Salin Artikel

Biografi Raja Charles III, Pemimpin Kerajaan Inggris

LONDON, KOMPAS.com - Raja Charles III menjadi ahli waris takhta pada usia tiga tahun dan harus menunggu selama tujuh dekade untuk menggantikan posisi Ratu Elizabeth II sebagai pemimpin monarki Inggris.

Lahir pada 14 November 1948, garis hidup Charles untuk menjadi Raja Inggris sudah terbentang lebar ketika kakeknya, Raja George VI, mangkat dan sang ibu, Elizabeth, dinobatkan menjadi Ratu Inggris.

Pada 1958, Elizabeth memberikan Charles gelar Pangeran Wales, gelar tradisional untuk ahli waris yang berasal dari abad ke-13.

Charles digambarkan sebagai anak yang sensitif dan canggung sehingga sering mengalami perundungan di sekolah asrama Gordonstoun di timur laut Skotlandia, tempat ia menimba ilmu.

Namun, mengirim Charles untuk bersekolah di sana justru memperlebar jurang yang memisahkan Charles dan ayahnya, seorang mantan perwira Angkatan Laut Kerajaan yang keras, dan ibunya, yang kerap absen karena perjalanan dinas.

Menurut biografi resmi Charles, sang ratu bukan "tidak peduli" pada putranya, tetapi “berjarak.” Tidak ada hubungan hangat layaknya seorang ibu dan anak.

Namun, pangeran muda itu masih harus membungkuk hormat kepada Elizabeth. Ketika Ratu Elizabeth kembali dari kunjungan resmi selama enam bulan, dia menyapa Charles – yang kala itu berusia lima tahun – bukan dengan pelukan, melainkan dengan berjabat tangan.

Ketika menginjak usia 20 tahun, Charles secara resmi dinobatkan sebagai Pangeran Wales melalui sebuah upacara besar yang disiarkan televisi di Kastil Caernarfon.

Saat itu dia adalah seorang mahasiswa di Universitas Cambridge, di mana dia mulai tertarik pada isu limbah plastik dan polusi, serta masa depan planet ini.

Diana dan Camilla

Pada awal 1970-an, Charles bertemu dengan Camilla Shand di sebuah pertandingan polo. Pertemuan itu berlanjut ke kisah asmara yang sayangnya harus terhenti saat dia menjalani tugas di Angkatan Laut Kerajaan.

Saat ia berlayar, Camilla menikah dengan seorang perwira Angkatan Darat Inggris, Andrew Parker Bowles, pada 1973.

Selama sisa dekade itu, Charles sebagai bujangan paling popular di negara itu, sering kali dikaitkan dengan sejumlah perempuan.

Namun kondisi itu berubah pada 1981 ketika pada usia 32 tahun dia memutuskan untuk menikah dengan Lady Diana Spencer yang berusia 20 tahun di Katedral St Paul di London.

Pangeran William, ahli warisnya, lahir pada 1982, yang disusul dengan kelahiran Pangeran Harry, dua tahun kemudian.

Charles dan Diana berpisah pada 1992 dan secara resmi bercerai pada 1996 setelah kisah perselingkuhan mereka terungkap di muka umum.

Pada 1997, ketika Charles kembali merajut asmara dengan Camilla, Diana tewas dalam sebuah kecelakaan mobil di Paris.

Pasangan itu bertunangan secara resmi pada 1999. Dan, setelah kampanye yang diperhitungkan untuk meraih dukungan publik terhadap Camilla, mereka akhirnya menikah pada 2005.

Namun, dia mengembangkan minat pada bidang arsitektur, lingkungan, pertanian, keagamaan, dan pengobatan alternatif.

Pandangannya, terutama tentang pertanian organik dan perubahan iklim, yang pernah dianggap sebagai omong kosong, kini menjadi arus utama.

Saat naik takhta, ada kekhawatiran dia akan berjuang untuk mempertahankan sarannya dan menjaga netralitas politik sebagai kepala negara.

Namun Charles memiliki pengalaman dalam diplomasi tingkat atas. Ia pernah mewakili ibunya dalam serangkaian kunjungan kenegaraan ke mancanegara setelah Ratu Elizabeth memutuskan tidak lagi melakukan perjalanan ke luar negeri karena faktor usia.

Charles kadang mudah tersinggung. Misalnya, pada saat acara pengumuman resmi mengenai pengangkatanya sebagai raja tahun lalu, dia sempat kesal karena seorang ajudan kurang sigap menyingkirkan botol tinta.

Emosi

Camilla pernah angkat bicara tentang seorang pria yang disebutnya tidak sabar yang "menginginkan sesuatu dilakukan kemarin.” Namun sosok itu, kata Camila, juga digambarkan sebagai seorang kakek penyayang yang membacakan cerita Harry Potter untuk cucunya sambil menirukan suara.

Mantan Duta Besar Inggris untuk Perancis, Peter Ricketts, menggambarkan Charles sebagai "pria yang hangat dan emosional, yang mungkin lebih siap untuk mengekspresikan emosinya daripada ibunya ... dan yang sangat bagus berinteraksi dengan orang lain.”

Di belakang layar, Charles akan menghadapi tugas rumit, yaitu bagaimana melestarikan tradisi kuno monarki dan mengadaptasinya agar sesuai dengan dunia modern.

Setelah sekian lama menunggu, dia akhirnya menceburkan diri ke dalam pekerjaan itu.

Namun, komentator kerajaan Richard Fitzwilliams berkata: "Sulit ketika Anda berusia 70-an untuk bersemangat seperti misalnya bila William dan (istri William) Catherine suatu hari nanti (naik takhta).

"Mereka adalah masa depan monarki,” tukasnya.

Artikel ini pernah dimuat di VOA Indonesia dengan judul Raja Charles III: Penantian Lama Meraih Takhta.

https://internasional.kompas.com/read/2023/05/01/130800970/biografi-raja-charles-iii-pemimpin-kerajaan-inggris

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke