BUDAPEST, KOMPAS.com - Parlemen Hongaria telah mengesahkan undang-undang yang memungkinkan penahanan semua pencari suaka di kamp-kamp perbatasan dan deportasi segera setiap migran ilegal ke negara dari mana mereka masuk.
Badan Pengungsi PBB (UNHCR), bersama dengan beberapa kelompok hak asasi manusia (HAM), mengatakan, kebijakan itu bertentangan dengan hukum Uni Eropa dan internasional.
Upacara wisuda diadakan pada Selasa (7/3/2017) untuk 3.000 karyawan baru, yang disebut pemerintah para pemburu perbatasan, sebagaimana dilaporkan VOA, Kamis (9/3/2017).
Bersenjatakan pistol dan semprotan cabai, mereka akan melakukan patroli perbatasan Hongaria bersama polisi dan tentara.
Perdana Menteri Viktor Orban menghadiri upacara tersebut dan mengatakan Hongaria "terkepung."
Orban mengatakan, "Migrasi adalah kuda kayu Trojan terorisme. Orang-orang yang datang ke negara kita tidak ingin hidup sesuai dengan budaya dan adat istiadat kita, tetapi menurut budaya mereka sendiri, dengan standar hidup Eropa."
Menggabungkan migrasi dengan terorisme benar-benar salah, kata Todor Gardos dari Amnesty International.
"Ini justru yang dihindari banyak pengungsi dan pencari suaka, yaitu kekerasan dan ketidakamanan," jelasnya.
Berdasarkan UU tersebut, Hongaria akan menahan semua pencari suaka di "tempat penampungan," sambil menunggu hasil permohonan mereka.
PBB mengatakan itu berarti semua pengungsi, termasuk anak-anak, akan ditampung di tempat yang dikelilingi oleh pagar kawat berduri.
Selain itu, polisi akan diizinkan untuk menahan migran yang telah menyeberang secara ilegal di mana saja di negara itu, dan segera mengirim mereka kembali melintasi perbatasan.
Sebelumnya, kebijakan ini hanya berlaku untuk migranyang ditahan dekat perbatasan.
Todor Gardos dari Amnesty International mengatakan kebijakan itu adalah pelanggaran hukum Uni Eropa dan internasional yang menyolok.
“Apa yang mereka lakukan malah meletakkan beban ini pada negara-negara lain. Jadi apa yang kita lihat adalah bahwa pembongkaran sistem suaka yang disengaja oleh pemerintah Hongaria yang buntutnya membuat ribuan orang terjebak di Serbia," ia menambahkan.