Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpaksa Hancurkan Kota Marawi, Presiden Duterte Minta Maaf

Kompas.com - 20/06/2017, 20:24 WIB

ILIGAN, KOMPAS.com - Presiden Filipina Rodrigo Duterte meminta maaf karena terpaksa melakukan serangan militer ke Kota Marawi, hingga kota berpenduduk mayoritas Muslim itu menjadi reruntuhan.

Duterte mengaku tindakan itu harus dilakukan demi menghancurkan kelompok teroris yang mengaku berkiblat ke gerombolan teroris Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS), yang bersarang di sana. 

Selain itu, Duterte juga meyebut, serangan udara yang didukung Amerika Serikat di Marawi akan berlanjut.

Sebab, konflik di wilayah selatan negara itu sudah memasuki minggu kelima, tanpa tanda akan berakhir. Selain itu, jumlah korban pun dilaporkan telah bertambah hingga 370 orang.

"Saya sangat, sangat, sangat menyesal bahwa ini terjadi. Semoga segera Anda akan segera menemukan kata maaf di dalam hati Anda untuk tentara dan pemerintahan saya, dan bahkan untuk saya."

Demikian kalimat yang meluncur dari mulut Duterte dalam sebuah pidato di sebuah pusat evakuasi di Iligan, di dekat Kota Marawi, Selasa (20/6/2017).

Iligan menjadi tempat penampungan bagi warga sipil yang berhasil melarikan diri dari kepungan teroris di Marawi. 

Pertempuran itu telah mengubah wajah Marawi dari pusat perdagangan yang ramai menjadi kota yang mirip dengan wilayah perang di Irak atau Suriah.

Konflik ini berawal saat ratusan anggota teroris melambai-lambaikan bendera hitam ISIS, dan mulai mengamuk di Marawi pada tanggal 23 Mei lalu.

Mereka mulai membakar kota dan menyandera warga-warga sipil, terutama yang beragama Kristen. 

Baca: Selain Bakar Gereja, Kelompok Militan Culik Pastor dari Kota Marawi

Tak lama berselang, Duterte segera memberlakukan darurat militer di seluruh wilayah selatan Mindanao.

Dia meyakini, serangan tersebut merupakan awal dari sebuah usaha ISISI untuk menetapkan kekhalifahan di Filipina.

Militer Filipina pun diterjunkan dengan pesawat dan helikopter untuk meledakkan posisi musuh.

Sementara, AS memberikan bantuan dalam serangan udara yang dilakukan dengan risiko menghantam warga sipil dan tentara Filipina sendiri. 

Pengeboman tersebut terjadi, setelah para teroris tetap bersembunyi dengan berlindung di ruang-ruang bawah tanah anti-bom dan bergerak melalui terowongan.

Baca: Terungkap, Mengapa Milisi Maute di Marawi Sulit Ditaklukkan

Ratusan warga sipil masih diyakini terjebak di daerah yang dikuasai militan, data tersebut dilansir pihak pemerintah, dan juga pekerja bantuan.

Duterte mengatakan, pasukan darat akan kalah dalam pertempuran jika bertempur tanpa dukungan udara.

"Militer mengatakan jika kita tidak menggunakannya (bom), kita akan terseret lebih dalam lagi, kita akan selesai," kata Duterte.

"Jika kita tidak menggunakannya, tentara kita semua akan terbunuh."

Beberapa jam sebelum Duterte berbicara, pesawat Philippine OV-10 Bronco terlihat melakukan serangan ke Marawi, diikuti oleh ledakan yang memekakkan telinga.

Enam puluh dua tentara tewas dalam konflik tersebut, termasuk 10 orang tewas dalam sebuah pengeboman. 

Telah tercatat, tiga polisi dan 26 warga sipil yang juga sekarat dalam konflik tersebut, dengan 19 warga meninggal karena penyakit di kamp-kamp pengungsian.

Pemerintah telah melaporkan, 258 teroris terbunuh, termasuk seorang Chechnya, seorang Libya, Malaysia, dan orang asing lainnya.

Menurut pihak berwenang, pemimpin utama militan, termasuk seorang Filipina yang menjadi buronan paling dicari Pemerintah AS, masih berada di Marawi.

Baca: Menengok Sepak Terjang Maute Bersaudara di Filipina

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com