Salin Artikel

"Aksi 2 Juta Orang" Tolak UU Ekstradisi, Pemimpin Hong Kong Minta Maaf

Jimmy Sham dari Civil Human Rights Front selaku koordinator menyatakan aksi protes yang terjadi pada Minggu (16/6/2019) itu diikuti oleh dua juta orang.

Dilansir SCMP, "aksi dua juta orang" itu terjadi setelah Lam dalam konferensi pers mengumumkan dia bakal menunda pembahasan UU Ekstradisi Sabtu (15/6/2019).

Dalam pernyataan resminya, kantor Lam menuturkan kekurangan dalam pemerintahannya telah menyebabkan kontroversi dan perselisihan, kemudian kekecewaan dari warga.

"Beliau meminta maaf atas insiden ini dan berjanji menerapkan kejujuran dan sikap rendah hati untuk menerima kritikan dan peningkatan pelayanan publik," lanjut kantor Lam.

Ucapan minta maaf itu muncul enam jam setelah peserta aksi protes memenuhi kawasan Admiralty, Wan Chai, dan Central dengan partisipan mengenakan kaus hitam.

Sumber dari internal pemerintahan mengungkapkan lambat laun UU Ekstradisi yang diusulkan itu bakal "mati secara alami" tanpa sempat dibahas kembali.

Unjuk rasa yang berlangsung pada Minggu merupakan aksi kedua setelah Minggu pekan lalu (9/6/2019). Namun kali ini, jumlahnya lebih besar dan memenuhi jalanan utama.

Mengenakan kaus hitam di tengah terpaan cuaca musim panas, warga Hong Kong dari segala kalangan berbaris dan meneriakkan "Jangan tembak anak kami!".

Ada juga yang berteriak "pelajar bukanlah perusuh" buntut dari komentar Lam yang menyatakan bahwa unjuk rasa pada Rabu (13/6/2019) adalah kerusuhan.

Mereka mengecam polisi karena menembakkan gas air mata dan peluru karet kepada pengunjuk rasa, dan mendesak pemerintah menarik kembali ucapan mereka soal demo Rabu.

Sammi Lee menuturkan, dia begitu tersentuh melihat banyak anak muda yang peka dan memutuskan untuk ikut berpartisipasi menentang UU Ekstradisi.

"Polisi seharusnya profesional. Mengapa mereka memperlakukan anak muda dan pekerja media ini dengan kekerasan dan kekejaman?" keluh perempuan 35 tahun itu.

Mantan pejabat Hong Kong Anson Chang On-sang yang kini menjadi oposisi menjelaskan, peristiwa ini adalah pesan yang jelas bahwa pemerintah harus menarik peraturannya.

Aksi protes itu dimulai ketika Hong Kong, bekas koloni Inggris yang kembali kepada China berdasarkan "satu negara, dua sistem" pada 1997, memperkenalkan UU Ekstradisi.

Sejatinya, UU Ekstradisi itu bakal mengekstradisi penjahat jika mendapat permintaan dari otoritas China daratan, Macau, maupun Taiwan didasarkan kasus per kasus.

Usulan itu muncul setelah seorang pria Hong Kong membunuh pacarnya ketika mereka berlibur di Taiwan. Namun pria itu tidak bisa diesktradisi.

Sejumlah pejabat Hong Kong, termasuk Lam, menegaskan bahwa keberadaan undang-undang itu tidak lain adalah memberi perlindungan dari para kriminal.

Namun, muncul kekhawatiran dari kalangan aktivis oposisi jika peraturan itu bisa digunakan untuk menargetkan lawan politik dan mengirim mereka ke China.

Selain itu, para aktivis itu menyoroti jika nantinya UU itu disahkan, maka Hong Kong bakal semakin terbenam ke dalam kontrol Negeri "Panda".

https://internasional.kompas.com/read/2019/06/17/11014701/aksi-2-juta-orang-tolak-uu-ekstradisi-pemimpin-hong-kong-minta-maaf

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke