Salin Artikel

Apa Saja Opsi Iran untuk Membalas Israel, Setelah Jenderalnya Dibunuh?

Sebanyak 13 orang tewas, termasuk Brigadir Jenderal Mohammad Reza Zahedi, tokoh penting dalam pasukan Al Quds, cabang elite yang khusus beroperasi di luar negeri dari Korps Pengawal Revolusi Islam Iran, dalam serangan di Damaskus itu. Wakil Zahedi, yaitu Brigjen Mohammad Hadi Haji Rahimi juga tewas dalam serangan tersebut.

Iran menyebut Israel sebagai pelaku serangan. Israel sampai saat ini tidak menyatakan apakah mereka berada di balik serangan itu.

Namun, juru bicara militer Israel mengatakan bahwa mereka yakin sasaran yang diserang adalah “bangunan militer pasukan Al Quds”. “Menurut intelijen kami, ini bukan konsulat dan bukan kedutaan,” kata Juru Bicara Pasukan Pertahanan Israel, Laksamana Muda Daniel Hagari, kepada CNN.

Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengatakan, Israel akan dihukum atas serangan itu. Sementara Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan, serangan tersebut “tidak akan dibiarkan begitu saja.”

Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian, mengecam Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Di situs kementeriannya, Amir-Abdollahian menyatakan, Netanyahu sudah "benar-benar kehilangan keseimbangan mentalnya".

Menghadapi ancaman Iran, militer Israel mulai memperkuat pertahanan. Tentara Israel menangguhkan cuti untuk unit-unit tempur, memblokir sinyal GPS di beberapa tempat, dan memperkuat kewaspadaan saat perang melawan Hamas di Gaza memasuki bulan ketujuh.

Daniel Hagari mengonfirmasi pengacauan sinyal GPS. Dia mengatakan, hal itu dimaksudkan untuk mempertahankan diri dari senjata yang dipandu seperti rudal atau drone.

"Kami memperkuat kesiagaan unit tempur, jika diperlukan. Kami telah memperkuat sistem pertahanan dan kami memiliki pesawat yang disiapkan untuk pertahanan dan siap untuk menyerang dalam berbagai skenario," kata Hagari.

Apa yang Iran Bisa Lakukan?

Menurut Profesor Hubungan Internasional di London School of Economics, Fawaz Gerges, eskalasi yang sekarang terjadi dirancang Israel untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Iran adalah “macan kertas”. Hal itu juga menunjukkan kerugian yang signifikan pasukan Quds, "yang sebenarnya bertujuan untuk koordinasi dan transfer senjata dan teknologi kepada kelompok Hezbullah di Lebanon dan Suriah".

Sayap militer Hamas, Brigade Qassam, mengatakan bahwa Brigjen Zahedi mempunyai "peran penting" dalam serangan mendadak Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober 2023, yang memicu perang di Gaza saat ini. Iran membantah terlibat dalam serangan Hamas tersebut. Namun Iran selama ini memang mendukung Hamas dengan pendanaan, senjata, dan pelatihan.

Menurut Gerges dan sejumlah pakar lainnya, sebagaimana dilaporkan BBC, kalau pun Iran akan membalas Israel, pilihan Iran mungkin terbatas dalam hal cakupan dan jumlah.

“Iran tidak mampu melakukan konfrontasi besar-besaran dengan Israel, mengingat kemampuan militer, situasi ekonomi dan politiknya,” kata Ali Sadrzadeh, penulis dan analis urusan Timur Tengah kepada BBC. “Namun Iran harus memberikan respons terhadap tuntutan dari dalam negeri dan melindungi reputasinya di antara para sekutu regionalnya,” tambahnya.

Gerges juga mengatakan, Iran tidak mungkin memberikan balasan langsung kepada Israel, "meskipun Israel benar-benar mempermalukan Iran dan mengalahkan Iran".

Sebaliknya, Iran kemungkinan besar akan menerapkan “kesabaran strategis” karena negara itu akan memprioritaskan tujuan yang lebih penting: membuat bom nuklir.

“(Iran) mengumpulkan kekuatan, memperkaya uranium, dan membuat kemajuan. Dan hadiah besar bagi Iran bukanlah mengirim 50 rudal balistik dan membunuh 100 warga Israel, tetapi membangun pencegahan strategis, tidak hanya melawan Israel, tapi bahkan melawan Amerika Serikat (AS)."

“Bahkan serangan terhadap misi diplomatik Israel oleh pasukan proksi Iran tampaknya sulit untuk dibayangkan,” kata Sadrzadeh. Walau dia memperkirakan bahwa serangan yang dilakukan milisi Houthi yang didukung Iran terhadap kapal-kapal di Laut Merah dan Teluk Aden "kemungkinan besar akan terus berlanjut, terutama terhadap kapal-kapal yang terkait dengan Israel atau AS”.

Hezbollah merupakan salah satu kekuatan militer non-negara dengan persenjataan paling lengkap di dunia. Perkiraan independen menunjukkan, kelompok itu memiliki antara 20.000 dan 50.000 petempur, dan banyak di antara mereka yang terlatih dan tangguh dalam pertempuran karena pengalamannya dalam perang saudara di Suriah.

Menurut Strategic and International Studies, kelompok Hezbollah di Lebanon yang didukung Iran itu diperkirakan memiliki sekitar 130.000 persenjataan jenis roket dan rudal.

Namun sejumlah ahli yang dihubungi BBC berpendapat, kecil kemungkinannya kelompok tersebut akan melancarkan eskalasi besar-besaran terhadap Israel.

“Hezbollah sebenarnya tidak ingin jatuh ke dalam perangkap Israel karena mereka menyadari Benjamin Netanyahu dan kabinet perangnya berusaha keras untuk memperluas perang,” kata Gerges.

“Masa depan politik Benjamin Netanyahu bergantung pada kelanjutan perang di Gaza dan eskalasinya ke front utara dengan Hezbollah dan bahkan dengan Iran sendiri.”

Reaksi 'Simbolis'?

Sadrzadeh yakin Iran kemungkinan besar akan menunjukkan reaksi "simbolis" ketimbang mengambil risiko berperang langsung dengan Israel.

“Iran ahli dalam melakukan serangan simbolis seperti yang terjadi sebagai respons terhadap pembunuhan komandan militer terpentingnya, Qasem Soleimani,” kata Sadrzadeh. Dia merujuk pada serangan rudal balistik Iran terhadap pangkalan udara Irak, lokasi pasukan AS ditempatkan, seminggu setelah AS membunuh jenderal Iran itu di Bagdad.

Meskipun Iran menjanjikan "balas dendam yang dasyat", tidak ada personel militer AS yang ditempatkan di pangkalan itu yang terbunuh. Tak hanya itu, ada laporan bahwa militer AS telah diperingatkan sebelumnya mengenai serangan rudal yang akan terjadi di pangkalan tersebut.

Yousof Azizi dari Virginia Tech's School of Public & International Affairs yakin bahwa akan ada pergulatan yang terjadi di balik layar di Iran. Pergulatan itu terjadi antara pihak yang berpendapat Iran harus berusaha menjadikan dirinya sebagai kekuatan nuklir untuk menghalangi agresi Israel, dan tokoh-tokoh yang lebih hawkish, yang menyarankan serangan langsung terhadap Israel dan instalasi militernya.

Namun dia mengatakan kepada BBC bahwa sebuah analisis terhadap wawancara media pemerintah Iran dan akun-akun media sosial utama menunjukkan, kebijakan "kesabaran strategis" kemungkinan besar akan berhasil.

Lalu, peluang apa lagi yang terbuka bagi Iran?

“Kami tidak dapat mengesampingkan kemungkinan bahwa Iran mungkin menggunakan dunia maya sebagai dimensi lain untuk membalas dendam terhadap Israel, baik untuk melakukan serangan siber terhadap teknologi informasi, untuk melumpuhkan, mencuri, dan membocorkan informasi, atau setidaknya mencoba untuk mengalihkan perhatian teknologi operasional," kata Tal Pavel dari Institute for Cyber Policy Studies Israel kepada BBC.

“Kita tahu bahwa selama satu setengah dekade terakhir, ada perang siber rahasia yang sedang berlangsung antara Iran dan Israel. Jadi dalam kasus ini, ini mungkin hanya tahap lain,” katanya.

Pada akhirnya, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang akan memutuskan tindakan apa yang akan diambil Teheran.

https://internasional.kompas.com/read/2024/04/05/121933470/apa-saja-opsi-iran-untuk-membalas-israel-setelah-jenderalnya-dibunuh

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke