Salin Artikel

Mahathir: Saya Pro-Malaysia, Bukan Anti-Singapura

Pernyataan itu disampaikan Mahathir menanggapi komentar masyarakat di Singapura yang menuding dirinya sebagai penyebab memburuknya hubungan antara kedua negara.

Hubungan Kuala Lumpur dengan Singapura telah memburuk sejak Mahathir kembali berkuasa pada Mei 2018 lalu. Hubungan itu bahkan dianggap sangat kontras dengan saat pemerintahan Najib Razak.

Ketegangan yang terjadi antara kedua negara seorang mengingatkan kembali dengan saat Mahathir pertama menjabat sebagai perdana menteri pada 1981 hingga 2003.

Dalam kesempatan wawancara dengan SCMP, Kamis (7/3/2019), Mahathir mengangkat masalah bilateral yang telah dia keluhkan selama bertahun-tahun, yakni terkait harga yang dibayarkan Singapura untuk air bersih yang dikirimkan dari negaranya.

Mahathir menuding bahwa negara pulau itu telah mengambil untung dari Malaysia setelah menolak mengubah harga jual per seribu galon air yang saat ini hanya dibayar seharga 3 sen Malaysia. Harga itu adalah harga yang ditetapkan pada tahun 1920-an.

Menurut Mahathir, harga itu ditetapkan sebagai bagian dari pakta antara mantan administrator kolonial dengan negara bagian Johor di Malaysia selatan yang memasok air bersih.

Namun Singapura membantah hal itu dan mengklaim bahwa negaranya menerima air secara gratis selama masa kolonial dan hanya dibebankan biaya sewa bangunan dan daerah tangkapan air.

Singapura juga mengatakan Malaysia telah kehilangan hak untuk negosiasi ulang karena telah melewati jeda 25 tahun sejak perjanjian ditandatangani pada.

Masalah harga jual air sempat dibahas dalam pertemuan bilateral pada 1998 hingga 2003, namun berakhir tanpa menghasilkan kesepakatan harga baru.

"Saya harus melihat kepentingan Malaysia. Apakah Anda dapat menemukan negara yang menjual 1.000 galon air seharga 3 sen, atau sesuatu dengan harga yang ditetapkan pada 1926? Apa yang dijual dengan harga 3 sen pada tahun 1926 dan tetap dijual dengan harga yang sama sekarang?" ujar Mahathir.

Mahathir juga membantah pandangan Singapura yang menilai pemerintah Malaysia telah melewatkan kesempatan untuk meninjau kembali kesepakatan.

"Kami berhak untuk menegosiasikan ulang harga setelah 25 tahun, tetapi yang dikatakan Singapura adalah karena 25 tahun telah, maka kami kehilangan hak untuk bernegosiasi."

"Bagaimana hal itu bisa terjadi? Dikatakan setelah 25 tahun, bukan pada 25 tahun Anda harus bernegosiasi," tegas Mahathir.

Mahathir mengatakan, dirinya sempat berdebat dengan mantan perdana menteri Singapura, Goh Cho Tong terkait masalah air ini pada tahun 2000-an, menunjukkan bahwa negara-negara bagian Malaysia lainnya membayar lebih besar ke Jojor untuk pasokan air daripada Singapura.

"Apa yang kami katakan adalah, sangat konyol bahwa negara bagian Johor menjual air ke negara bagian Malaka seharga 50 sen per seribu galon. Sedangkan ke Singapura mereka menjual 3 sen."

"Kita semua tahu bahwa Singapura adalah negara maju dan sangat kaya. Mata uangnya tiga kali lebih tinggi dari mata uang kami (Malaysia), walaupun sebelumnya sama. Tetapi mereka meminta negara yang lebih miskin untuk mensubsidi perekonomian dan pertumbuhan mereka," kata Mahathir kepada SCMP.

Mahathir mengakui bahwa masalah harga air ini menjadi salah satu masalah besar yang menganggu hubungan Singapura dengan Malaysia.

"Tentu ada masalah lain juga, tetapi mengatakan bahwa ini tidak biasa atau tidak adil adalah konyol. Tidak ada tempat di dunia di mana air dijual oleh satu entitas ke entitas lain, atau minyak bumi dijual ke negara lain, dengan harga yang ditetapkan pada 1926."

Selain persoalan harga jual air dari Johor ke Singapura, perseteruan antara kedua negara juga terkait batas laut dan manajemen ruang udara Malaysia.

https://internasional.kompas.com/read/2019/03/09/15112861/mahathir-saya-pro-malaysia-bukan-anti-singapura

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke