Salin Artikel

Peran Besar Inggris dalam Membangun Singapura Jadi Kota Metropolitan

SINGAPURA, KOMPAS.com - Siapa yang tak kenal Singapura? Negara maju dan modern ini selalu menjadi tujuan banyak wisatawan dari berbagai negara.

Tak sedikit orang Indonesia juga sering berkunjung ke "Negeri Singa" baik untuk berwisata, berbisnis, maupun berobat.

Tapi, bagaimana sejarah berdirinya Singapura hingga menjadi kota metropolitan yang modern seperti sekarang? Nyatanya, ada peran Inggris di sana.

Sejarah Singapura

Dilansir dari laman resmi lembaga pemerintahan Singapura, roots.gov.sg, Singapura terletak di ujung Semenanjung Malaya, di mana jalur laut bersilangan.

Pulau Singapura telah lama membuat para pelaut, pedagang, dan penguasa pada waktu itu terkesan karena lokasinya yang strategis, sungai-sungainya bagus, dan punya potensi ekonomi besar.

Hal itulah yang membuat orang-orang Inggris terpikat akan keindahan pulau Singapura hingga akhirnya membuat mereka memasuki dan mengendalikan Singapura pada abad ke-19 dan 20.

Inggris memulainya dengan menghidupkan kembali pelabuhan kuno hingga menarik banyak imigran.

Bersama dengan itu, Sir Thomas Stamford Bingley Raffles, membangun pusat perbelanjaan yang terus berkembang dan membentuk kota Singapura seperti yang kita kenal sekarang.

Pada gilirannya, Stamford Bingley dikenal sebagai sosok pendiri Singapura.

Didorong tekanan Belanda

Pada tahun 1818, Belanda mendirikan pos militer di Riau dengan dukungan Kesultanan Johor. Langkah ini memberi mereka kendali atas jalur perdagangan penting melalui Selat Malaka.

Hal ini juga memberi mereka kebebasan untuk menerapkan pajak yang besar terhadap kapal-kapal Inggris di pelabuhan mereka.

Strategi Belanda itu cukup efektif dalam membujuk Inggris untuk melepaskan kendali atas wilayah tersebut. Namun Stamford Raffles sangat ingin melindungi kepentingan komersial Inggris.

Untuk tujuan itu, ia memulai misi memburu basis perdagangan baru di dekat Semenanjung Malaya untuk "East India Company".

Pada Januari 1819, armada delapan kapal yang dipimpin oleh Raffles menjajaki kemungkinan besar bisa diduduki Inggris di kepulauan Karimun di Indonesia. Namun pulau-pulau tersebut terbukti terlalu berbatu dan tandus.

Atas rekomendasi ahli hidrograf Daniel Ross, yang bertanggung jawab atas kapal survei, mereka berangkat ke Singapura. Pulau itu berhasil diduduki.

Kota ini terletak di sepanjang jalur perdagangan Inggris menuju Selat China dan memiliki pelabuhan yang masih alami di muara Sungai Singapura. Dengan tidak adanya Belanda, Raffles bertindak cepat dengan mendirikan pos perdagangan.

Upaya amankan Singapura sebagai pos perdagangan

Kepala pulau tersebut, Tumenggung Abdul Rahman, bertemu dengan pihak Inggris untuk sebuah gagasan pembangunan pos perdagangan Inggris. Maka dari itu, dibuatlah perjanjian sementara.

Singapura, bagaimanapun adalah bagian dari Kesultanan Johor. Untuk menghindari perselisihan hukum, Raffles memerlukan kedaulatan Melayu untuk mencantumkan namanya pada perjanjian tersebut. Namun, penguasa sudah bersahabat dengan Belanda.

Dengan memanfaatkan perebutan kekuasaan di dalam kesultanan, Raffles mendatangkan Tengku Hussien Shah, pewaris sah takhta.

Sebagai imbalan atas pengakuan sebagai Sultan Johor dan perlindungan Inggris, Hussien menandatangani perjanjian dengan "East India Company".

Adapun upacara penandatanganan tersebut dihadiri oleh penduduk pulau, pejabat Melayu serta tentara Inggris. Berdasarkan ketentuan perjanjian ini, Inggris, sultan dan tumenggung mendapat keuntungan yang sama dari usaha tersebut.

