Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orang Jepang Tampaknya Terobsesi Seks, tetapi Hanya Sedikit yang Menikmatinya

Kompas.com - 25/01/2016, 15:33 WIB

TOKYO, KOMPAS.com — Jepang terkenal karena banyak hal dan obsesi orang Jepang   terhadap seks adalah salah satunya. Negara itu memiliki industri pornografi dan alat bantu seks yang paling kuat di dunia. Mereka menyiarkan iklan televisi untuk produk-produk yang sangat lumrah semacam permen dengan menampilkan tema-tema bernuansa seksual.

Jepang bahkan punya festival kesuburan tahunan yang memaradekan dua patung penis setinggi hampir dua meter di jalanan yang sibuk pada hari Minggu sore.

Namun, hampir setengah dari para lajang di Jepang tidak tertarik berkencan. Demikian lapor Sydney Morning Herald, Senin (25/1/2016). Para pakar pun memprediksi, situasi tersebut akan menyebabkan penurunan hingga sepertiga dari populasi negara itu dalam 45 tahun ke depan.

Menurut sebuah survei tentang orang-orang yang tidak pernah menikah oleh National Institute of Population and Social Security Research, sebanyak 27,6 persen pria lajang dan 22,6 persen perempuan lajang tidak punya ketertarikan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis.

Para peneliti kemudian mengutip data statistik tersebut untuk berpendapat bahwa sebagian besar orang Jepang tidak memiliki hasrat pada seks. Mereka bahkan mungkin punya keengganan terhadap seks.

Ayumu Ochiai, peneliti yang berbasis di Tokyo, mengatakan, "Sebanyak 41,6 persen pria berusia 20-an tahun tidak pernah berkencan dengan siapa pun."

Jumlah pria yang tidak memiliki pengalaman seksual berkurang seiring berlalunya waktu. Namun, pada usia 34 tahun, masih banyak yang belum mengalami seks, yaitu 26,1 persen. Untuk perempuan pada usia yang sama, angkanya agak lebih sedikit, yaitu sekitar 23,8 persen.

Hal itu tidak berarti bahwa mereka semua ingin tetap lajang. Ochiai mengatakan, penelitiannya menunjukkan bahwa hampir 90 persen kaum lajang ingin menikah pada akhirnya. Pemerintah Jepang memberikan perkiraan yang sama.

Namun, cukup mudah untuk menemukan orang Jepang yang punya sedikit minat dalam mengembangkan hubungan. Yuki Kobari, berusia 30-an tahun, mengatakan, dia pernah berkencan beberapa tahun lalu. Namun, menjalin hubungan dengan seseorang sekarang, kata dia, akan menjadi beban. Kini, waktu luangnya menjadi miliknya sendiri.

"Saya dapat menyibukkan diri dengan hobi saya dan melakukan apa yang saya inginkan," ujarnya.

Pria itu mengakui bahwa hal itu mungkin tidak selalu menjadi preferensinya, meskipun ia merasa dirinya masih punya waktu sebelum harus khawatir tentang membuat komitmen. Dia, katanya, masih punya waktu empat atau lima tahun untuk membuat keputusan.

Kebiasan memberikan dorongan terkait kurangnya minat akan pernikahan mengalami perubahan dalam adat istiadat sosial Jepang yang konservatif. Sebanyak 31 persen para lajang Jepang mengakui bahwa salah satu motivasi untuk memilih pasangan adalah agar bebas dari tekanan keluarga. Namun, tekanan itu sekarang jelas berkurang ketimbang dulu. Lagi pula, dewasa ini lebih mudah untuk menjadi lajang.

"Dunia ini memadai untuk orang lajang sehingga tidak banyak ketidaknyamanan," kata seorang pria Jepang lain yang berusia 30-an tahun. "Saya tidak bisa membayangkan ada orang lain dalam hidup saya."

Hal itu, kata dia, dengan ragu-ragu, termasuk kemungkinan untuk punya mitra seks. "Sejujurnya, pada dasarnya, saya bingung mengatakannya. Baiklah, saya tidak ingin ada orang lain dalam hidup saya, jadi seks termasuk bagian dari itu."

Kota-kota besar Jepang menawarkan kenyamanan khusus buat kebutuhan para lajang, termasuk secara fisik. Bahkan, boneka seks yang seakan mirip manusia hidup mudah ditemukan buat mereka yang ingin sentuhan manusia tanpa menyentuh manusia benaran. Bagi banyak para lajang di Jepang, tampaknya, tidak ada kebutuhan untuk punya pasangan manusia benaran.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com