Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Najib Razak, Murid yang Dijungkalkan Gurunya

Kompas.com - 10/05/2018, 14:43 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

KUALA LUMPUR, KOMPAS.com - Mungkin saat ini Najib Razak sedang sibuk merenungi kekalahan koalisi pemerintah Barisan Nasional dalam pemilihan umum Malaysia yang digelar pada Rabu (9/5/2018).

Kekalahan Najib dari sang guru, Mahathir Mohamad tak hanya mengakhiri jabatannya tetapi juga menjungkalkan Barisan Nasional yang sudah 60 tahun berkuasa di Malaysia.

Apa penyebab Najib Razak dan Barisan Nasional yang dahulu amat kuat bisa dijungkalkan Mahathir, politisi veteran berusia 92 tahun?

Saat naik ke tampuk kekuasaan pada 2009, Najib yang juga putra salah satu pendiri Malaysia, dilihat sebagai sosok reformis.

Baca juga : Kalah secara Mengejutkan, Najib Razak Terima Hasil Pemilu Malaysia

Di masa jabatan pertamanya, Najib tak banyak melakukan perubahan misalnya mengganti undang-undang keamanan yang dikritik sebagai sarana memberangus perbedaan.

Langkah ini menawarkan harapan adanya perubahan taktik represif UMNO, partai dominan dalam koalisi Barisan Nasional yang sudah berkuasa enam dekade.

Namun, setelah merebut masa jabatan kedua pada 2013, Najib berubah.

1Malaysia Development Berhad (1MDB), sebuah lembaga investasi yang didirikan Najib untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, justru menjadi masalah ketika diketahui uang milik lembaga itu raib.

Kisah 1MDB mencuat pada 2013 ketika harian The Wall Street Journal mempublikasikan dokumen yang menunjukkan Najib menerima dana 681 juta dolar AS atau sekitar Rp 9,5 triliun ke rekening pribadinya.

Meski demikian baik Najib maupun 1MDB terus membantah telah melakukan kesalahan.

Sejak itu, secara perlahan berbagai tuduhan datang ke arah Najib. Bahkan Departemen Kehakiman AS menggelar kasus perdata untuk menyita aset bernilai 1,7 miliar dolar AS yang dibeli menggunakan uang 1MDB mulai dari properti hingga karya seni.

Dalam pidatonya tahun lalu Jaksa Agung AS Jeff Sessions mengecam semua yang terlibat dalam skandal ini dan menyebut kasus ini sebagai "kleptokrasi yang paling buruk".

Baca juga : Diduga Korupsi, Bagaimana Nasib Najib Razak Usai Kalah Pemilu Malaysia?

Saat kontroversi meningkat, Najib mulai bertindak keras. Dia menangkapi lawan-lawan politik dan menjebloskan mereka ke penjara dengan berbagai dakwaan.

Para pengkritik dibersihkan dari pemerintahan, sementara investigasi domestik membebaskan Najib dari seluruh dugaan tindak pidana korupsi.

Pemerintahannya semakin kehilangan popularitas tetapi turun gunungnya Mahathir ke kancah politik memimpin kelompok oposisi semakin menguatkan pertanda berakhirnya masa kekuasaan Najib.

Mahathir berani meletakkan taruhan dengan menantang bekas muridnya itu di pemilihan umum seraya berjanji akan mengusut kasus 1MDB hingga tuntas.

Awalnya para analis memprediksi koalisi Barisan Nasional yang dikomandani Najib dan sudah berkuasa sejak 1957, masih mampu mempertahankan dominasinya.

Alasannya, meski kasus 1MDB menyita perhatian dunia tetapi di kawasan pedesaan Malaysia, tempat tinggal 60 persen rakyat Malaysia, skandal tersebut bukan masalah terpenting.

Meski secara umum perekonomian Malaysia meningkat, banyak warga pedesaan yang berjuang keras memenuhi kebutuhan hidup yang terus meningkat.

Baca juga : Mahathir Sebut PM Najib Razak sebagai Seorang Monster

Mahathir amat sukses membujuk rakyat untuk meninggalkan Najib dan  menguasai kantong-kantong suara yang pada akhirnya membuah Pakatan Harapan mengungguli Barisan Nasional di berbagai TPS.

Bahkan, Pakatan Harapan berhasil memenangkan suara di negara bagian Serawak di Kalimantan dan Johor, tempat kelahiran partai UMNO.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com