Salin Artikel

Mengapa Rafah Sangat Penting bagi Gaza

Amerika Serikat (AS) dan PBB telah memperingatkan Israel agar tidak melakukan serangan darat ke Rafah tanpa rencana untuk melindungi warga sipil. Pasalnya, ada lebih dari satu juta warga Palestina yang terjebak dan tinggal di Rafah.

Sejak perang Hamas dengan Israel pecah pada 7 Oktober lalu, warga Gaza dari bagian utara mengungsi ke selatan, ke arah Kota Rafah. Kini serangan darat Israel mengarah ke Rafah. Warga Gaza pun semakin terpojok. 

Para pengungsi mengatakan tidak punya tempat lagi untuk pergi. "Ke mana pun kami pergi, selalu ada pengeboman, korban meninggal, dan korban luka," kata Iman Dergham, seorang pengungsi perempuan Palestina kepada AFP.

Gerbang Perbatasan Rafah

Titik pelintasan perbatasan di Rafah yang dikuasai Mesir kini merupakan jalur utama Gaza ke dunia luar yang tidak dikelola Israel. Pelintasan Rafah merupakan pos keluar paling selatan di Jalur Gaza dan berbatasan dengan semenanjung Sinai, Mesir.

Hanya ada dua pelintasan perbatasan lainnya dari dan ke Jalur Gaza, yaitu Erez, sebuah penyeberangan ke Israel di Gaza utara, yang diperuntukkan bagi penyeberangan orang, dan Kerem Shalom, satu-satunya pelintasan barang komersial dengan Israel di Gaza selatan. Keduanya kini ditutup.

Pelintasan Rafah telah menjadi titik fokus upaya penyaluran bantuan kemanusiaan, serta memungkinkan orang-orang yang terluka keluar dari Gaza, demikian juga dengan para pemegang paspor asing.

Israel memberlakukan "pengepungan total" terhadap wilayah kantong Palestina itu menyusul serangan mematikan yang dilakukan militan Hamas pada 7 Oktober yang menewaskan lebih dari 1.400 warga Israel.

Dengan ditutupnya gerbang perbatasan ke Israel, Rafah menjadi satu-satunya jalan bagi warga Gaza untuk meninggalkan kawasan pesisir pantai seluas 360 km persegi tersebut.

Kelompok pertama pengungsi yang terluka parah meninggalkan Rafah pada 1 November lalu. Mereka disusul para pemegang paspor asing.

Meskipun Israel tidak secara langsung mengontrol penyeberangan Rafah, Israel memantau semua aktivitas di Gaza selatan dari pangkalan militer Kerem Shalom, dan pengawasan lainnya.

Mengapa pelintasan Rafah sangat penting?

Israel mengontrol seluruh akses melalui laut dan udara ke Gaza serta sebagian besar perbatasan darat wilayah itu.

Israel memperketat pembatasan yang sudah ada menjadi blokade total setelah tanggal 7 Oktober. Hal itu menjadikan Rafah satu-satunya pintu masuk bantuan kemanusiaan ke Gaza.

Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, memerintahkan pengepungan total terhadap Gaza pada 9 Oktober, dan menambahkan, "tidak akan ada listrik, tidak ada makanan, tidak ada bahan bakar, semuanya ditutup."

Pada hari-hari pertama perang, Mesir mengatakan pelintasan perbatasan Rafah terbuka tetapi tidak dapat dioperasikan karena pengeboman Israel di Gaza. Setelah perselisihan mengenai kondisi pengiriman bantuan yang terdampar di wilayah Mesir, konvoi bantuan kemanusiaan pertama menyeberang ke Gaza pada 21 Oktober.

Jumlah truk bantuan yang melewati Rafah rata-rata 14 truk setiap hari, kata para pejabat bantuan PBB. Jumlah itu sangat sedikit dari perkiraan mereka berjumlah 100 truk yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Dalam kondisi normal, lebih dari 400 truk masuk ke Gaza setiap hari – melalui berbagai rute – untuk memasok kebutuhan bagi 2,3 juta orang Gaza.

Putus asa karena tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok seperti roti mendorong warga Gaza masuk ke gudang PBB pada 29 Oktober untuk mengambil tepung dan barang-barang lainnya.

Para pejabat bantuan mengatakan, peran utama pelintasan Rafah di masa lalu adalah sebagai tempat pelintasan sipil dan tidak diperlengkapi untuk operasi bantuan skala besar.

Para pejabat Mesir mengatakan, prosedur inspeksi Israel “menunda secara signifikan kedatangan bantuan”.

Truk bantuan melewati gerbang perbatasan Mesir di Rafah sebelum melaju sejauh lebih dari 40 km ke pelintasan Mesir-Israel di Al-Awja/Nitzana untuk diperiksa, sebagaimana disepakati dalam negosiasi dengan Israel. Truk-truk kembali ke Mesir dalam keadaan kosong, dan bantuan tersebut dimuat kembali ke truk-truk terpisah untuk dikirim ke Gaza.

Israel tidak mengizinkan bahan bakar masuk ke Gaza. Alasannya, bahan bakar dapat digunakan Hamas untuk tujuan militer.

Selama konflik-konflik di masa lalu, bantuan sebagian besar disalurkan dari Israel, dan operasi bantuan PBB untuk Palestina telah dilakukan melalui Israel sejak tahun 1950-an. PBB telah mendorong Israel membuka perbatasan Kerem Shalom.

Mengapa Akes melalui Rafah Dibatasi Mesir?

Mesir merupakan satu-satunya negara Arab yang berbatasan dengan Gaza. Mesir khawatir akan dampak destabilisasi di negaranya akibat eksodus warga Palestina. Mesir dan Yordania telah memperingatkan agar warga Palestina tidak dipaksa meninggalkan tanah mereka.

Presiden Mesir, Abdel Fattah al-Sisi, juga mewaspadai Hamas, kelompok bersenjata yang dibentuk Ikhwanul Muslimin. Sejak Hamas menguasai Gaza tahun 2007, Mesir telah membantu menegakkan blokade terhadap wilayah kantong tersebut.

Selama blokade sebelumnya di tahun 2008, Hamas membuat lubang bawah tanah di perbatasan Mesir. Hal itu memungkinkan puluhan ribu warga Palestina menyeberang ke Sinai, dan mendorong Mesir untuk membangun tembok beton.

Mesir juga mewaspadai ketidakamanan di Sinai timur laut, tempat mereka menghadapi pemberontakan kelompok militan yang kini sebagian besar telah ditumpas.

Mesir telah menjadi penengah antara Israel dan faksi Palestina selama konflik di masa lalu. Namun dalam situasi seperti ini, Mesir juga menutup perbatasan, tetapi mengizinkan bantuan masuk dan evakuasi medis keluar tetapi mencegah pergerakan orang dalam skala besar.

Bagaimana biasanya pelitasan Rafah digunakan?

Tidak mudah bagi warga Palestina untuk meninggalkan Gaza melalui Rafah. Warga Palestina yang ingin menggunakan titik lintas perbatasan itu harus mendaftar ke otoritas Palestina setempat dua hingga empat minggu sebelumnya dan mungkin ditolak oleh otoritas Palestina atau Mesir tanpa peringatan atau penjelasan.

Menurut PBB, pada Agustus 2023, Mesir mengizinkan 19.608 orang keluar dari Gaza dan menolak masuk sebanyak 314 orang.

Apakah penduduk Gaza akan pergi?

Menurut PBB, sekitar 1,6 juta warga Palestina di Gaza adalah pengungsi. Jumlah itu merupakan dua pertiga dari populasi Gaza.

Banyak yang bertekad untuk tidak mengulangi pengungsian massal pada perang tahun 1948 saat berdirinya Israel. Ketika itu sekitar 700.000 warga Palestina melarikan diri atau diusir dari rumah mereka, dan ditolak untuk kembali.

Mereka mengenang peristiwa itu sebagai “Nakba”, atau “malapetaka”. Israel membantah pernyataan bahwa mereka mengusir warga Palestina. Israel mengatakan, mereka diserang oleh lima negara Arab.

Sejarah Rafah

Rafah memiliki sejarah panjang. Di zaman kuno, kota ini dikenal sebagai gerbang utara Sinai, menghubungkan Mesir dengan Levant (istilah geografis yang mencakup wilayah di Timur Tengah, sepanjang pantai timur Laut Mediterania).

Penemuan arkeologis di daerah itu menunjukkan bahwa Rafah telah dihuni sejak zaman prasejarah. Hal itu memberikan bukti kontinuitas pemukiman dan kegiatan perdagangan.

Selama periode kekuasaan Mesir Kuno, Rafah menjadi penting sebagai pusat administratif dan militer. Kota ini sering disebut dalam catatan sejarah sebagai pos perbatasan yang mengawasi lalu lintas antara Mesir dan Asia. Kedudukannya yang strategis menjadikannya titik fokus dalam konflik dan perjanjian antara berbagai kekaisaran yang berkuasa di wilayah tersebut, termasuk perang antara Mesir dan Het.

Masuknya Islam ke wilayah Rafah pada abad ke-7 membawa perubahan signifikan terhadap struktur sosial dan politik kota. Selama periode kekhalifahan Islam, Rafah berkembang sebagai pusat perdagangan dan pembelajaran, menghubungkan rute perdagangan antara Afrika Utara dan Asia. Kedudukannya yang strategis di jalur perdagangan membuatnya menjadi kota yang makmur, yang menarik pedagang dan ulama dari berbagai penjuru.

Pada zaman Kesultanan Mamluk dan kemudian Kesultanan Ottoman, Rafah terus memainkan peran penting sebagai kota perbatasan. Meskipun mengalami beberapa kali konflik dan penjarahan, Rafah berhasil mempertahankan keberlangsungannya sebagai pusat perdagangan.

Perubahan peta politik di Timur Tengah pada abad ke-20 berdampak besar terhadap Rafah. Setelah berakhirnya mandat Inggris di Palestina dan pembentukan negara Israel tahun 1948, Rafah menjadi bagian dari wilayah yang dikuasai Mesir.

Kota ini menjadi tempat bagi banyak pengungsi Palestina yang meninggalkan rumah mereka akibat konflik Arab-Israel. Pembangunan kamp pengungsi di Rafah menandai awal dari periode baru dalam sejarah kota, di mana masalah sosial dan politik menjadi lebih kompleks.

Konflik berkelanjutan antara Israel dan Palestina telah meninggalkan bekas yang mendalam pada Rafah, terutama setelah Israel menduduki Gaza tahun 1967. Kota ini telah menjadi saksi berbagai peristiwa kekerasan dan perlawanan, termasuk intifada pertama dan kedua. Pembatasan yang ketat, pembangunan tembok pemisah, dan seringnya konfrontasi militer telah mengubah wajah kota dan kondisi hidup penduduknya secara drastis.

Meski dilanda konflik, Rafah tetap menjadi kota yang penting secara strategis dan simbolis bagi Palestina. Peranannya sebagai titik lintas perbatasan antara Jalur Gaza dan Mesir menjadikannya jalur vital untuk pergerakan orang dan barang. 

https://internasional.kompas.com/read/2024/02/13/172938470/mengapa-rafah-sangat-penting-bagi-gaza

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke