Salin Artikel

Elihu Yale, Pedagang Budak Kejam, Namanya Jadi Nama Universitas Yale

Sejak itu, satu nama yang mendapat sorotan tajam di India adalah Elihu Yale (1649-1721), yang namanya diabadikan menjadi nama universitas yang masuk daftar Ivy League tersebut.

Yale menjabat sebagai gubernur-presiden British East India Company yang sangat berkuasa di Madras, India selatan (sekarang Chennai) pada abad ke-17. Dia memberikan donasi senilai 1.162 poundsterling (sekitar Rp 23 juta saat itu) yang membuat namanya diabadikan menjadi nama universitas tersebut.

“Jumlah itu setara dengan 206.000 pounds saat ini atau setara Rp 4,1 miliar jika disesuaikan dengan inflasi,” kata sejarawan Prof Joseph Yannielli kepada BBC. Yannielli mengajar sejarah modern di Universitas Aston di Birmingham, Inggris, dan telah mempelajari hubungan Yale dengan perdagangan budak di Samudra Hindia.

Jumlah itu bukanlah jumlah yang besar jika dibandingkan dengan standar saat ini. Namun, bantuan tersebut telah membantu perguruan tinggi itu membangun gedung baru.

Elihu Yale sering digambarkan sebagai penikmat dan kolektor barang-barang bagus dan seorang dermawan yang dengan murah hati menyumbang ke gereja-gereja dan badan amal. Dia kini menjadi sorotan sebagai seorang kolonialis yang menjarah India dan - lebih buruk lagi - memperdagangkan budak.

Permintaan maaf universitas itu datang setelah lebih dari tiga tahun melakukan penyelidikan terhadap masa lalunya yang kelam. Dipimpin sejarawan Yale, David Blight, sebuah tim peneliti menyelidiki "sejarah universitas terkait dengan perbudakan, peran budak dalam pembangunan gedung Yale atau tenaga kerja mereka yang memperkaya para pemimpin terkemuka yang memberikan sumbangan kepada Yale," kata universitas itu dalam sebuah pernyataan.

Permintaan maaf tersebut disertai dengan peluncuran sebuah buku setebal 448 halaman berjudul Yale and Slavery: A history karya Blight yang memberikan wawasan tentang seberapa besar keuntungan Elihu Yale dari perbudakan.

“Perdagangan budak di Samudera Hindia, yang pada akhirnya menyamai (perdagangan budak) Atlantik dalam hal ukuran dan cakupan, baru berkembang luas pada abad ke-19. Namun, di anak benua India, perdagangan manusia yang terjadi di sepanjang pantai serta di wilayah pedalaman dan kepulauan sudah sangat tua," tulis Blight. Dia menambahkan, Yale "mengawasi banyak penjualan, penilaian, dan pencatatan budak untuk East India Company".

Yannielli mengatakan, perdagangan di kawasan Atlantik menyebabkan 12 juta budak dijual selama 100 tahun. Perdagangan di Samudera Hindia, menurut dia, lebih besar karena mencakup wilayah geografis yang jauh lebih luas, menghubungkan Asia Tenggara dengan Timur Tengah dan Afrika – dan berlangsung lebih lama.

Penyelidikan masa lalu ini penting. Universitas Yale didirikan di New Haven, Connecticut, Amerika Serikat (AS) pada tahun 1701. Yale merupakan institusi pendidikan tinggi tertua ketiga di AS. Alumninya beberapa menjadi presiden AS dan tokoh terkemuka lainnya.

Terdokumentasikan dengan baik baik bahwa sejak tahun 1713, Elihu Yale mengirim ratusan buku tentang teologi, sastra, kedokteran, sejarah dan arsitektur, sebuah potret Raja George I, tekstil berkelas dan sejumlah hadiah berharga lainnya ke Collegiate School of Connecticut. Uang yang diperoleh dari penjualan barang-barang itu digunakan untuk membangun gedung tiga lantai baru yang diberi nama Yale College untuk menghormatinya.

