuk menggunakan kekuatan militer, ditambah dengan kemampuan militer China yang terus berkembang dan hubungan yang memburuk di selat itu, telah meningkatkan kekhawatiran bahwa hal ini dapat memicu konflik.

Saat ini, hubungan Taiwan dengan China kembali menjadi sorotan. Itu terjadi terkait hasil pemilu Taiwan pada 13 Januari 2024 yang dimenangkan Lai Ching-te dari DPP. Lai dinilai akan mendorong Taiwan menjauhi Beijing.

https://internasional.kompas.com/read/2024/01/19/124359770/pokok-persoalan-konflik-china-dengan-taiwan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke