Bantahan ini menanggapi laporan hasil investigasi selama setahun oleh Komisi HAM Asia (AHRC) mengenai peristiwa pembunuhan, pemerkosaan dan penyiksaan terhadap 4 ribu warga sipil Papua lebih dari 45 tahun yang lalu.
Laporan itu menuding Australia menyuplai 2 helikopter yang digunakan dalam operasi militer di Papua tersebut. Departemen Pertahanan menyatakan arsip yang dimiliki mereka mencatat cerita yang berbeda.
Dalam pernyataannya yang diberikan kepada ABC, Departemen Pertahanan menyatakan :
"Dari tahun 1976 sampai 1981, unit pertahanan terlibat dalam Operasi Cenderawasih, untuk melakukan survei dan memetakan Irian Jaya".
"Helikopter Iroquois, Caribou, Canberra serta Hercules C-130 Hercules Australia turut digunakan untuk melakukan operasi itu di Irian Jaya."
"Markas besar operasi tersebut di Bandara Udara Mokmer di Pulau Biak."
Pernyataan tersebut menyebutkan pertanyaan lanjutan terkait isu ini harus diajukan melalui permohonan atas kebebasan informasi.
Juru bicara Departemen Pertahanan Australia bidang luar negeri dan perdagangan mengatakan mereka tidak dalam posisi untuk memberikan komentar mengenai situasi di Papua pada periode 35 tahun yang lalu.
"Kebijakan pemerintah Australia saat ini terhadap Papua sudah jelas: kita mengutuk semua kejahatan terhadap warga sipil maupun kejahatan yang dilancarkan kepada personil keamanan. Situasi HAM saat ini di Propinsi Papua tidak seperti yang digambarkan didalam laporan AHRC.”
"Permohonan apapun untuk mengakses catatan Departemen Pertahanan selama periode yang dimaksudkan harus ditujukan kepada Lembaga Arsip Nasional sesuai ketentuan arsip tahun 1983.”
Sebelumnya, hasil penelitian sebuah lembaga HAM yang bermarkas di Hongkong Asian Human Right Commission (AHRC) menyebut AS dan Australia mendukung militer Indonesia melakukan pembantaian di Papua pada akhir 1970-an.
Bentuk dukungan itu berupa bantuan sejumlah helikopter dari Australia. Sementara Amerika Serikat memberikan bantuan berupa pesawat-pesawat tempur.
Laporan ini berjudul "The Neglected Genocide - Human Rights abuses against Papuans in the Central Highlands, 1977 - 1978" (Pembantaian yang Terabaikan- Pelanggaran HAM terhadap warga Papua di Daerah Pedalaman Tengah, 1977-1978).
Laporan tersebut mencatat kekerasan yang terjadi saat Indonesia meluncurkan beberapa operasi militer di sekitar Wamena dalam rangka membendung usaha mencapai kemerdekaan Papua setelah pemilihan umum tahun 1977.
ARHC mengadakan kunjungan lapangan, mewawancara sejumlah saksi, dan memeriksa catatan sejarah. Badan ini telah mengumpulkan 4.416 nama yang dilaporkan dibunuh oleh militer Indonesia dan menyatakan bahwa jumlah korban tewas akibat penyiksaan, penyakit dan kelaparan berbuntut kekerasan tersebut bisa jadi lebih dari 10.000 orang.