Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak-anak di Gaza Tewas Perlahan akibat Malnutrisi

Kompas.com - 27/06/2024, 09:58 WIB
Paramita Amaranggana,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

Sumber CNN

“Satu-satunya air yang kami miliki adalah yang kami dapatkan sebagai bantuan. Orang-orang menderita akibatnya, itu tak terlukiskan,” kata seorang warga sipil bernama Hassan Kalash. “Kami sakit dan tidak memiliki kekuatan untuk mengangkut air… Pipa air rusak. Kami tidak memiliki infrastruktur air.” 

Baca juga: Perancis-Yordania Desak Israel Cabut Pembatasan Bantuan ke Gaza

Setidaknya 67 persen fasilitas air dan sanitasi di Jalur Gaza telah hancur atau rusak dalam delapan bulan terakhir, kata UNRWA. Kelima pabrik pengolahan air limbah di Gaza juga telah ditutup, menurut Program Lingkungan PBB.

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menuduh otoritas Israel telah menghalangi akses bantuan kemanusiaan ke Gaza utara. Selama tiga minggu pertama di bulan Juni, sebanyak 36 truk pembawa bantuan yang difasilitasi Israel telah diberikan izin masuk mencapai Gaza sementara 35 truk lainnya ditolak aksesnya, dihalangi, atau dibatalkan karena alasan logistik, operasional, atau keamanan.

Hal tersebut berdampak sangat nyata, salah satunya di Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa di Gaza tengah, di mana Razan yang berusia lima tahun terbaring lemah.

“Dia berubah setelah perang. Dia menjadi lemah,” kata bibinya, Um Razan Mheitem, kepada CNN. Ia kemudian bercerita bahwa keponakannya itu juga mengalami radang kulit karena kekurangan gizi.

“Kami tidak dapat menemukan apapun untuknya. Semua yang ada di pasar mahal, atau tidak tersedia.”

Tak Ada Pilihan Lain Selain Menanti Kematian

Menurut lembaga bantuan dan petugas kesehatan, bayi yang baru lahir dan ibu hamil merupakan kelompok yang paling berisiko mengalami kekurangan gizi dan dehidrasi di Gaza. Ibu hamil yang kekurangan gizi memiliki kemungkinan besar akan melahirkan bayi prematur, dan bayi yang baru lahir dengan berat badan terlalu rendah memiliki resiko kematian yang jauh lebih tinggi.

Di Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza utara, dokter tidak dapat menyelamatkan seorang bayi hanya empat hari setelah kelahirannya. CNN merekam momen-momen sebelum kematian bayi bernama Amal itu. Amal terlihat menarik napas berat di dalam inkubator setelah ibunya, Samaher, melahirkan prematur.

“Bayi-bayi ini sekarat. Itu keputusan Tuhan, tetapi disebabkan oleh manusia,” kata ayahnya, Ahmed Maqat kepada CNN setelah kematian bayinya. Selama berbulan-bulan sepanjang masa kehamilannya, Samaher tidak mampu tidur, makan, atau minum, kata Maqat.

“Semua orang di tempat tidur ini saat ini berisiko meninggal. Kami menunggu mereka meninggal satu per satu... Kami tidak punya kehidupan.”

Bagi para bayi yang pada akhirnya berhasil selamat, penderitaan mereka tak berhenti sampai di situ. Banyak ibu yang mengalami dehidrasi dan kekurangan gizi sehingga tidak mampu menyusui bayi mereka. Kondisi diperburuk dengan minimnya persediaan susu alternatif.

Seorang warga Palestina lain di Rumah Sakit Kamal Adwan mengatakan kepada CNN bahwa putranya yang menderita radang esofagus tidak dapat mengakses susu kedelai. Padahal, susu tersebut sangat dibutuhkan bagi orang-orang yang memiliki kondisi seperti itu.

“Dia hampir tidak bisa duduk,” katanya tentang anaknya yang baru berusia dua tahun. “Dia bahkan tidak bisa merangkak, tidak bisa berjalan.”

Saat ini, terdapat sekitar 250 pasien yang sedang menerima perawatan untuk kekurangan gizi di rumah sakit dan hanya ada dua pusat stabilisasi yang beroperasi bagi anak-anak yang mengalami kekurangan gizi parah di Gaza, menurut laporan OCHA.

Para dokter di sana mengaku bahwa mereka seringkali tak mampu merawat bayi yang menunjukkan gejala kekurangan gizi, termasuk masalah pernapasan, infeksi dada, dan dehidrasi parah akibat kurangnya pasokan medis. Selain itu, pasien yang kekurangan gizi dengan penyakit kronis atau menular cenderung tidak pulih akibat meningkatnya penyebaran penyakit di tempat pengungsian, kata seorang dokter anak setempat kepada CNN. Pihak berwenang di Gaza saat ini telah mencatat lebih dari 1,4 juta kasus penyakit menular sejak 7 Oktober tahun lalu.

Di Khan Younis, Ismail Madi mengatakan kepada CNN betapa khawatirnya ia terhadap putranya yang berusia empat tahun, Ahmad, yang menderita penyakit kuning akibat kekurangan gizi.

“Anak saya tidak akan mampu bertahan hidup,” katanya. “Saya meminta presiden Amerika Joe Biden… untuk campur tangan,” tambah Madi, “untuk menyelamatkan anak ini yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan konflik politik apa pun.”

Sayangnya, putra Madi meninggal hanya beberapa hari kemudian setelah wawancara tersebut. Kini, Madi masih harus sibuk mengurus anak-anaknya yang lain.

“Sangat sulit memberi makan keluarga beranggotakan 10 orang di masa sulit ini.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Warga Yahudi Ultra-Ortodoks Israel Harus Ikut Wajib Militer, Apa Dampaknya bagi Perang Saat Ini?

Warga Yahudi Ultra-Ortodoks Israel Harus Ikut Wajib Militer, Apa Dampaknya bagi Perang Saat Ini?

Internasional
Perang Israel-Hezbollah Kali Ini Mungkin Akan Jauh Lebih Berbahaya

Perang Israel-Hezbollah Kali Ini Mungkin Akan Jauh Lebih Berbahaya

Internasional
Ada Apa di Balik Protes di Kenya yang Tewaskan 22 Orang?

Ada Apa di Balik Protes di Kenya yang Tewaskan 22 Orang?

Internasional
Siapa Julian Assange dari Wikileaks dan Apa yang Lakukannya?

Siapa Julian Assange dari Wikileaks dan Apa yang Lakukannya?

Internasional
Anak-anak di Gaza Tewas Perlahan akibat Malnutrisi

Anak-anak di Gaza Tewas Perlahan akibat Malnutrisi

Internasional
Mengenal 'Diplomasi Panda' China dan Kontroversinya

Mengenal "Diplomasi Panda" China dan Kontroversinya

Internasional
Mengapa Kaum Muda Eropa Mulai Tertarik dengan Partai-Partai Ekstrem Kanan?

Mengapa Kaum Muda Eropa Mulai Tertarik dengan Partai-Partai Ekstrem Kanan?

Internasional
Cara Siniar Jerman Lacak Anggota Tentara Merah yang Kabur 30 Tahun

Cara Siniar Jerman Lacak Anggota Tentara Merah yang Kabur 30 Tahun

Internasional
Anak Muda Tak Mau Jadi Petani, Jepang Terancam Kekurangan Makanan

Anak Muda Tak Mau Jadi Petani, Jepang Terancam Kekurangan Makanan

Internasional
Rute Penyelundupan Migran ke AS: Peran Jaringan 'Mama Afrika' (III)

Rute Penyelundupan Migran ke AS: Peran Jaringan "Mama Afrika" (III)

Internasional
Serangan Teroris di Dagestan dan Masalah Radikalisme di Rusia

Serangan Teroris di Dagestan dan Masalah Radikalisme di Rusia

Internasional
Rute Baru Penyelundupan Migran ke AS: Nikaragua Jadi Tempat Transit (II)

Rute Baru Penyelundupan Migran ke AS: Nikaragua Jadi Tempat Transit (II)

Internasional
China Disebut Bisa Ambil Alih Taiwan Tanpa Invasi

China Disebut Bisa Ambil Alih Taiwan Tanpa Invasi

Internasional
Rute Baru Penyelundupan Migran ke AS Bertarif Rp 1,1 Miliar, Pakai Pesawat Carter (I)

Rute Baru Penyelundupan Migran ke AS Bertarif Rp 1,1 Miliar, Pakai Pesawat Carter (I)

Internasional
Apa Itu Proyek NEOM Milik Arab Saudi?

Apa Itu Proyek NEOM Milik Arab Saudi?

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com