MELBOURNE, KOMPAS.com – Senyum Fatimah Husin mengembang. Bola matanya berbinar-binar saat bercerita perjalanannya menjalani Ramadhan jauh dari Tanah Air dan keluarga selama kurang lebih 12 tahun.
Keputusan orangtua mengirimnya ke Kuala Lumpur, Malaysia, saat berusia 17 tahun untuk berkuliah mengawali petualangannya menjalani Ramadhan seorang diri di negara lain. Hingga dia hijrah ke Melbourne, Australia, pada tahun keempat, Fatimah menjalaninya tanpa keluarga di dekatnya.
Namun, meski datang sebagai orang Indonesia yang memiliki budaya kegembiraan komunal, perempuan asal Lombok, Nusa Tenggara Barat, ini tidak berkecil hati. Fatimah mengaku, tak pernah menemukan dirinya kesepian. Kuncinya adalah menemukan “keluarga” baru yang menjadi pendukung kehidupan.
“Selama 12 tahun itu, setiap Ramadhan saya bersama teman-teman. Sampai orang-orang bertanya-tanya ‘kok loe bisa sih?’. Cuma dengan begitu, saya belajar bahwa teman-teman adalah keluarga. Ketika kami di rantau, jauh dari keluarga, yang penting punya teman-teman yang saling mendukung. Jadinya enggak ngerasa kesepian,” ungkap Fatimah saat ditemui Kompas.com sebelum salat tarawih pertama pada tahun ini di Masjid Jeffcott, Melbourne, Minggu (5/6/2016).
Meski demikian, Fatimah tidak sembarangan memilih teman-teman. Prinsip ini dipegangnya seiring dengan keputusannya untuk lebih disiplin mengikuti salat tarawih saat Ramadhan pertama setelah lulus kuliah.
Setelah bertanya ke beberapa orang, dia lalu memutuskan mendatangi sebuah masjid di Jeffcott Street, Melbourne, yang bisa ditempuh hanya beberapa menit dari tempat tinggalnya saat itu dengan berjalan kaki.
Sisters and brothers
Fatimah selalu berusaha hadir dalam sejumlah acara yang digelar oleh komunitas warga Indonesia saat Ramadhan. Bahkan saat Lebaran tiba, dia dan sejumlah teman akan berkunjung bergiliran ke rumah warga Indonesia yang sudah lama tinggal di Melbourne. Baginya, mereka sudah keluarga sendiri.
Namun, dia juga menemukan kehangatan yang sama ketika bertemu teman-teman dari negara lain di Masjid Jeffcott. Dari tidak kenal sama sekali menjadi akrab setelah menunaikan ibadah bersama selama bulan Ramadhan pada tahun sebelumnya.
"Jadi setiap hari ke sini kenalan sama jemaah di sini terus pelan-pelan punya teman, dari Malaysia, dari Brunei. Karena sama-sama orang Asia Tenggara jadi gampang kenalannya. Lama-kelamaan janjian terus sama mereka. Jadi menjalin pertemanan," kata perempuan berusia 29 tahun ini.
Ingatan Fatimah lalu melayang ke aktivitas Ramadhan-nya di Melbourne pada tahun-tahun sebelumnya. Bersama dengan teman-teman dari berbagai bangsa di masjid ini, dia mengikuti mulai dari acara buka puasa bersama (iftar), salat malam hari atau tahajud dan berdiam diri di masjid sambil beribadah atau iktikaf.
Contohnya, dari perempuan-perempuan muslim yang lebih tua di masjid ini, Fatimah mengaku banyak belajar mengenai keluarga dan kewajiban sebagai perempuan Muslim.
"Bahkan hal-hal kecil saat pertama kali saya mulai ke sini. Contohnya, saya pernah pakai celana panjang lalu ibu-ibu di sini bilang, 'Kalau bisa jangan pakai celana panjang ya, kalau bisa pakai rok'. Kayak hal-hal kecil seperti itu kan belajar, oh di Islam memang dianjurkan pakai rok. Jadi setelah beberapa tahun ke sini jadi kayak ditunggu-tunggu banget untuk bisa tarawih di sini," ungkapnya.
Menurut Fatimah, sang imam menerapkan pembacaan satu juz Al Quran setiap malam di bulan Ramadhan sehingga saat Ramadhan selesai, jemaahnya menyelesaikan 30 juz. Oleh karena itu, lanjut Fatimah, banyak pasangan suami istri rela datang jauh-jauh dari pinggiran Melbourne ke masjid ini.
"Imamnya rasanya seperti di Masjidil Haram. Satu hari satu juz. Kalau dia (membaca) doa qunut benar-benar terasa banget soul-nya, satu jemaah nangis semua. Subhanallah," katanya.
Masjid Jeffcott terbuka untuk kaum Muslim dari berbagai latar belakang etnis dan profesi. Saat salat tarawih pertama, Minggu (5/6/2016), bangunan bekas warehouse yang dialihfungsikan sebagai masjid ini dipenuhi jemaah yang hendak salat.
Dari komunitas yang multikultural ini, Fatimah banyak belajar tentang kehidupan komunitas Muslim dari berbagai negara, seperti Ethiopia, Lebanon, dan Turki. Fatimah merasa mereka dipersatukan oleh sukacita menjalani aktivitas selama bulan Ramadhan.
“Semua sisters and brothers. Itu rasanya istimewa sekali. Meski jauh dari keluarga, tetapi kita bisa mendapatkan rasa kekeluargaan dari saudara perempuan dan laki-laki dari negara lain,” ungkap Fatimah sambil tersenyum.
Tulisan ini dibuat dalam rangkaian perjalanan Kompas.com yang diundang ABC Australia Plus ke Australia, 14 Mei-15 Juni 2016, bersama MNC Group dan Detik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.