Setelah urusan administrasi selesai, Raffles meninggalkan Singapura, dan Mayor William Farquhar sebagai residen dan komandan selama empat tahun.

Kemudian, lahan dibuka untuk rumah dagang, jalan, dan fasilitas lainnya untuk memfasilitasi bisnis. Sebuah bukit kecil di Battery Road juga diratakan untuk membangun Raffles Place. Selanjutnya, tanah ini digunakan untuk mengisi lahan rawa untuk membuat Boat Quay.

Pada 1821, populasi di pulau tersebut bertambah banyak. Dari hanya 1.000 jiwa pada dua tahun sebelumnya menjadi sekitar 5.000 jiwa yang membuktikan keberhasilan pos perdagangan tersebut.

Ditinggal untuk mengelola Singapura dengan anggaran yang kecil, Farquhar membuat rencana untuk mengekang kejahatan yang meningkat dan mengumpulkan dana untuk pekerjaan umum.

Tapi dia melakukannya dengan cara lain yakni dengan menjual izin untuk melakukan kegiatan buruk seperti perjudian, alkohol, dan opium.

Pada 1822, Raffles kembali. Dia menyusun rencana kota untuk mengatur koloni dengan lebih baik.

Ia memetakan daerah-daerah untuk kegiatan ekonomi utama, serta daerah kantong etnis untuk menampung komunitas-komunitas yang berbeda di pemukiman tersebut demi hukum dan ketertiban, dan visinya tentang keharmonisan komunal.

Ambisi yang terus tumbuh untuk Singapura

Inggris ingin agar Singapura berkembang tetapi terhambat dengan perjanjian pada 1819 yang lebih condong kepada Tumenggung dan Sultan.

Raffles kemudian mulai membatasi pengaruh Tumenggung dan Sultan, dan akhirnya membuat perjanjian lain pada Agustus 1824 untuk ditandatangani secara paksa oleh keduanya.

Inggris meminta pasangan tersebut menyerahkan kekuasaan dan hak mereka atas tanah untuk mendapatkan pembayaran sekaligus, menaikkan tunjangan, dan izin untuk terus tinggal di Singapura.

Untuk semakin mengurangi kedudukan mereka, Inggris membagi kawasan kerajaan Melayu di Kampong Glam dengan memotong jalan Victoria Street dan North and South Bridge di tempat tersebut.

Dan kemudian perjanjian tersebut memperjelas bahwa "East India Company" mempunyai kendali penuh atas Singapura dan pulau-pulau sekitarnya.

Perjanjian terpisah yang ditandatangani antara Inggris dan Belanda pada tahun 1824 menjelaskan lebih lanjut kepentingan teritorial kedua kekuatan kolonial.

Misalnya, disebutkan bahwa Belanda yang memiliki kendali penuh atas pulau-pulau di Indonesia, tidak akan mengajukan klaim atas koloni Inggris di Singapura.

Untuk menandai penyerahan resmi ini, dilakukan dengan penghormatan 21 senjata yang ditembakkan di tiga pulau Singapura termasuk Pulau Ubin.

John Crawfurd, yang mengambil alih Farquhar sebagai penduduk pada Juni 1823, berlayar mengelilingi Singapura dengan kapalnya selama 10 hari untuk menunjukkan kekuatan Inggris.

Crawfurd kemudian menjabat sebagai residen selama sekitar tiga tahun. Ia berpegang teguh pada cita-cita Raffles untuk koloni tersebut, sambil memperhatikan dan mempertahankan sejumlah kebijakan Farquhar.

Meskipun kurang populer di kalangan penduduk setempat dibandingkan Farquhar, Crawfurd secara umum dianggap sebagai administrator yang efektif, bijaksana, dan teliti yang berhasil dengan pertumbuhan serta perkembangan koloni berikutnya. Dia, misalnya, mendapatkan investasi dan membantu Singapura membangun sistem hukum.

Pada 1826, Singapura menjadi bagian dari Permukiman Selat bersama wilayah seperti Penang dan Malaka.

https://internasional.kompas.com/read/2023/12/08/110700170/peran-besar-inggris-dalam-membangun-singapura-jadi-kota-metropolitan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke