Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perpecahan Mengintai Uni Eropa Terkait Masalah Pengungsi

Kompas.com - 26/01/2016, 15:18 WIB
KOMPAS.com - Para menteri dalam negeri dan kehakiman Uni Eropa, Senin (25/1/2016), memulai pertemuan di Amsterdam, Belanda, guna membicarakan cara mengatasi krisis pengungsi yang sudah nyaris tak tertangani.

Jika Uni Eropa tak sanggup mengeluarkan solusi yang efektif dalam waktu dekat, integrasi Uni Eropa dikhawatirkan terancam.

Presiden Uni Eropa Donald Tusk sudah mengirim sinyal itu. Menurut dia, kebijakan bebas bepergian di wilayah Eropa bagi mereka yang memiliki paspor Schengen kemungkinan tak bisa lagi dipertahankan jika tak ada solusi yang disetujui bersama dalam dua bulan ke depan.

Pertemuan itu dinanti di tengah sejumlah isu sensitif yang dihadapi Uni Eropa terkait pengungsi asal Suriah dan Afganistan yang terus menyerbu Eropa, dengan rata-rata kedatangan 2.000 orang per hari.

Austria, Hongaria, Bulgaria, dan Slovenia kini secara terbuka menekan Yunani yang dianggap tak sanggup memelihara keamanan perbatasannya. "Yunani harus mampu mengamankan perbatasannya. Anggapan bahwa perbatasan Turki-Yunani sulit diamankan hanyalah mitos. Angkatan Laut Yunani memiliki kemampuan cukup," kata Menteri Dalam Negeri Austria Johanna Mikl-Leitner.

Belgia juga mulai tak sabar. Menteri Dalam Negeri Jan Jambon meminta Yunani untuk "melakukan apa yang harus dilakukan, yaitu kontrol".

Yunani yang merupakan "gerbang pertama" Eropa jadi bulan-bulanan mitranya karena dinilai gagal menyetop kedatangan pengungsi sebelum mereka menjejakkan kakinya di daratan Eropa. Sampai-sampai Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban beberapa waktu lalu mengeluarkan pernyataan pedas.

"Kalau memang Yunani tidak mampu menjaga perbatasannya, kita bisa ramai-ramai ke sana menjaganya," kata Orban.

Pekan lalu, Orban juga sudah mengultimatum akan mendirikan pagar di sepanjang perbatasan Bulgaria-Macedonia dan Yunani.

Persoalan pengungsi dipastikan akan mewarnai arah politik negara-negara Eropa yang akan melaksanakan pemilihan umum dalam dua tahun ke depan, seperti Jerman dan Perancis. Dukungan terhadap kandidat yang mengibarkan bendera anti imigran terus meningkat di sejumlah negara.

Di Perancis, dukungan terhadap tokoh kanan Marine Le Pen semakin meningkat. Fenomena serupa terjadi di Belanda, dengan dukungan yang menguat terhadap tokoh anti imigran, Geert Wilders.

Partai berkuasa Jerman, Uni Demokratik Kristen (CDU), beserta koalisinya, Uni Sosial Kristen (CSU), kini kerepotan menangani tekanan akibat kebijakan Kanselir Jerman Angela Merkel yang "ramah" dalam menyikapi krisis pengungsi. Pekan ini, tingkat popularitas CDU/CSU turun 2 persen.

Merkel bergeming. Ia tetap menolak tekanan kubu konservatif dan lawan politiknya untuk menutup perbatasan ataupun menyumbat jumlah pengungsi yang masuk ke Jerman. Sikap ini membuat para pendukungnya berjuang keras untuk mempertahankan popularitas partai (AP/AFP/MYR)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Januari 2016, di halaman 8 dengan judul "Perpecahan Mengintai Uni Eropa".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com