Sejarawan yang juga anggota keluarga, Rodney Horace Yale, yang pada abad 19 menulis biografi Elihu Yale mengatakan "donasi (Yale) tersebut membuat eksistensi Yale College yang awalnya tidak menentu menjadi sebuah kepastian yang diberkati."

Donasi itu juga membuat nama Yale menjadi abadi. Meski tidak punya keturunan langsung, universitas Ivy League itu mengabadikan namanya.

Dalam permintaan maafnya, universitas tersebut mengatakan bahwa mereka akan “bekerja untuk meningkatkan keberagaman, mendukung kesetaraan dan mempromosikan lingkungan yang ramah, inklusif, dan menghormati” dan melakukan upaya untuk “meningkatkan pertumbuhan ekonomi inklusif di New Haven” – kota yang mayoritas penduduknya berkulit hitam. Namun, pernyataan itu tidak mengatakan akan adanya perubahan nama dan mereka telah menolak seruan di masa lalu untuk melakukan hal tersebut.

Menjadi Gubernyr Madras

Elihu Yale lahir di Boston pada April 1649. Dia pindah bersama keluarganya ke Inggris ketika berusia tiga tahun. Dia tiba di Fort St George, koloni orang Kulit Putih di Madras, sebagai seorang pemuda pada tahun 1672. Pekerjaannya saat itu adalah seorang klerikal (pekerjaan yang terkait dengan administrasi kantor atau tugas administratif umum) di East India Company.

Rodney Horace Yale menulis, gaji yang ditawarkan perusahaan itu "sangat kecil, gaji gubernur sebesar 100 pounds per tahun, gaji pegawai magang sebesar lima pounds". Dia dan sejarawan lain mengatakan, para karyawan perusahaan itu terlibat dalam segala jenis perdagangan demi keuntungan pribadi.

Selama seperempat abad, Yale naik pangkat, hingga akhirnya diangkat menjadi gubernur-presiden pada tahun 1687 - pekerjaan yang dia lakukan selama lima tahun hingga tahun 1692. Pada tahun 1692 itu dia dipecat karena "menggunakan dana perusahaan untuk spekulasi pribadi, pemerintahan yang sewenang-wenang, dan mengabaikan tugas".

Tahun 1699 ketika dia kembali ke Inggris, pria berusia 51 tahun itu menjadi orang yang sangat kaya. Dia membangun "rumah megah" di Queen's Square di Great Ormond Street dan mengisinya dengan benda-benda seni dan artefak yang bernilai tinggi.

Pada saat kematiannya pada Juli 1721, sejumlah surat kabar Inggris menggambarkannya sebagai "seorang pria yang dikenal karena kemurahan hatinya yang luas". Namun, para sejarawan mengatakan, selama berada di Madras dia juga dikenal karena kekejaman dan keserakahannya.

Rodney Horace Yale menulis bahwa penerusnya menuduh dia melakukan korupsi dan ada sejumlah kematian tidak biasa yang menimpa beberapa anggota dewan ketika dia menjadi gubernur. Pada suatu kesempatan, dia dituduh memerintahkan hukuman gantung terhadap salah satu pengurus kandangnya "karena menunggangi kuda kesayangannya tanpa izinnya".

Sejarawan mengatakan, ada keraguan terkait bukti kasus pengurus kandang tersebut. Namun, mereka menambahkan bahwa hal tersebut bukan sesuatu yang "tidak sesuai dengan karakternya".

“Lingkungannya harus menjadi pertahanan paling efektif atas catatan arogansi, kekejaman, sensualitas, dan keserakahannya selama berkuasa di Madras,” tulis Rodney Horace Yale.

Namun, dia mengabaikan peran leluhurnya itu dalam perdagangan budak, sesuatu yang juga dituduh telah dilakukan banyak penulis biografi Elihu Yale dan sejarawan terkini.

Yannielli, yang menelusuri catatan kolonial tentang Fort St George, mengatakan "semuanya sangat jelas" dan tidak dapat disangkal bahwa "Elihu Yale merupakan seorang pedagang budak yang aktif dan sukses".

Yannielli tidak berani menebak berapa banyak uang yang diperoleh Yale dari perbudakan karena perbudakan itu "pasang surut" dan karena dia memperdagangkan barang-barang lain seperti berlian dan tekstil sehingga "sulit untuk menguraikan keuntungan yang dia peroleh dari setiap perdagangan".

Namun, dia yakin, Yale mendapat kekayaan cukup besar dalam perdagangan budak.

“Saya dapat mengatakan bahwa kapasitasnya untuk menghasilkan uang sangat besar. Dia bertugas mengarahkan perdagangan budak di Samudera Hindia. Pada tahun 1680-an, kelaparan yang parah (di India selatan) menyebabkan surplus tenaga kerja dan Yale serta para pejabat perusahaan lainnya mengambil keuntungan dari situasi tersebut, membeli ratusan budak dan mengirim mereka ke koloni Inggris di Saint Helena," kata dia.

Yale, ujar dia, "berpartisipasi dalam pertemuan yang memerintahkan minimal 10 budak dikirim di setiap kapal menuju Eropa. Hanya dalam satu bulan pada tahun 1687, Fort St George mengekspor setidaknya 665 budak. Sebagai gubernur-presiden Madras, Yale menerapkan aturan 10 budak per kapal".

Berawal dari Lukisan yang Menampilan "Pelayan"

Sebagai mantan mahasiswa di Yale, Yannielli pertama kali menggali hubungan Elihu Yale dengan perdagangan budak lebih dari satu dekade lalu saat dia menemukan gambar gubernur itu sedang dilayani seorang budak kulit berwarna.

Lukisan terkenal itu, kata dia, merupakan salah satu bukti paling memberatkan yang menghubungkan Yale dengan perbudakan. Bertanggal antara tahun 1719 dan 1721, lukisan tersebut menunjukkan Yale bersama tiga pria kulit putih lainnya dilayani seorang "pelayan", sebuah eufemisme untuk seorang budak.

"Perbudakan merupakan sesuatu yang lumrah di Inggris pada saat itu. Tidak jelas apakah dia pemilik budak itu atau anggota keluarganya (yang menjadi pemiliknya). Namun, kehadiran anak itu dalam bingkai, menyajikan anggur untuknya dan orang-orang lain, menunjukkan bahwa perbudakan diintegrasikan ke dalam kehidupan sehari-hari Yale," kata Yannielli.

Dia mengatakan, alasan mengapa sejumlah penulis biografi Yale sebelumnya mengabaikan kaitannya dengan perbudakan mungkin karena kurangnya akses terhadap materi sejarah di masa lalu.

Namun, karena risalah rapat East India Company kini tersedia secara digital, para peneliti baru-baru ini yang memilih untuk mengabaikan bukti tersebut bisa saja "karena mereka tidak ingin melihatnya atau mungkin tidak menganggapnya penting pada masa sebelum Black Lives Matter."

Yannielli juga membantah klaim bahwa Yale merupakan pendukung penghapusan perbudakan (abolisionis), yang memerintahkan pelarangan perdagangan budak di Madras saat dia menjadi gubernur.

"Mengatakan bahwa dia benar-benar mengakhiri perbudakan adalah upaya untuk memoles citranya. Jika Anda melihat dokumen aslinya, penguasa Mughal di India yang memerintahkan perusahaan tersebut untuk menutupnya. Namun, Yale tidak lama kemudian melakukannya lagi. Dia memerintahkan pengangkutan budak dari Madagaskar ke Indonesia setahun kemudian.

"Perlawanan terhadap perbudakan dan imperialisme dimulai pada abad ke-15 dan terdapat kelompok abolisionis. Tapi, Yale jelas bukan salah satunya," kata Yannielli.

https://internasional.kompas.com/read/2024/03/13/142613370/elihu-yale-pedagang-budak-kejam-namanya-jadi-nama-universitas-yale

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke