Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Apa di Balik Protes di Kenya yang Tewaskan 22 Orang?

Kompas.com - 27/06/2024, 15:57 WIB
Paramita Amaranggana,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

SEBANYAK 22 orang tewas dalam protes mematikan yang terjadi di Kenya pada Selasa (25/6/2024). Data itu menurut Kenya National Human Rights Commission. Kepolisian Kenya dilaporkan telah melepas tembakan yang mengakibatkan kematian banyak demonstran di hari itu. Sebagian gedung parlemen Kenya juga mengalami kerusakan akibat dibakar para demonstran.

Walau tak ada lagi kekerasan yang dilaporkan pada keesokan harinya, namun masyarakat Kenya masih ketakutan.

Ibu dari seorang remaja yang tewas pada protes hari Selasa, Edith Wanjiku, mengatakan kepada wartawan bahwa polisi yang menembak putranya patut didakwa karena telah membunuh anaknya yang baru berusia 19 tahun dan tidak bersenjata.

“Dia baru saja menyelesaikan sekolah dan melakukan protes damai,” katanya.

Kenya telah bergulat dengan banyak demonstrasi besar-besaran. Meski begitu, demonstrasi baru-baru ini merupakan serangan terhadap pemerintah Kenya terbesar yang pernah terjadi dalam beberapa dekade terakhir.

Apakah yang menyebabkan Kenya masuk ke dalam situasi mematikan tersebut?

Rancangan Undang-Undang Keuangan Kontroversial

Aksi protes itu bermula dari rancangan undang-undang (RUU) keuangan yang menguraikan bagaimana pemerintah akan membelanjakan uang. RUU ini biasanya diajukan ke parlemen sebelum dimulainya tahun fiskal. Di Kenya, tahun fiskal berlangsung dari Juli hingga Juni.

Para demonstran yang umumnya kaum muda Kenya yang mengaku datang dari Generasi Z telah melakukan unjuk rasa selama berhari-hari guna menentang RUU keuangan negara terbaru. Menurut mereka, RUU itu akan semakin memberatkan pajak para pekerja yang sebelumnya sudah terkena pajak berlebihan.

Setelah diprotes, pemerintah akhirnya memutuskan untuk membatalkan rencananya  mengenakan pajak sebesar 16 persen untuk roti dan bea sebesar 25 persen untuk minyak goreng. Namun, para pengunjuk rasa tak puas dan ingin agar keseluruhan RUU itu dibatalkan.

Walau menjadi pusat kekuatan ekonomi di Afrika Timur, Kenya faktanya masih harus bergulat dengan pengangguran di kalangan anak muda. Banyak warga Kenya masih harus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Mengapa Presiden William Ruto Ingin Naikkan Pajak?

Pemerintah Kenya ingin meningkatkan pendapatan untuk membayar kembali utang luar negeri sebanyak miliaran dolar. Utang publik Kenya saat ini mencapai sekitar 68 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Angka tersebut jauh lebih tinggi dari tingkat yang disarankan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia, yaitu maksimal 55 persen dari PDB. Di tahun 2022, utang luar negeri Kenya telah mencapai lebih dari 76 miliar dolar AS.

Melalui RUU 2024-25, pemerintahan Ruto berharap dapat mengumpulkan tambahan pendapatan sampai dengan 2,7 miliar dolar. Sementara itu, banyak warga Kenya menuduh pemerintah saat ini telah melakukan korupsi dan kesalahan manajemen pengeluaran.

Mereka percaya pemerintah telah mengalokasikan dana pajak ke hal-hal yang bukan prioritas. Misalnya, dalam RUU tersebut, Wakil Presiden, Rigathi Gachagua meminta dana 20 juta dolar untuk merenovasi kantornya. Ia beralasan, kantornya belum direnovasi dalam 15 tahun terakhir.

Karena itu juga, kritikus menyamakan Presiden Ruto dengan Zakheus, sosok dalam cerita  Alkitab yang merupakan seorang pemungut pajak yang biasa menipu orang dengan membesar-besarkan angka utang mereka kepada pemerintah Romawi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com