Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Pengungsi Sedunia, UNHCR Apresiasi Peran Indonesia

Kompas.com - 20/06/2016, 10:50 WIB
JOS/BEN/LUK/MYR/ WSI/KOR/RAZ

Penulis

JAKARTA, KOMPAS — Meskipun tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951, sikap Indonesia yang mengizinkan ribuan pencari suaka dan pengungsi tinggal sementara di Indonesia mendapat apresiasi dari komunitas internasional.

Kepala Perwakilan Komisariat Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) di Indonesia Thomas Vargas di Jakarta, akhir pekan lalu, mengatakan, Indonesia memberi ruang bagi lembaga-lembaga dunia, seperti UNHCR dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), mencari alternatif solusi jangka panjang untuk para pengungsi.

Langkah itu penting karena banyak pengungsi hidup terkatung-katung dalam penantian.

Harapan mereka menipis di tengah-tengah krisis, konflik, persekusi, dan pelanggaran HAM yang memaksa mereka meninggalkan kampung halaman.

Lonjakan pengungsi di Eropa juga memaksa mereka harus tinggal lebih lama di Indonesia.

Jumlah pencari suaka dan pengungsi di Indonesia saat ini, menurut data UNHCR, sebanyak 13.745 orang.

Sebanyak 5.492 orang tinggal secara mandiri, dan 3.878 pengungsi tinggal di 53 rumah penampungan yang tersebar di delapan kota di Indonesia, seperti Medan, Pekanbaru, dan Jakarta.

Sebagian kecil ditampung di kamp pengungsi, seperti di kamp Timbang Langsa, Langsa, dan Bayeun, Aceh Timur.

Positif

Di kamp Timbang Langsa, perjumpaan antara pengungsi dan warga setempat menghasilkan relasi positif.

Mereka berbagi fasilitas, seperti lapangan olahraga, tempat bermain anak, dan klinik kesehatan yang disediakan sejumlah lembaga donor, seperti Dompet Dhuafa, Dokter Lintas Batas (MSF), Save The Children, dan Kelompok Peduli Muslim.

Hal itu sesuai kebijakan Pemerintah Kota Langsa yang tidak ingin lembaga donor berebut program dan berbenturan saat melayani pengungsi.

Langkah itu sekaligus menjawab persoalan pendanaan karena pengelolaan pengungsi tidak boleh mengambil dana dari APBD.

Harian Kompas/Wawan H Prabowo Para guru bersiap untuk pulang usai mengajar di sekolah mandiri Cisarua Refugee Learning Centre, Jawa Barat, Kamis (2/6/2016). Sekolah tersebut dibentuk oleh para pengungsi Afganistan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi anak-anak pengungsi sejak 2014 lalu.

Secara khusus, Pemerintah Kota Langsa menyediakan lahan seluas 6 hektar, bagian dari 24 hektar lahan bekas perkebunan kelapa sawit yang diproyeksikan untuk pengembangan permukiman warga pinggir sungai dan rel kereta api.

Menurut Kepala Satuan Tugas Penanganan Pengungsi Kota Langsa Suriyatno, kebijakan itu memantapkan proses prakondisi dan sosialisasi antarwarga yang dilakukan Jesuit Refugee Service (JRS) sebelum para pengungsi Rohingya dipindahkan dari Pelabuhan Kuala Langsa ke Timbang Langsa.

Di kamp itu, para pengungsi Rohingya, seperti Zakaria (17), dilatih bercocok tanam, beternak itik, dan belajar bahasa Inggris. "Saya mau belajar sebelum ke Amerika Serikat," kata Zakaria.

Situasi kondusif di tempat penampungan membantu Zakaria fokus pada misi itu. Ia enggan mengikuti jejak sejumlah temannya yang kabur ke Malaysia.

Khairul Anim (16), pengungsi lain asal Arkhan, Myanmar, justru berandai-andai ingin tinggal di Aceh. Menurut dia, warga Aceh sangat ramah.

"Saya tidak mau ke Malaysia karena tidak ada keluarga. Tinggal di sini dua tahun atau lima tahun tidak masalah. Di sini kami hidup dengan baik, tidak dikejar-kejar," kata Khairul.

Wali Kota Langsa Tengku Usman Abdullah mengatakan, pengalaman rakyat Aceh dibantu oleh pemerintah dan masyarakat internasional saat dihantam tsunami menjadi alasan dasar mengapa mereka lebih terbuka menerima pengungsi.

Namun, Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri Hasan Kleib menegaskan, meskipun Indonesia bersedia menangani pengungsi, sifatnya tetap sementara.

Indonesia tidak menerapkan kebijakan reintegrasi dengan warga lokal.

Indonesia hanya menerapkan kebijakan repatriasi sukarela, dan bekerja sama dengan IOM dan UNHCR menempatkan mereka di negara ketiga, seperti Amerika Serikat, Kanada, Jerman, atau Australia.

Kepala Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara Maroloan J Barimbing juga menegaskan, sampai kapan pun para pencari suaka tidak akan pernah diberi izin tinggal di Indonesia.

Dalam pandangan imigrasi, mereka adalah orang asing yang harus diawasi dan dibatasi ruang geraknya.

"Mereka harus dikendalikan agar tidak menyebabkan ekses negatif, seperti kecemburuan sosial atau kedaulatan," katanya.

(Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Juni 2016, di halaman 1 dengan judul "Hari Pengungsi Sedunia, UNHCR Apresiasi Peran Indonesia")

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com