Salin Artikel

Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Presiden AS, Joe Biden mengatakan, para pemimpin G7 berkomitmen untuk secara kolektif meningkatkan tekanan ekonomi terhadap Iran.

“Sekutu dan mitra kami telah atau akan mengeluarkan sanksi dan tindakan tambahan untuk membatasi program militer Iran yang mengganggu stabilitas,” kata Biden.

Sejak Biden naik ke kursi kepresidenan tiga tahun lalu, AS telah mengenakan lebih dari 600 sanksi terhadap entitas-entitas terkait dengan Iran, menurut data Departemen Keuangan AS.

IRGC juga jadi target dalam sanksi oleh Inggris kali ini. Sebelumnya, Inggris telah mengenakan 400 sanksi terhadap Iran.

Uni Eropa juga setuju untuk memperluas sanksi terhadap para produsen drone dan rudal Iran setelah sebelumnya memberlakukan sanksi terhadap Iran terkait penjualan drone ke Rusia untuk digunakan dalam konflik di Ukraina.

Langkah memperluas sanksi itu diambil untuk meminimalisir eskalasi konflik secara militer lebih lanjut. Alih-alih mendorong Israel untuk melakukan serangan balasan, mereka menggunakan jalur diplomatik.

Pemerintah Israel telah berulang kali mengancam akan membalas serangan Iran tersebut. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu berkata Israel akan “melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk mempertahankan diri”.

Namun, Menteri Luar Negeri Inggris, Lord Cameron dalam pertemuannya dengan Netanyahu pada 17 April mengatakan bahwa respon apapun harus dilakukan secara “cerdas” dan terbatas. Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak, memperingatkan bahwa “eskalasi yang signifikan hanya akan memperdalam ketidakstabilan di kawasan.”

Jika pada akhirnya konflik Iran-Israel tetap terus mengalami eskalasi, apakah ekonomi Iran mampu menghadapi eskalasi konflik itu?

Iran Tidak Siap Perang dari Segi Ekonomi

Perekonomian Iran sangat banyak bergantung pada perdagangan minyak. Bagi Iran, pendapatan dari perdagangan minyak yang bernilai miliaran dolar memainkan peran penting pada kestabilan dalam negeri.

Begitu pula kemampuan Iran dalam mempertahankan diri dari eskalasi militer dengan Israel akan sangat bergantung dengan bagaimana sanksi baru Barat dapat memengaruhi ekspor minyak. Walau sanksi Barat sebelum-sebelumnya terbukti tidak memberikan dampak signifikan terhadap perdagangan minyak Iran, tetap saja Iran perlu waspada.

Terlebih lagi, akhir-akhir ini juga mulai tumbuh kekhawatiran di antara para petinggi Iran atas potensi serangan Israel terhadap instalasi-instalasi minyak di Iran.

Perekonomian Iran di sisi lain juga tercekik oleh inflasi. 

Djavad Salehi-Isfahani, profesor ekonomi di Virginia Polytechnic Institute and State University berkata kepada DW bahwa ketegangan geopolitik hanya akan memperburuk peningkatan harga konsumen di Iran. Pada bulan Februari saja, inflasi Iran telah mencapai rekor tertinggi, yaitu sekitar 40 persen.

Salehi-Isfahani menekankan, dalam beberapa pekan terakhir ini, dolar AS telah menguat sekitar 15 persen terhadap rial Iran.

“Devaluasi nilai tukar ini dengan cepat menghasilkan harga yang lebih tinggi, karena Iran mengimpor banyak jenis komoditas, dan banyak komoditas yang diproduksi di Iran juga memiliki komponen impor,” katanya sembari menambahkan bahwa negara tersebut harus “bersiap menghadapi inflasi yang lebih tinggi."

Menurut Salehi-Isfahani, standar hidup kelas menengah Iran juga menurun tajam dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, tampak seperti “kembali ke 20 tahun lalu.”

Selain inflasi, perekonomian Iran juga kurang stabil akibat maraknya korupsi dan minimnya transparansi. Menurut Indeks Persepsi Korupsi tahun 2023 yang dikeluarkan Transparency International, Iran memiliki skor 24 dari 100, menempatkannya pada posisi ke 149 dari total 180 negara. Penting diketahui bahwa penilaian tersebut dievaluasi dalam skala 0-100 yang mana 0 berarti sangat korupsi dan 100 sangat bersih.

IRGC yang merupakan sebuah pasukan elite paramiliter dalam angkatan bersenjata Iran, beserta sejumlah besar organisasi keagamaan, juga dilaporkan memiliki kendali atas bagian-bagian penting dalam ekonomi Iran. Mereka bertanggung jawab terutama kepada Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, yang menjabat sebagai kepala negara dan panglima tertinggi di Iran. Mereka tidak diwajibkan membayar pajak serta tidak diharuskan untuk memberikan laporan keuangan.

Di Iran, sejumlah besar pendapatan negara dilaporkan hilang ke dalam suatu struktur pemerintahan yang tidak jelas di Teheran.

Secara keseluruhan, perekonomian Iran masih kurang jika dibandingkan dengan Israel. Pada satu sisi, jumlah populasi Iran hampir sepuluh kali lebih besar dari Israel yang hanya berpenduduk 9 juta jiwa. Namun, GDP Iran tahun 2022 justru lebih rendah daripada Israel, yaitu sebesar 413 miliar dolar AS pada akhir tahun dibandingkan dengan GDP Israel yang mencapai 525 miliar dolar.

Jadi, apakah Iran siap berperang? Jawabannya yang paling mungkin adalah tidak.

Salehi-Isfahani berpendapat, Iran "belum siap" untuk menghadapi konflik militer yang berkepanjangan dengan Israel.

“Itulah sebabnya mereka sangat berhati-hati untuk tidak terlalu terlibat dalam perang Gaza. Daripada bermaksud menyakiti, serangan yang mereka lakukan terhadap Israel bersifat lebih simbolis,” kata Salehi-Isfahani.

https://internasional.kompas.com/read/2024/04/23/120029770/secara-ekonomi-cukup-kuatkah-iran-menghadapi-perang-dengan-israel

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke