JAKARTA, KOMPAS — Meskipun tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951, sikap Indonesia yang mengizinkan ribuan pencari suaka dan pengungsi tinggal sementara di Indonesia mendapat apresiasi dari komunitas internasional.
Kepala Perwakilan Komisariat Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) di Indonesia Thomas Vargas di Jakarta, akhir pekan lalu, mengatakan, Indonesia memberi ruang bagi lembaga-lembaga dunia, seperti UNHCR dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), mencari alternatif solusi jangka panjang untuk para pengungsi.
Langkah itu penting karena banyak pengungsi hidup terkatung-katung dalam penantian.
Harapan mereka menipis di tengah-tengah krisis, konflik, persekusi, dan pelanggaran HAM yang memaksa mereka meninggalkan kampung halaman.
Lonjakan pengungsi di Eropa juga memaksa mereka harus tinggal lebih lama di Indonesia.
Jumlah pencari suaka dan pengungsi di Indonesia saat ini, menurut data UNHCR, sebanyak 13.745 orang.
Sebanyak 5.492 orang tinggal secara mandiri, dan 3.878 pengungsi tinggal di 53 rumah penampungan yang tersebar di delapan kota di Indonesia, seperti Medan, Pekanbaru, dan Jakarta.
Sebagian kecil ditampung di kamp pengungsi, seperti di kamp Timbang Langsa, Langsa, dan Bayeun, Aceh Timur.
Positif
Di kamp Timbang Langsa, perjumpaan antara pengungsi dan warga setempat menghasilkan relasi positif.
Mereka berbagi fasilitas, seperti lapangan olahraga, tempat bermain anak, dan klinik kesehatan yang disediakan sejumlah lembaga donor, seperti Dompet Dhuafa, Dokter Lintas Batas (MSF), Save The Children, dan Kelompok Peduli Muslim.
Hal itu sesuai kebijakan Pemerintah Kota Langsa yang tidak ingin lembaga donor berebut program dan berbenturan saat melayani pengungsi.
Langkah itu sekaligus menjawab persoalan pendanaan karena pengelolaan pengungsi tidak boleh mengambil dana dari APBD.
Secara khusus, Pemerintah Kota Langsa menyediakan lahan seluas 6 hektar, bagian dari 24 hektar lahan bekas perkebunan kelapa sawit yang diproyeksikan untuk pengembangan permukiman warga pinggir sungai dan rel kereta api.
Menurut Kepala Satuan Tugas Penanganan Pengungsi Kota Langsa Suriyatno, kebijakan itu memantapkan proses prakondisi dan sosialisasi antarwarga yang dilakukan Jesuit Refugee Service (JRS) sebelum para pengungsi Rohingya dipindahkan dari Pelabuhan Kuala Langsa ke Timbang Langsa.