Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Talak Tiga" dan Perceraian Instan, Beban Berat Perempuan Muslim India...

Kompas.com - 03/07/2016, 11:41 WIB

MUMBAI, KOMPAS.com - Beberapa jam setelah Shagufta Sayyd menikah, suaminya sudah mengaku bahwa dia telah memiliki hubungan spesial dengan perempuan lain.

Lelaki itu pun dengan lugas mengungkapkan kepada Sayyd bahwa pernikahan mereka berdua tak bisa dilanjutkan lagi.

Kesaksian itu diungkapkan langsung oleh Sayyd, perempuan berusia 21 tahun, seperti dilansir laman Associated Press, Minggu (3/7/2016).

Lelaki itu mengaku menikahi Sayyd hanya sekadar untuk menyenangkan ibunya.

"Dia bilang, tidak, saya tidak mau hidup dengan kamu," ungkap perempuan itu mengutip pernyataan suaminya.

"Lalu dia bilang, cerai, cerai, cerai, tiga kali, setelah itu selesai," ungkap Sayyd lagi.

Kendati telah menghadapi kenyataan pahit itu, Sayyd tetap berkeras untuk menggunakan nama keluarga suaminya di belakang nama dia.

Hal itu akan dia lakukan hingga keputusan cerai resmi keluar dari pengadilan di India.

Namun, seperti layaknya perempuan Suni yang menjadi kaum minoritas di India, takdir dan status Sayyd sepenuhnya tunduk pada hukum privat Muslim yang mengikuti ajaran Islam.

Ketika seorang lelaki mengucapkan "talak tiga" maka seketika itu pula perceraian terjadi.

Model perceraian instan ini sebenarnya telah dilarang di 20 negara Muslim, termasuk negara tetangga India, yaitu Pakistan dan Banglades. 

Namun, di India, praktik itu masih sangat dimungkinkan. Negara ini dikenal melindungi aturan tiap agama. Tak cuma Islam, tetapi juga Kristen dan Hindu pun sepenuhnya tunduk pada aturan agama mereka masing-masing. 

Talak
Sebagian besar dari 170 juta warga Muslim di India adalah pengikut aliran Suni. Selama ini hal-hal yang menyangkut persoalan atau sengketa keluarga diatur dengan hukum Islam. 

Dalam hukum tersebut termasuk memungkinkan seorang lelaki untuk menceraikan istri atau istri-istrinya, dengan hanya mengucapkan "talak" tiga kali. Talak dalam bahasa Urdu berarti cerai.

Dengan aturan itu, kapan pun dan dengan media apa pun, misalnya telepon, pesan pendek, atau bahkan unggahan di media sosial, perceraian bisa terjadi. 

Kaum perempuan di India pun terlihat mulai mencari cara untuk melawan aturan itu. Perempuan Muslim di India merasa seperti tak memiliki hak yang sama dengan kaum laki-laki.

Bahkan, setelah diceraikan oleh suami, para perempuan tidak bisa mengklaim tunjangan hidup, meski masih bisa menagih pembayaran sejumlah tagihan rumah tangga untuk tempo tiga bulan setelah perceraian. 

"Kaum perempuan di sini dapat diceraikan dengan sangat cepat, bahkan hanya dengan mengirimkan surat. Beberapa dengan ringannya mengucapkan talak tiga kali dan perceraian terjadi," ungkap Noorjehan Safia Niaz.

Noorjehan Safia Niaz adalah salah satu pendiri Bhartiya Muslim Mahila Andolan, atau Kelompok Pergerakan Perempuan Muslim di India.

Melawan
Pergerakan yang didirikan Niaz ini berjuang dan melakukan perlawanan untuk mendapatkan hak yang sama dengan kaum laki-laki, sejak enam tahun terakhir.

"Ada sejumlah kasus di mana perempuan tidak mengetahui bahwa dirinya telah diceraikan," ungkap Niaz.

"Lantas anak-anak yang lahir dari pernikahan itu pun kemudian tumbuh tanpa ada dukungan dari ayahnya," sambung dia.

"Jadi sangat nyaman bagi laki-laki Muslim di sini untuk mengatakan talak, dan lalu menyingkirkan perempuan tersebut dari kehidupannya," urai Niaz.

Sejumlah ahli hukum di India memandang praktik ini sesungguhnya bertentangan dengan hukum.

Di sisi lain, Mahkamah Agung di India pun telah mendorong untuk dilakukan penyeragaman dalam hal undang-undang yang menyangkut perkara macam ini.

Pada tahun 1985, Pengadilan Tinggi India menjatuhkan sanksi kepada seorang laki-laki untuk membayar tunjangan hidup bagi istrinya, setelah dia menyatakan cerai dan mengabaikan perempuan tersebut.

Namun, Pemerintah India kala itu membatalkan putusan itu melampaui kekuasaan hukum, dengan dalih demi melindungi berlakunya hukum perceraian Muslim.

Belakangan muncul tuduhan bahwa para petinggi pemerintahan di India berada di bawah tekanan dari para pemimpin Muslim. Mereka harus tetap menjauh dari isu-isu tersebut jika tak ingin kehilangan dukungan politik. 

Kondisi semacam ini tentu menjadi perjuangan tersendiri bagi aktivis pergerakan perempuan di India.

Mereka mencatat, India sudah lama melarang pembayaran mas kawin dari orangtua pihak perempuan kepada keluarga calon pengantin pria sebelum pernikahan. Tetapi, tradisi ini masih banyak terjadi dalam tradisi Hindu kuno, dan berlangsung terbuka.

Dan, baru-baru ini, Pemerintah India membuang hukum Hindu yang melarang perempuan mewarisi harta kekayaan dari ayah mereka.

Namun, yang membuat aturan "perceraian instan" sulit dicabut adalah kenyataan bahwa hukum itu tidak terkodifikasi, dan terbuka untuk beragam penafsiran dan penyesuaian.

Seorang pengacara perempuan di India memandang ada yang keliru dengan penerapan aturan tersebut.

"Ini tak ubahnya seperti peraturan yang kejam yang berlaku di India," ungkap pengacara bernama Monika Arora itu.

"Seharusnya sebagai negara yang progresif, India tidak memberikan toleransi atas aturan tersebut," sambung dia.

Dukungan
Hingga awal bulan ini, kelompok pergerakan perempuan Muslim di India sudah mengumpulkan lebih dari 50.000 tanda tangan sebagai bentuk dukungan untuk mendesak pemerintah bertindak atas aturan perceraian itu. 

Petisi itu ditambahkan ke dalam berkas bukti yang disampaikan kepada Mahkamah Agung yang mendalami tuntutan tersebut.

Sejauh ini Mahkamah Agung telah meminta pendapat Pemerintah terkait persoalan ini, sebelum menggelar rapat dengar pendapat.

"Sejak tahun 1950-an, hukum privat Hindu di India telah mengalami sejumlah pengembangan dan penyesuaian," ungkap Arora.

"Mengapa hukum Muslim masih belum juga 'terjamah'?" sambung dia.

Dia memandang, India seharusnya mengikuti kebijakan yang berlaku di banyak negara Islam lain, seperti Turki, Siprus, Pakistan, dan Banglades. "Mereka semua melarang pemberlakuan talak tiga," kata dia.

"Tentu akan banyak resistensi," sambung Arora lagi.

Pindah agama
Sejumlah lembaga Islam di India, termasuk kelompok garis keras Raza Academy yang berbasis di Mumbai, menyebut, perempuan Islam mana pun yang keberatan dengan aturan itu dapat dengan mudah berpindah agama.

Salah satu pemuka agama di akademi itu, Mohammad Saeed Noori, mengakui memang ada kemungkinan seorang laki-laki menerapkan dengan salah ketentuan "talak tiga" tersebut.

"Jangan jatuhkan talak tiga, jika masih ada satu. Banyak orang menerapkannya dengan keliru," ungkap Noori.

"Jika mereka mengucapkannya tiga kali, maka memang dengan seketika perceraian terjadi. dan perempuan itu harus segera meninggalkan rumah suaminya," sambung dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com