Salin Artikel

Kiprah dan Pesona Coco Martin, Mulai dari Provinsi hingga Internasional

Ketika Anda berjumpa dengannya, Coco akan langsung bersikap akrab. Dia bisa saja dikira sebagai seorang mekanis dari ujung jalan, atau perawat rumah sakit yang ramah atau seorang pekerja asing. Tampilannya tidak mencolok, biasa, namun dapat dipercaya.

Sementara, Filipina kini memasuki tahun ketiga kepemimpinan Presiden Duterte dan tak lama lagi akan menggelar pemilihan paruh waktu yang teramat penting – termasuk pemilihan beberapa kursi senator yang cukup signifikan.

Negara Republik ini melihat adanya kemungkinan munculnya penerus dinasti Duterte, sebab sang Putri Negara dan Wali Kota Davao saat ini, Sara Duterte, membentuk daftar calon-calonnya sendiri dan juga menolak perlunya “pengungkapan kebenaran” ke publik.

Coco yang kini berusia 37 tahun adalah pemeran utama di acara TV terbesar Filipina, Ang Probinsyano (The Provincial Man).

Menurut Kantar Media, pada Februari saja acara ABS-CBN yang telah berjalan lama ini mencapai rating nasional 41 persen – sebuah terobosan yang luar biasa di negara berpenduduk 105 juta yang terobsesi dengan kehidupan selebritas.

Ketika seri Ang Probinsyano—dimana Coco juga menjadi konsultan kreatif dan terkadang menjadi sutradara-- tayang perdana pada 2015 lalu, seri tersebut langsung digemari penonton.

Namun, pada 2016 ketika Duterte menjabat sebagai presiden dan menggunakan pendekatan agresif dalam pemerintahannya, acara TV tersebut pun juga beralih haluan dengan mengangkat tema-tema kontemporer untuk menanggapi keadaan realita kala itu.

Semua itu tampaknya telah terbayarkan: Ang Probinsyano telah tayang untuk enam season dan 898 episode.

Karakter Cardo merupakan sosok yang berani, terhormat dan berbakti terhadap keluarganya. Bahkan karakter Cardo ini telah melekat di sosok sang bintang, Coco.

Di Filipina, kehidupan para aktor tercerminkan melalui kombinasi dari peran-peran mereka yang paling menonjol. Lihat saja sosok Joseph Estrada, seorang aktor senior yang juga mantan Presiden Filipina dari 1998 sampai 2001.

Selain itu, ketika suasana di dalam negeri penuh dengan kekerasan dan carut-marut, kombinasi sosok Cardo/Coco semakin menonjol di mata publik.

Ang Probinsyano adalah acara TV yang menghibur – adegannya penuh dengan aksi, alur ceritanya kaya akan emosi, penuh dengan romansa dan pengkhianatan. Dan acara tersebut menjangkau seluruh elemen masyarakat, mulai dari kalangan berkuasa dan kaya hingga daerah paling kumuh di Tondo dan daerah pedalaman yang sangat miskin.

Selain itu, tema yang dibahas menjadi lebih kompleks, mencerminkan isu-isu panas di dalam negeri, seperti korupsi, narkoba, perang antar kelompok dan pelanggaran hukum di provinsi-provinsi.

Di episode terbaru, sang tokoh presiden melampiaskan kemarahannya atas pengkhianatan operator keuangannya yang juga menjadi penagih utang, seorang wanita berisi dengan nada bicara lantang bernama Lily.

Sang presiden pun meminta Lily untuk dibunuh. Episode Ini merupakan momen TV yang membuat gelisah para penonton, semembara episode serial The Bridge atau House of Cards.

Coco menjelaskan bagaimana dia mencoba untuk memperkaya alur plot dan karakterisasi setiap tokohnya.

“Saya memanfaatkan pengalaman pribadi saya, mulai dari ketika tumbuh besar, lingkungan pergaulan di Filipina dan hal-hal yang pernah saya lihat di berita. Saya tumpahkan semuanya menjadi cerita-cerita untuk Ang Probinsyano,” katanya.

Aktor utama yang merupakan seorang polisi juga menuai kritik dari pihak berwenang.

Coco menjelaskan, “Saya telah dipanggil berkali-kali ke Camp Crame (kantor polisi), dan ditanya ‘Mengapa Anda mencemari citra polisi?”

“Saya katakan pada mereka, ‘Mungkin Anda lupa, karakter saya adalah seorang polisi. Tokoh ini mengalami semua hal yang dirasakan oleh kebanyakan polisi. Polisi dapat menjadi polisi yang baik atau buruk. Saya telah menunjukkan kedua sisi itu di seri ini,” tambah Coco.

Tak menyangka berhasil

Bagi seorang anak kecil dari lingkungan kelas-pekerja seperti di Novaliches, Kota Quezon, Coco (yang bernama asli Rodel Nacianceno) tidak pernah berpikir dia akan berhasil sampai sejauh ini.

“Orangtua saya hidup terpisah dan saya menjadi anak jalanan. Saya dulu selalu berkelahi. Saya sering bertanya-tanya, mengapa saya selalu berada dalam masalah? Ayah saya dulu sering bertengkar. Dia lebih kasar ketika dia mabuk, yang mana dia sering mengacungkan pistol,” cerita Coco ketika mengingat kembali masa kecilnya.

Akan tetapi, karya dan visinya dibentuk oleh pengaruh dari dua pria luar biasa yang perjalanan karirnya mungkin mempengaruhi masa depan Coco.

Pertama adalah pemenang Cannes Palme D’Or, Brilliante Mendoza dan yang kedua adalah seorang bintang film dan mantan calon presiden, almarhum Fernando Poe Junior (“FPJ”), yang dikalahkan oleh Gloria Macapagal Arroyo pada Pemilu 2004 dengan penuh kecurangan.

Coco telah membintangi tiga film Mendoza yang sangat menyuramkan. Semua film yang dibintanginya menjadi terobosan tetapi tidak ada yang lebih menarik dari Kinatay yang dirilis pada 2009.

Di film ini, dia berperan sebagai seorang mahasiswa kriminologi yang baru saja berkeluarga dan sangat membutuhkan uang untuk mencukupi kebutuhannya. Dia akhirnya menyaksikan penculikan, pemerkosaan, pembunuhan, dan mutilasi seorang pekerja seks.

Manila versi Mendoza tampak gelap, menakutkan, dan tragis.

Bagi Coco, bekerja dengan Mendoza membantunya untuk berkembang. “Saya menyadari tidak adanya batas dalam membuat film. Dan saya membuat film di mana saya harus menunjukkan semua tentang diri saya dan meletakkan semuanya di dalam film tersebut.”

Di sisi lain, Ang Probinsyano adalah remake dari film klasik FPJ keluaran 1997 dengan judul yang sama. “Saya mengidolakan FPJ sejak kecil. Saya menonton hampir semua film FPJ ketika saya beranjak dewasa.”

Ketika Coco pertama kali berpikir untuk membuat sebuah cerita tentang polisi, Ang Probinsyano versi FPJ adalah pilihan yang sudah pasti.

Dan di serial remake ini, Susan Roces, mantan istri FPJ, berperan sebagai seorang nenek. Hal ini memberi momen emosional yang penting di tengah adegan bernada melodrama seri tersebut.

Tentu saja, politik tidak pernah jauh dari dunia showbiz Filipina dan Coco telah terlihat di kampanye-kampanye putri FPJ, Senator Grace Peo.

Coco secara terang-terangan berkata, “Saya mendukungnya (Grace Poe). Ini adalah budaya orang Filipina. Kami orang yang konservatif, religius, dan berkekeluargaan.”

Coco menginginkan Ang Probinsyano memberikan harapan kepada para penontonnya.

“Saat ini banyak berita-berita negatif, seperti kematian, pemerkosaan, dan narkoba. Apakah mereka memperlihatkan hal positif? Hal tersebut jarang terjadi. Melalui Ang Probinsyano, orang-orang mendapatkan harapan. Mereka percaya bahwa ada orang yang berjuang dan memulai inisiatif untuk memperbaiki negara ini. Bahwa ini bukan hanya keegoisan, namun ada keadilan bagi para korban,” Coco menerangkan.

Jadi dengan Coco melanjutkan acara TV-nya, membuat alur cerita yang menyeimbangkan antara kebenaran, harapan dan realitas dengan imaginasi. Maka menarik untuk mengamati Coco dan ke mana pilihan karirnya akan membawanya.

Bakat dan visinya sebagai seorang aktor tidak perlu diragukan lagi. Apakah jalan yang diambil oleh pahlawan Hollywood-nya, Edward Norton dan Sean Penn sudah cukup? Atau akankah jabatan publik menjadi tujuan utamanya?

Pernyataannya tidak menjawab, namun ada pesan yang tersirat, “Orang-orang Filipina adalah orang-orang yang berhasil bertahan hidup. Semua yang kita hadapi, kita mampu bertahan. Kita jatuh tetapi kita akan bangkit kembali. Begitulah kenyataannya.”

https://internasional.kompas.com/read/2019/04/01/07000021/kiprah-dan-pesona-coco-martin-mulai-dari-provinsi-hingga-internasional

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke