Salin Artikel

Dua Tahun Invasi Rusia ke Ukraina: Bagaimana Dampak Sanksi Ekonomi?

Selama dua tahun perang berlangsung, dana yang dikeluarkan Rusia tidak sedikit. Menurut data dari Kennan Institute untuk Wilson Center, pengeluaran Rusia di sektor militer telah melonjak tiga kali lipat dibandingkan masa sebelum perang.

Tahun 2019 sampai dengan 2021, setiap tahun anggaran federal Rusia untuk keperluan militer sebesar 3-3,6 triliun rubel. Angka-angka ini mewakili 14 persen hingga 16,5 persen anggaran federal, atau sekitar 3 hingga 4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Selama musim panas dan musim gugur tahun 2022, Kementerian Keuangan Rusia membuat penyesuaian besar-besaran sehingga pengeluaran militer melebihi rencana anggaran awal sampai dengan 57,4 persen. Dari yang rencana awalnya 3,5 triliun rubel menjadi 5,5 triliun rubel.

Tahun 2022, pengeluaran militer Rusia mencapai 81,7 miliar dollar, meningkat 76 persen dibandingkan rata-rata tahun 2019–2021. Proporsi pengeluaran militer dalam anggaran keseluruhan meningkat menjadi 17,7 persen.

Pada akhir 2022, pemerintah menyadari bahwa konflik itu akan menjadi isu jangka panjang. Untuk menopang pengeluaran militer, pabrik-pabrik militer pun akhirnya melakukan perekrutan besar-besaran dan mengubah sistem shift kerja.

Tahun 2022, Kementerian Keuangan Rusia juga berhenti mempublikasikan statistik anggaran dengan rincian pengeluaran berdasarkan industri untuk menyembunyikan pengeluaran militer yang terus meningkat. Hingga pertengahan 2023, informasi struktur pengeluaran Rusia masih tersedia di situs web Anggaran Elektronik. Namun, sumber ini tidak lagi dapat diakses.

Lonjakan pengeluaran militer Rusia berlanjut pada tahun 2023. Hanya dalam enam bulan pertama di tahun 2023, Rusia telah menghabiskan 5,6 triliun rubel untuk keperluan militer, padahal proyeksi anggaran untuk sepanjang tahun adalah 5 triliun rubel.

Sanksi Global

Tidak hanya pengeluaran militer yang melonjak, perekonomian Rusia juga ikut terancam akibat adanya sanksi dari sejumlah negara terhadap Rusia. Negara-negara yang menjatuhkan sanksi terhadap Rusia antara lain Amerika Serikat (AS), Inggris, negara-negara anggota Uni Eropa, Australia, Swiss, Jepang, Korea Selatan, dan masih ada beberapa negara lainnya.

Cadangan devisa senilai 350 miliar dollar atau sekitar separuh dari total cadangan Rusia telah dibekukan. Sekitar 70 persen aset bank-bank Rusia juga dibekukan. Negara-negara Barat juga memberlakukan beberapa kebijakan seperti melarang ekspor teknologi yang mungkin digunakan Rusia untuk membuat senjata, melarang impor emas dan berlian dari Rusia, melarang penerbangan dari Rusia, dan memberlakukan sanksi terhadap para oligarki atau pengusaha kaya yang terkait dengan Kremlin serta menyita kapal pesiar mereka.

Industri minyak Rusia juga menjadi target sanksi. AS dan Inggris memblokir impor minyak dan gas alam Rusia. Uni Eropa juga melarang impor minyak mentah dari Rusia.

Group of Seven (G7), organisasi yang terdiri dari tujuh negara dengan perekonomian paling maju di dunia membatasi harga maksimum 60 dollar per barel untuk minyak mentah Rusia sebagai upaya untuk mengurangi pendapatan Rusia.

Walaupun mengalami lonjakan pengeluaran dan dikenakan sanksi dari berbagai belah pihak, faktanya perekonomian Rusia tidak menjadi seburuk yang diharapkan oleh negara-negara pemberi sanksi itu. Setelah PDB Rusia mengalami penurunan sebesar 2,1 persen di tahun 2022, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan World Bank memprediksi penurunan kembali pada PDB Rusia sebesar 0,2 persen sampai dengan 2,5 persen dalam kasus terburuk.

Namun, Rusia justru mengalami pertumbuhan ekonomi mencapai 3,6 persen di tahun 2023 dan diprediksi akan semakin meningkat pada tahun ini walaupun dengan tempo yang terbilang tidak lebih cepat daripada seharusnya.

Sanksi Tak Banyak Berpengaruh 

Presiden Vladimir Putin mengklaim sanksi-sanksi Eropa tidak memberikan kerugian pada Rusia. "Kami mengalami pertumbuhan, sementara mereka mengalami penurunan,” kata Putin.

Menurut Atlantic Council, Rusia berhasil menjual minyak ke luar negeri dengan harga di atas batas harga yang telah ditentukan G7. Mereka mengatakan bahwa sekitar 1.000 kapal tanker "bayangan" digunakan untuk pengiriman minyak tersebut.

Badan Energi Internasional menambahkan bahwa Rusia saat ini juga masih mengekspor 8,3 juta barel minyak per hari, terutama ke India dan China.

Menurut para peneliti di King's College London, Rusia juga masih mampu mengimpor banyak barang-barang Barat yang dikenai sanksi dengan membelinya melalui negara-negara seperti Georgia, Belarus, dan Kazakhstan.

China telah menjadi penyuplai vital produk teknologi tinggi alternatif yang diproduksi di Barat, kata Dr. Maria Snegovaya dari lembaga think tank Amerika Serikat, Center for Strategic and International Studies.

"China menjual ke Rusia chip dan komponen lain yang diperlukan untuk menjaga produksi militer mereka tetap berjalan," kata Snegovaya. "Rusia tidak akan bisa melakukannya tanpa bantuan China."

Snegovaya juga menambahkan bahwa bagi sebagian besar warga Rusia, terutama mereka yang tinggal di kota-kota besar, dampak sanksi terhadap kehidupan sehari-hari tidak terlalu signifikan.

Inflasi tetap tinggi, tetapi kenaikan harga ini bersamaan juga dengan pemberian upah yang lebih tinggi bagi pekerja karena tingkat pengangguran berada pada tingkat terendah sepanjang sejarah.

"Tampaknya di kota-kota besar, setidaknya, kehidupan tetap berlangsung seperti biasa," kata Snegovaya kepada VOA.

"Orang masih memiliki pekerjaan mereka. Produk (Barat) telah digantikan oleh produk China... dan mereka juga menemukan banyak cara untuk menghindari sanksi. Jadi, rasanya tidak seperti ada kekurangan barang-barang yang signifikan."

Meski tidak berdampak signifikan pada mereka yang berada di kota besar, James Nixey dari Chatham House mengatakan bahwa dampak yang signifikannya justru dirasakan oleh orang-orang yang hidup di daerah pedesaan.

"Ini terutama memukul orang-orang di daerah pedesaan," kata Nixey. "Pemerintah melakukan pemotongan di sana daripada di kota-kota besar, di mana pemotongan tersebut mungkin menyebabkan pemberontakan."

Departemen Keuangan AS juga menambahkan bahwa invasi Rusia ke Ukraina dan adanya sanksi telah mendorong lebih dari sejuta orang, banyak di antaranya muda dan berpendidikan tinggi, meninggalkan Rusia.

https://internasional.kompas.com/read/2024/03/04/104205870/dua-tahun-invasi-rusia-ke-ukraina-bagaimana-dampak-sanksi-ekonomi

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke