Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Alasan Australia Sadap Ani Yudhoyono (2)

Kompas.com - 15/12/2013, 15:41 WIB

Pada awal Juni 2006, para diplomat AS di Jakarta mencatat dalam sejumlah telegram mereka tentang upaya-upaya keluarga Presiden, "Terutama ibu negara Kristiani Herawati ... untuk mendapatkan keuntungan finansial dari posisi politiknya. Ibu negara Kristiani Herawati semakin berusaha untuk mendapat keuntungan pribadi dengan bertindak sebagai broker atau fasilitator untuk usaha bisnis.... Banyak kontak juga memberitahu kami bahwa anggota keluarga Kristiani telah mulai membangun perusahaan demi mengomersilkan pengaruh keluarga mereka."

Dalam masalah keamanan, diyakini bahwa badan-badan intelijen Australia juga menaruh minat terkait link ibu negara itu dengan kelompok Islam saat dia berusaha untuk mengamankan suara dari kelompok itu bagi suaminya. Ketika itu, dukungan rakyat untuk partai-partai Islam di Indonesia semakin berkurang. Dalam pemilihan parlemen pada April 2009 terungkap penurunan dukungan bagi partai-partai berbasis agama dari 38 persen p adatahun 2004 menjadi hanya 28 persen pada 2009 itu.

Namun, kelompok-kelompok Islam masih merupakan konstituen penting bagi keluarga yang berkuasa itu, terutama karena salah satu rival politik SBY dalam Pemilu 2009, yaitu Wakil Presiden Jusuf Kalla, mencoba untuk menggambarkan keluarga yang berkuasa itu tidak Islami. The Australian menulis, ketika Kalla menyebarkan desas-desus bahwa Ibu Ani mungkin seorang Kristen karena dia jarang memakai jilbab, tuduhan itu mendorong sang ibu negara untuk mulai memakai jilbab.

Pada Juli 2009, Kedutaan AS menulis, "Yudhoyono tahu pentingnya Islam di Indonesia, dia menjelaskan dia seorang Muslim yang taat dan dia telah melakukan ibadah haji. Ia juga menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang berbasis Islam yang telah bergabung dengan koalisinya, seperti PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Selain itu, dia saat itu mendukung isu-isu yang menjadi perhatian komunitas Muslim, termasuk mengenai Timur Tengah atau dengan mendukung RUU anti-pornografi yang kontroversial."

Tidak ada dugaan bahwa SBY atau Ibu Ani memberi dukungan finansial dan politik untuk elemen Islam radikal. Keduanya merupakan lawan gigih ekstremisme dan terorisme, dan pendukung kuat bagi Indonesia yang sekuler. Namun, selama satu dekade teror bom marak terjadi di Indonesia, badan-badan intelijen asing penasaran untuk tahu semua yang mereka bisa tahu tentang struktur kekuasaan dan hubungan antara Istana Presiden dan kelompok Islam besar, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

DSD dan lembaga lainnya juga sangat penasaran tahun 2009 itu untuk tahu lebih banyak soal aliansi politik Partai Demokrat dan PKS yang berbasis Islam, yang saat itu digambarkan penulis yang berbasis di Washington, Sadanand Dhume, sebagai versi Indonesia dari Ikhwanul Muslimin. "Para pemimpin partai itu (PKS) adalah pendukung vokal Abu Bakar Bashir, pemimpin spiritual Jemaah Islamiyah, kelompok teroris yang bertanggung jawab atas serangan bom bunuh diri di Bali yang menewaskan ratusan orang."

Pada Agustus 2009, ketika sejumlah dokumen yang dibocorkan Edward Snowden memperlihatkan DSD berusaha untuk memantau pemikiran para pemimpin Indonesia, termasuk SBY dan istrinya, para agen mata-mata Australia sedang sibuk dalam upaya untuk memecahkan misteri pengeboman yang terjadi bulan sebelumnya di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton Jakarta yang menewaskan tujuh orang, termasuk tiga warga Australia. Saat itu, dalang pengeboman Noordin Mohammad Top masih dalam pelarian. Dalam konferensi pers di luar Istana Presiden setelah serangan itu, SBY secara emosional menunjukkan sejumlah foto dirinya yang telah digunakan sebagai target oleh orang-orang bertopeng tak dikenal yang memegang senjata. "Aksi teroris ini diyakini telah dilakukan oleh kelompok teroris, tetapi belum tentu jaringan teroris yang sudah kita kenal sejauh ini di Indonesia," katanya. Hanya sebulan kemudian, Noordin M Top tewas dalam serangan yang dilakukan oleh tim antiteroris Indonesia.

Pengeboman di dua hotel itu menaikkan jumlah korban tewas warga Australia dalam pengeboman teroris di Indonesia menjadi 95 orang antara tahun 2002 dan 2009. Lembaga-lembaga mata-mata Australia punya minat besar soal pemikiran terdalam Presiden SBY dan istrinya pada masa bergejolak itu, ketika nyawa warga Australia jadi korban.

Meski demikian, ada perbedaan tentang bagaimana menafsirkan peristiwa di Indonesia itu, baik di dalam komunitas intelijen Australia maupun antara Canberra dan Washington. Orang-orang Amerika, terutama CIA, cenderung berpandangan pesimistis tentang Indonesia saat itu ketimbang Organisasi Intelijen Pertahanan Australia (DIO) dan kantor perdana menteri Office of National (ONA).

CIA lebih cemas ketimbang DIO atau ONA tentang prospek Indonesia bisa bergerak ke arah negara Islam yang berhaluan garis keras. CIA mendapat sejumlah dukungan dalam hal ini dari agen mata-mata domestik Australia, ASIO, yang lebih hati-hati tentang ancaman Islam Indonesia ketika itu dibandingkan badan-badan intelijen Australia lainnya.

Keputusan untuk menyadap telepon SBY, istrinya, dan pemimpin senior Indonesia lainnya mungkin telah dibuat DSD, tetapi juga bisa saja diminta oleh mitranya, NSA.

Perdebatan soal benar atau salah menyadap telepon pribadi SBY dan istrinya telah berlangsung di Australia beberapa bulan lalu. Para pengecam umumnya masuk dalam dua kubu, mereka yang menganggap bahwa semua bentuk mata-mata merupakan ilegal dan tidak bermoral, dan mereka yang menerima bahwa semua negara saling memata-matai, tetapi mempertanyakan apakah lembaga Australia telah melampaui batas ketika juga menyadap ibu negara Indonesia.

The Australian menutup artikel panjangnya dengan mengatakan, Indonesia adalah teman Australia tetapi juga sebuah raksasa, tetangga Islam yang secara historis tidak stabil yang demokrasinya relatif masih bayi, dan di mana teroris telah merenggut banyak nyawa warga Australia dalam satu dekade terakhir. Dalam konteks itu, keputusan untuk menyadap ibu negara Indonesia yang cerdas, berkuasa, yang digambarkan oleh para diplomat Amerika sebagai "cabinet of one" buat suaminya, Presiden Yudhoyono, tidaklah begitu mengejutkan.

Baca Juga: Inilah Alasan Australia Sadap Ani Yudhono (I)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com