Salin Artikel

Kisah Charles Jenkins, Tentara AS yang Membelot ke Korea Utara

Berasal dari Carolina Utara, Jenkins berpangkat sersan dan bertugas bersama Divisi Kavaleri Ke-1 AD Amerika Serikat di perbatasan kedua Korea saat dia membelot pada Januari 1965.

Kepada para interogatornya, Jenkins mengatakan, dia khawatir patroli malam unitnya akan memprovokasi respon Korea Utara atau dia akan dikirim ke Vietnam.

Dikenal sebagai peminum berat saat tak bertugas, Jenkins kemudian menjadi depresi dan yakin dia akan diserahkan kepada Uni Soviet setelah menyeberang ke Korea Utara.

Dia kemudian dikembalikan ke Amerika Serikat sebagai bagian dari pertukaran tahanan selama Perang Dingin.

"Saya tahu saat itu saya tak berpikiri jernih dan banyak keputusan saya tak masuk akal jika dilihat saat ini. Namun, satu itu ada alasan logis yang membuat perbuatan saya tak terhindarkan," kaya Jenkins dalam buku memoarnya "The Reluctant Communist: My Desertion, Court-martial, and 40-year Impronment in North Korea".

Begitu menyeberang perbatasan, Jenkins langsung mendapat pelecehan dan dia ditahan di sebuah ruangan bersama tiga pembelot asal AS lainnya selama delapan tahun.

Jenkins dan ketiga orang lainnya dipaksa menghapal buku ideologi karya Kim Il Sung, pendiri Korea Utara.

Mereka langsung mendapatkan pukulan saat melakukan kesalahan dalam menghapal isi buku karya Kim Il Sung itu.

Keempat pembelot itu sempat meloloskan diri pada 1966 dan meminta suaka kepada kedutaan besar Uni Soviet di Pyongyang. Permohonan mereka ditolak.

Setelah indoktrinasi selama enam tahun, keempat orang itu kemudian mendapatkan kewarganegaraan Korea Utara dan sejumlah pekerjaan.

Jenkins kemudian mengajar bahasa Inggris di Universitas Pyongyang dan pada 1982 muncul sebagai sosok bangsa Amerika yang jahat dalam film propaganda Korut "Unsung Heroes".

Penampilannya dalam film itu merupakan konfirmasi pertama bagi pemerintah AS bahwa Jenkins masih hidup.

"Di Korea Utara, saya hidup seperti anjing. Tak ada orang biasa yang hidup enak di Korea Utara," ujar Jenkins.

"Tak ada makanan. Tak ada air bersih. Tak ada listrik. Di musim dingin, kami membeku di kamar tidur sementara dinding rumah dilapisi es," kenangnya.

Pada 1980, Jenkins diperkenalkan dengan Hitomi Soga, seorang perawat yang diculik bersama ibunya dari sebuah pantai di wilayah utara Jepang pada 1978.

Ibu Hitomi tak pernah terlilhat lagi dan perempuan itu kemudian dipaksa mengajar bahasa dan budaya Jepang kepada para agen Korea Utara yang akan masuk ke Jepang.

Singkat cerita, Jenkins dan Hitomi menikah dan memiliki dua anak yaitu Roberta dan Brinda.

Pada 2002, pemimpin Korea Utara saat itu Kim Jong Il tengah berupaya memperbaiki hubungan dengan Jepang dan mengakui telah menculik 13 wargaJepang.

Kim Il Sung saat itu mengizinkan, lima warga Jepang yang masih hidup, termasuk Hitomi, berkunjung ke Jepang untuk sebuah kunjungan singkat sebelum kembali ke Korea Utara.

Namun, kelima warga Jepang itu akhirnya menetap di tanah kelahiran mereka dan tak kembali ke Korea Utara.

Sementara itu, Jenkins dan putrinya diizinkan pergi ke Jepang lewat Singapura pada 2004. Dua bulan kemudian Jenkins muncul di Kamp AD Amerika Serikat di sisi barat Tokyo dengan mengenakan seragam militer lengkap.

Pada November 2004, Jenkins mengaku bersalah telah melakukan disersi dan membantu musuh. Alhasil, dia mendapatkan hukuman 30 hari kurungan, dipecat dengan tidak hormat dari kemiliteran, dan kehilangan semua hak serta tunjangannya sebagai personel militer AS.

Setelah dibebaskan dari hukuman pada akhir November, dia tinggal bersama istri dan putrinya di Pulau Sado. Pada 2008, Jenkins mendapatkan status penduduk tetap di Jepang.

Dia kemudian bekerja di sebuah toko serta di sebuah taman bermain setempat untuk mencari nafkah.

Meski melakukan desersi dan membelot, para veteran AS masih memberikan sedikit simpati kepada Jenkins dan para pembelot lainnya.

"Mereka masih muda, beberapa mengalami kondisi buruk di unitnya dan terpengaruh propaganda Korea Utara. Jadi mereka yakin membelot adalah solusi," kata Lance Gatling, yang bertugas dengan batalion tank di Korea Selatan pada 1979.

"Saat saya bertugas di sana, banyak prajurit baru yang dijelaskan soal mereka yang melintasi zona demiliterisasi dan amat jelas jika mereka muncul lagi saat itu pasti akan menjalani pengadilan militer," tambah Gatling.

"AD Amerika Serikat tak melupakan atau mentolerir perbuatan mereka," lanjut dia.

"Bagi saya, mereka dipaksa hidup 40 tahun di Korea Utara dalam kondisi menyedihkan sudah merupakan sebuah hukuman," Gatling menegaskan.

https://internasional.kompas.com/read/2017/12/12/16125301/kisah-charles-jenkins-tentara-as-yang-membelot-ke-korea-utara

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke