Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejumlah Pejuang Bertaruh Nyawa Bebaskan Wanita yang Disekap ISIS

Kompas.com - 14/07/2015, 13:23 WIB
KOMPAS.com — Sejumlah perempuan dan gadis muda yang ditawan sebagai budak seks oleh militan ISIS melarikan diri dari para penculiknya dengan bantuan jaringan pejuang perlawanan bawah tanah yang heroik.

Para gadis itu mempertaruhkan nyawa dalam upaya untuk melarikan diri dari penindas mereka yang brutal. Banyak dari mereka menghabiskan waktu berhari-hari melewati wilayah Suriah dan Irak demi mencapai tempat aman di wilayah yang dikuasai pemerintah.

Banyak dari para perempuan itu telah mengalami kekerasan, pemerkosaan, dan pelecehan seksual mengerikan di tangan para petempur dan komandan ISIS.

Penderitaan mereka telah didokumentasikan dalam film dokumentar Channel 4 yang berjudul Melarikan Diri dari ISIS, yang dijadwalkan akan disiarkan pekan ini.

Film itu dibuat dengan mengikuti mereka yang bertanggung jawab dalam membantu korban budak seks ISIS. Orang-orang itu bekerja dalam jaringan pelarian yang sangat terkoordinasi.

Dengan sedikit makanan atau air, pelarian mereka dimungkinkan karena bantuan Khaleel Al Dakhi, pengacara yang menjadi aktivis.

ISIS telah melakukan kejahatan seksual sistematis terhadap gadis-gadis dari masyarakat Yazidi sejak menculik lebih dari 3.000 perempuan dari rumah mereka di Irak utara Agustus lalu. Orang Yazidi dianggap sebagai "penyembah setan" karena keyakinan mereka yang tidak biasa. Warga Yazidi selama berabad-abad telah menjadi salah satu minoritas yang paling teraniaya di Timur Tengah. Kaum ekstremis menganggap mereka sebagai orang kafir dan layak dibunuh.

Mereka yang dianggap paling cantik oleh para pemimpin ISIS telah dikirim ke rumah lelang. Di sana mereka ditelanjangi dan dijual ke penawar tertinggi.

Edward Watts, direktur dokumenter itu, mengatakan kepada MailOnline bahwa mayoritas mereka yang diselamatkan adalah kaum Yazidi yang telah diperlakukan tidak manusiawi hanya karena berdasarkan keyakinan ISIS, mereka merupakan "penyembah setan".

Watts mengatakan, "Mereka sangat ingin berkomunikasi lewat ponsel dan ketika mereka mendapatkannya. Mereka menelepon keluarga mereka dan memberi tahu mereka, 'Saya masih hidup'."

Masih kata Watts, setelah keluarga para perempuan itu diberi tahu, keluarga lalu menghubungi jaringan perlawanan untuk mengatur penyelamatan. Dia menambahkan, "Mereka memiliki segala macam cara yang berbeda untuk melakukannya, tetapi mereka punya jaringan orang di dalam (wilayah) ISIS. Mereka mengidentifikasi di mana gadis-gadis itu ditahan, (mereka) masuk dan mengambil gadis-gadis itu dan membawa mereka melintasi garis depan."

Perjalanan ke wilayah yang aman dapat menjadi sulit. Film tersebut dibuat dengan mengikuti sekelompok perempuan yang menghabiskan waktu berhari-hari bersembunyi di sebuah ladang saat hujan, sementara seorang gadis muda lain kehilangan sepatu dan dia harus berjalan dengan kaki telanjang selama dua hari.

Watts mengatakan, kelompok bawah tanah itu mengaku secara total telah menyelamatkan hingga 500 perempuan, tetapi beberapa tim penyelamat tewas dalam proses tersebut.

Baru-baru ini dua orang tewas setelah militan ISIS membuat jebakan untuk para penyelamat itu. Watts menjelaskan, "Mereka mendapat informasi tentang seorang perempuan yang berada di bawah tekanan yang menelepon dan berkata, 'Saya berada di rumah ini, bisakah Anda datang dan menyelamatkan saya, orang yang menahan saya pergi.'" Pada kenyataannya, itu adalah jebakan.

"Dua orang itu muncul, ISIS lalu menangkap mereka dan mereka dirajam hingga tewas."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com