Salin Artikel

Vatikan dan Vietnam Akan Menjalin Hubungan Diplomatik Penuh

Pada awal April ini, Uskup Agung Paul Richard Gallagher, Sekretaris Vatikan untuk Hubungan dengan Negara-negara dan Organisasi Internasional baru saja menyelesaikan perjalanan selama enam hari ke Vietnam. Dalam perjalanan itu, Gallagher bertemu dengan perdana menteri dan menteri luar negeri Vietnam untuk menyampaikan rasa terima kasih Vatikan kepada Vietnam atas upaya yang telah dikerahkan untuk memperbaiki hubungan antara kedua negara, khususnya terkait keputusan Hanoi tahun lalu yang mengizinkan Vatikan mengirim utusan yang pertama ke Vietnam dalam beberapa dekade.

Sejarah Hubungan Vatikan dan Vietnam

Majalah lokal Vietnam, The Vietnamese Magazine, menulis bahwa Vietnam dan Vatikan sejak dahulu memang belum pernah menjalin hubungan diplomatik penuh, hanya sebatas kehadiran Delegasi Apostolik. Kehadiran Delegasi Apostolik di Vietnam pertama kali terjadi tahun 1925, saat Vietnam masih di bawah kolonialisme Prancis.

Di tahun tersebut, Vatikan menunjuk Uskup Agung Constantin Ayuti sebagai Delegasi Apostolik pertama untuk Vietnam serta mendirikan Delegasi Apostolik Indochina di Hue, ibu kota Vietnam saat itu.

Tahun 1945, ibu kota Vietnam berpindah ke Hanoi. Berdasarkan usulan John Dooley, Delegasi Apostolik saat itu, Delegasi Apostolik Indochina dipindahkan dari Hue ke Hanoi pada tahun 1950.

Kolonialisme Prancis di Vietnam berakhir tahun 1954 mengikuti Perjanjian Jenewa. Vietnam lalu terbagi menjadi dua negara: Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Banyak umat Katolik meninggalkan Vietnam Utara untuk tinggal di Vietnam Selatan sehingga mengakibatkan pesatnya perkembangan keuskupan di wilayah tersebut.

Meskipun menyaksikan banyak saudara seimannya pergi, John Dooley memutuskan untuk tetap berada di Delegasi Apostolik di Hanoi.

Di tahun 1959, pemerintah komunis di Vietnam Utara tiba-tiba memberlakukan tindakan tegas terhadap agama Katolik dan memerintahkan semua pendeta asing untuk meninggalkan negara itu.

Di tahun yang sama, John Dooley dipindahkan ke Phnom Penh, ibu kota Kamboja, oleh pemerintah Hanoi. Sebagai gantinya, posisi Delegasi Apostolik diemban sementara oleh Terence O’Driscoll sambil menunggu perintah dari Vatikan.

Namun pada 17 Agustus 1959, pemerintah komunis mengusir dan menguasai Delegasi Apostolik. Sejak saat itu, pemerintah komunis di Vietnam Utara secara resmi memutus hubungan diplomatik dengan Vietnam.

Di Vietnam Selatan, Vatikan menunjuk Uskup Giuseppe Caprio sebagai Pengunjung Apostolik untuk Republik Vietnam. Dalam setahun, Vatikan mengangkatnya menjadi Regen Apostolik di Saigon.

Saat Vietnam Utara mengusir Terence O’Driscoll, Vatikan mengangkat Regen Apostolik menjadi Delegasi Apostolik di Saigon. Pada 17 Juni 1964 Vatikan mengubah Delegasi Apostolik di Indochina menjadi Delegasi Apostolik di Vietnam.

Pada Agustus 1975, pemerintahan baru meminta Delegasi Apostolik meninggalkan Saigon.  Kehadiran Perwakilan Kepausan di wilayah Vietnam pun berakhir. 

Umat Katolik di Vietnam

Umat Katolik berjumlah sekitar enam persen dari total populasi Vietnam. Meski begitu, mereka mewakili sekitar setengah dari penduduk Vietnam yang mengaku beragama, menurut sebuah sensus tahun 2019.

Umat Katolik di Vietnam seringkali jadi korban diskriminasi. Vietnam seringkali dituduh melanggar hak-hak organisasi dan kelompok keagamaan, terutama umat minoritas di negara tersebut (Katolik, Budha, dan Protestan).

Pada Desember 2022, Vietnam masuk ke dalam daftar pengawasan khusus mengenai kebebasan beragama oleh Amerika Serikat (AS) karena dianggap “telah terlibat atau menoleransi pelanggaran berat terhadap kebebasan beragama.”

Sebelumnya di tahun 2018, Vietnam mengeluarkan undang-undang yang mewajibkan komunitas keagamaan mendaftarkan organisasi dan tempat ibadah mereka kepada pemerintah sebagai syarat untuk mendapatkan izin melakukan kegiatan keagamaan.

Kritik

Seorang aktivis hak-hak beragama di Vietnam mengatakan, pemulihan hubungan Vietnam dengan Vatikan dapat mengurangi kontrol pemerintah atas urusan umat Katolik yang ada di Vietnam. Meski begitu, aktivis tersebut berkata, jika pun ada peningkatan hak bagi umat Katolik, hal tersebut mungkin tidak akan berlaku untuk kelompok agama lain yang juga tertindas di Vietnam, seperti umat Buddha Theravada dari Khmer Krom, sebuah kelompok minoritas di selatan, atau Protestan Dega di dataran tinggi Vietnam bagian tengah.

Seorang aktivis hak asasi manusia lain mengatakan, Vietnam sebenarnya hanya dimanfaatkan oleh Vatikan agar Gereja Katolik bisa bersahabat dengan negara-negara komunis, contohnya seperti dengan China yang saat ini juga sedang dalam proses perundingan pemulihan hubungan dengan Vatikan.

Giorgio Bernardelli, kepala AsiaNews, sebuah kantor berita misionaris Katolik berkata, peningkatan hubungan antara Vietnam mungkin saja dapat berdampak pada hubungan Vatikan dengan China

Pada Desember lalu, Paus Fransiskus mengatakan perlu dilakukan lebih banyak upaya untuk menyangkal adanya klaim bahwa “gereja tidak menerima budaya atau nilai-nilai (China), atau bahwa gereja bergantung pada kekuatan asing.”

Kini, kabar kunjungan Paus Fransiskus ke Vietnam mulai tidak pasti akibat mundurnya Presiden Vietnam, Vo Van Thuong. Vo Van Thuong mundur dari jabatannya bulan lalu setelah terjebak dalam kampanye anti-korupsi.

Bernardelli mengatakan, kemungkinan kunjungan Paus masih akan dibahas, namun kepastiannya bergantung pada situasi politik di Hanoi setelah pengunduran diri Presiden Thuong.

https://internasional.kompas.com/read/2024/04/27/204758670/vatikan-dan-vietnam-akan-menjalin-hubungan-diplomatik-penuh

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke