Salin Artikel

Siapa Rohingya dan Sejarah di Myanmar

Ini adalah babak terbaru dalam sejarah panjang dan penuh gejolak kelompok Rohingya, populasi tanpa kewarganegaraan terbesar di dunia.

Sekitar satu juta orang Rohingya tinggal di negara bagian Rakhine, barat Myanmar yang mayoritas beragama Buddha. Banyak di antara mereka yang jadi korban tindakan keras militer Myanmar tahun 2017.

Lalu, siapa Rohingya dan bagaimana sejarahnya di Myanmar?

1. Sejarah Rohingya

Menurut beberapa catatan yang dikutip AFP, Rohingya adalah keturunan pedagang dan tentara Arab, Turki, atau Mongol yang pada abad ke-15 bermigrasi ke negara bagian Rakhine yang sebelumnya disebut Kerajaan Arakan.

Sejarawan lain mengatakan, Rohingya bermigrasi dari Banglades dalam beberapa gelombang. Teori satu ini yang dipercaya banyak orang di Myanmar.

Selama berabad-abad minoritas Muslim kecil hidup damai bersama umat Buddha di kerajaan independen, dengan beberapa di antaranya bahkan menjadi penasihat bangsawan Buddha, menurut sejarawan.

Pergolakan terjadi mulai akhir abad ke-18 ketika kerajaan itu ditaklukkan Burma dan kemudian oleh Inggris.

Sebagai bagian dari kebijakan membagi-dan-memerintah mereka, Inggris lebih menyukai orang Muslim, merekrutnya sebagai tentara selama Perang Dunia II dan mengadu mereka dengan umat Buddha yang bersekutu dengan Jepang saat konflik berkecamuk di tanah Burma.

Status mereka diperkuat pada 1947 ketika konstitusi baru dirancang, yang memberi mereka hak hukum dan suara penuh, tetapi itu hanya berlangsung singkat.

Sebagian besar etnis Rohingya tinggal di Rakhine, tetapi ditolak kewarganegaraannya dan ditindas oleh pembatasan gerak dan pekerjaan.

Ratusan ribu orang Rohingya kemudian melarikan diri ke Banglades dalam gelombang kekerasan berturut-turut pada 1978 dan 1991-1992.

Oleh karena menggunakan dialek yang mirip dengan Chittagong di Banglades tenggara, Rohingya dibenci banyak orang di Myanmar yang melihat mereka sebagai imigran ilegal dan menyebutnya "Bengali".

Setelah junta dibubarkan pada 2011, di Myanmar terjadi peningkatan ekstremisme Buddhis yang semakin mengucilkan Rohingya dan menandai dimulainya era ketegangan terbaru.

Puluhan ribu orang Rohingya lalu melarikan diri selama lima tahun berikutnya ke Banglades dan Asia Tenggara, dengan perjalanan laut yang berbahaya dan dikendalikan oleh geng perdagangan brutal.

Terlepas dari penganiayaan selama beberapa dekade, sebagian besar orang Rohingya tidak melawan balik dengan kekerasan.

Baru pada 2016 sebuah kelompok militan kecil dan sebelumnya tidak dikenal yaitu Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) melancarkan serangkaian serangan yang terkoordinasi dengan baik dan mematikan terhadap pasukan keamanan.

Militer Myanmar pun menanggapinya dengan tindakan keras besar-besaran dengan alasan keamanan.

Diperkirakan 391.000 orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh pada 2017, menurut PBB. Mereka membawa serta kisah-kisah mengerikan tentang pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran.

Suu Kyi membela perilaku tentara dan pada 2019 ke Den Haag, Belanda, untuk membantah tuduhan genosida di pengadilan tinggi PBB.

Pada Februari 2021 dia dipenjarakan kembali oleh para jenderal yang dia bela saat Myanmar mengalami kudeta lagi.

Junta Myanmar saat ini mengeklaim pengadilan PBB tidak memiliki yurisdiksi dan meminta kasus tersebut dihentikan.

Statistik terbaru menunjukkan, sebanyak 850.000 orang Rohingya sekarang merana di kamp-kamp Banglades, dengan sekitar 600.000 lainnya di negara bagian Rakhine.

https://internasional.kompas.com/read/2022/03/22/123000470/siapa-rohingya-dan-sejarah-di-myanmar

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke