Salin Artikel

10 Diplomat Paling Berpengaruh dalam Peristiwa Diplomasi Bersejarah

KOMPAS.com - Sepanjang abad ke-20 terdapat sejumlah diplomat paling berpengaruh dalam peristiwa diplomasi bersejarah.

Mereka memegang posisi dan mencapai prestasi yang memengaruhi kehidupan jutaan orang, nasib negara, dan mengubah sejarah dunia.

Seperti, Henry Kissinger yang berpengaruh dalam diplomasi selama Perang Dingin, dan Zbigniew Brzezinski dalam diplomasi normalisasi hubungan AS-China pada 1977.

Berikut daftar lengkap diplomat berpengaruh dalam perisitwa diplomasi sejarah yang dilansir dari Culturalrelations.org:

Henry Kissinger adalah salah satu diplomat paling berpengaruh di abad ke-20 dari Amerika Serikat.

Kissinger menjabat sebagai Menteri Luar Negeri AS selama 1973 hingga 1977 di bawah Presiden Richard Nixon dan Gerald Ford kala itu.

Dalam periode "detente" Perang Dingin (1969-1974), Kissinger percaya bahwa ketegangan antara dua blok harus mereda.

Untuk tujuan diplomasi tersebut perjanjian SALT I dan SALT II ditandatangani. SALT adalah Strategic Arms Limitation Treaty, yang ditandatangani oleh AS dan Uni Soviet dalam rangka pembatasan senjata nuklir demi pencegahan terhadap perang nuklir dan perdamaian dunia.

Di bawah pemerintahan Nixon, Kissinger memberikan dasar-dasar kunjungan presiden ke China dan mencoba untuk membentuk hubungan ekonomi dan budaya antara China dan AS.

Henry Kissinger kemudian menerima Hadiah Nobel Perdamaian untuk karyanya sehubungan dengan Perang Vietnam (1955-1975).

Dia terkenal dengan diplomasi pesawat ulang-aliknya setelah Perang Yom Kippur, yang menjadi tujuan gencatan senjata dan kemudian perdamaian.

Kissinger berpikir bahwa menekan Teluk Persia diperlukan untuk menghindari pengaruh Uni Soviet yang berlebihan.

Ideologi geopolitiknya mendefinisikan diplomasi abad ke-20 dan diajarkan di seluruh dunia.

George F Kennan adalah duta besar AS untuk Uni Soviet (1961-1963) di bawah pemerintahan John F Kennedy.

Kennan sebagai diplomat paling berpengaruh dikenal karena "Telegram Panjang" yang ia buat pada 1946 yang berisi tentang pentingnya mengambil langkah pasti melawan Uni Soviet.

Kennan percaya kebijakan luar negeri "penahanan" tepat. Menurut doktrin Truman, menahan penyebaran pengaruh Uni Soviet adalah tujuan utama Amerika Serikat.

George F Kennan juga mengambil bagian dalam pengembangan Marshall Plan.
Marshall Plan adalah program ekonomi skala besar pada 1947-1951 oleh Amerika Serikat yang bertujuan membangun kembali kekuatan ekonomi negara-negara di Eropa setelah Perang Dunia II usai.

Thomas Edward Lawrence juga dikenal sebagai Lawrence of Arabia adalah seorang perwira militer dan diplomat paling berpengaruh dari Inggris, yang menjadi terkenal karena perannya dalam Pemberontakan Arab (1916–1918), serta Kampanye Sinai dan Palestina (1915-1918) melawan Kekaisaran Ottoman selama Perang Dunia I.

Pada 1918 saat pasukan Arab membebaskan Damaskus, Lawrence menolak Order of the Bath dan DSO karena menyadari Inggris tidak akan menepati janji aslinya untuk orang Arab. Hal itu mengejutkan Raja Inggris.

Setelah perang, Thomas Edward Lawrence ingin mengamankan keadilan bagi orang-orang Arab dan menulis sebuah buku. Pada 1919, atas saran Kementerian Luar Negeri, ia menghadiri Konferensi Versailles sebagai penasihat dan penerjemah.

Robert Anthony Eden adalah diplomat paling berpengaruh dari Inggris. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris pada 1955-1957.

Pada 1920-an, Eden memperkuat hubungan antara Inggris Raya dan Turki, terutama karena Perjanjian Lausanne tidak diratifikasi saat itu.

Pada dekade yang sama, ia menganjurkan untuk mengakui Jerman ke dalam Liga Bangsa-Bangsa.

Pada 1935, Robert Anthony Eden bertemu dengan Adolf Hitler dan sedikit melontarkan protes, karena dia mengembalikan wajib militer yang bertentangan dengan Perjanjian Versailles.

Selain itu, Eden berusaha meyakinkan Mussolini untuk menghindari perang dalam kasus Ethiopia dan menghubungi Liga Bangsa-Bangsa.

Kemudian, Robert Anthony Eden ikut andil dalam pendirian PBB.

Selanjutnya, Eden bertanggung jawab untuk menjaga hubungan baik dengan pemimpin Perancis, Charles de Gaulle.

Namun, ia bukan pendukung yang berkomitmen untuk menjaga hubungan secara aktif dengan Amerika Serikat, karena ia kecewa dengan perlakuan sekutu Inggrisnya itu.

Yakov Malik adalah diplomat paling berpengaruh dari Uni Soviet. Malik terkenal sebagai diplomat karena menandatangani perjanjian diakhirinya Blokade Berlin dengan Philip Jessup pada 1949.

Namanya juga dikenal dengan Resolusi 82 Dewan Keamanan (DK) PBB pada 1950. Yakov Malik memboikot pertemuan DK PBB pada 1950 karena Uni Soviet tidak mau perwakilan Nasionalis China untuk hadir.

Hasil dari tindakan tersebut adalah tuntutan menghentikan invasi Korea Utara di Korea Selatan. Pada 1951, Yakov Malik mengusulkan gencatan senjata dalam kasus perang Korea.

Malik selanjutnya mewakili pendapat Soviet, yang berisi tentang pendudukan Cekoslowakia pada 1968 dan memveto hampir setiap resolusi yang berhubungan dengan itu.

Boutros Boutros-Ghali adalah diplomat paling berpengaruh dari Mesir pada abad ke-20.

Namanya dikenal saat menjadi anggota Komite Sentral Uni Sosialis Arab antara tahun 1974 dan 1977. Ia kemudian menjadi anggota Komisi Hukum Internasional dari 1979 hingga 1991.

Boutros-Ghali mengambil bagian sebagai dalam diplomasi Kesepakatan Camp David pada tahun 1978.

Ia juga aktif menghadiri sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1979, 1982 dan 1990.

Selanjutnya, Boutros-Ghali menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Mesir sampai tahun 1991.

Pada 1992, Boutros Boutros-Ghali menjadi Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-6.

Pada tahun yang sama, ia mengajukan "An Agenda for Peace", yang merupakan saran tentang bagaimana PBB menanggapi konflik kekerasan.

Diplomat Mesir ini menetapkan 3 tujuan dalam PBB, yaitu agar PBB lebih aktif dalam mempromosikan demokrasi; melakukan diplomasi preventif untuk mencegah krisis; dan memperluas peran PBB sebagai penjaga perdamaian.

Nama Boutros-Ghali kemudian menjadi sorotan tajam sehubungan dengan genosida Rwanda pada 1994.

Dia menerima banyak kritik atas tragedi tersebut, karena PBB tampak pasif bahkan ketika banyak tanda-tanda yang memperjelas, bahwa genosida sedang terjadi di Rwanda, terhadap penduduk Tutsi dan Hutu.

Dia terlibat dalam situasi serupa sehubungan dengan Perang Saudara Somalia, di mana pasukan penjaga perdamaian PBB tidak dikirim ke tempat tersebut tepat waktu.

Boutros-Ghali juga dikritik terkait perang Yugoslavia setelah disintegrasi terjadi di negara tersebut.

Di Bosnia, PBB tidak cukup efektif, sehingga intervensi NATO diperlukan pada tahun 1995.

Setelah rentetan peristiwa ini, Boutros Boutros-Ghali mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua pada 1996, tetapi menerima veto Amerika.

Javier Perez de Cuellar adalah diplomat paling berpengaruh dari Peru. Ia bekerja di Kementerian Luar Negeri Peru pada 1940.

Setelah itu, ia sempat menjabat sebagai Sekretaris di kedutaan Peru di Perancis, di Inggris, Bolivia, dan Brasil. Lalu, menjadi duta besar untuk Swiss, Uni Soviet, Polandia, dan Venezuela.

Pada 1973 dan 1974, de Cuéllar mewakili Peru di Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Kemudian, pada 1979 ia mendapat posisi Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Politik Khusus.

Sejak 1981, Javier Perez de Cuellarmengambil bagian dalam negosiasi mengenai situasi di Afghanistan.

De Cuéllar memimpin diplomasi mediasi sehubungan dengan Perang Falklands dan mendukung perdamaian di Amerika Tengah.

Ia terlibat serta dalam negosiasi untuk kemerdekaan Namibia, sehubungan dengan konflik antara Maroko dan Front Polisario, masalah Siprus dan perang antara pasukan Kroasia, Serbia dan Yugoslavia.

Pada tahun 1983, ia aktif mengambil bagian dalam pendirian World Commission on Environment and Development (WCED). Tujuan utama dari komisi ini adalah untuk mempopulerkan pembangunan berkelanjutan di antara negara-negara di dunia.

Dia adalah presiden komite arbitrase internasional pada insiden Rainbow Warrior pada tahun 1986.

Madeleine Albright adalah salah satu diplomat wanita paling berpengaruh asal Amerika Serikat lainnya. Ia bekerja sebagai Duta Besar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) antara 1993 dan 1997.

Albright adalah salah satu dari para pejabat negara yang tidak setuju dengan praktik Boutros Boutros-Ghali di Rwanda.

Pada 1996, dia membuat perjanjian rahasia dengan Richard Clarke, Michael Sheehan dan James Rubin. Tujuan bersama adalah untuk menghalangi Boutros Boutros-Ghali mengisi jabatan Sekjen PBB untuk kedua kalinya.

Rencana ini disebut "Operasi Orient Express", karena mereka berharap negara-negara lain juga akan bergabung dalam pakta tersebut.

Pada 1997, Madeleine Albright menjadi Menteri Luar Negeri wanita pertama dalam sejarah AS. Pada tahun yang sama, Albright mewakili Amerika Serikat pada serah terima Hong Kong.

Pada 2000, ia diplomat AS yang bertemu dengan Kim Jong-il, pemimpin otoriter Korea Utara.

Eduard Shevardnadze adalah Menteri Luar Negeri Uni Soviet dan kemudian pemimpin Georgia.

Tahun-tahun paling aktif Shevardnadze sebagai diplomat paling berpengaruh dari Uni Soviet adalah pada periode "détente" Perang Dingin.

Dia melakukan pekerjaan yang efektif dalam negosiasi senjata nuklir dengan AS dan membantu mengakhiri perang di Afghanistan.

Shevardnadze juga mengambil bagian dalam reunifikasi Jerman dan penarikan pasukan Uni Soviet dari Eropa Timur dan perbatasan China.

Pada 1990, Shevardnadze mengundurkan diri, karena "meningkatnya pengaruh garis keras di bawah Gorbachev (Mikhail Gorbachev)". Kemudian, dia harus berurusan dengan separatis di Ossetia Selatan dan Abkhazia.

Selama masa kepresidenannya di Georgia, Eduard Shevardnadze menandatangani kemitraan strategis dengan NATO dan menyatakan bahwa Georgia akan senang bergabung dengan NATO serta Uni Eropa.

Namun pada saat yang sama, korupsi menjadi sangat signifikan di Georgia.

Brzezinski adalah seorang kritikus Nixon dan Kissinger karena dia berpikir bahwa mereka terlalu menekankan détente.

Pada 1960-an, Brzezinski adalah penasihat urusan luar negeri di Amerika Serikat selama kepresidenan John F Kennedy dan Lyndon Baines Johnson.

Sejak 1977, Brzezinski menjabat sebagai Penasihat Keamanan Nasional untuk Presiden Jimmy Carter.

Pada periode tersebut, ia bekerja untuk normalisasi hubungan AS-China, yang mengarah pada pembukaan kedutaan resmi Amerika pertama di China sejak 1949.

Dia mengambil bagian dalam negosiasi perjanjian SALT II. Carter dan Brzezinski memiliki pendapat yang sama, yaitu mereka ingin Uni Soviet secara radikal membatasi jumlah rudal balistik antarbenuanya. Sebagai gantinya, AS membatasi rudal jelajahnya.

Kemudian pada 1970-an, Brzezinski membantu Carter untuk merundingkan kembali perjanjian-perjanjian sehubungan dengan Terusan Panama.

Pada 1978, Kesepakatan Camp David ditandatangani di Gedung Putih, di mana Brzezinski memainkan peran perantara.

Setelah 1979, diplomat ini meyakinkan Carter untuk menolak tuntutan kaum revolusioner. Namun, kemudian revolusi berhasil, sehingga hubungan antara Iran dan AS memburuk.

Puncak dari situasi tersebut adalah krisis sandera Iran antara 1979 dan 1981. Setelah invasi Soviet di Afghanistan, kegagalan sanksi oleh Amerika sebagai tanggapan dan karena pengaruh Brzezinski, presiden Carter memutuskan untuk memboikot Olimpiade Musim Panas tahun 1980.

Pada tahun yang sama, Carter tidak memenangkan pemilihan dan Brzezinski juga meninggalkan kantor.

https://internasional.kompas.com/read/2021/12/01/133238770/10-diplomat-paling-berpengaruh-dalam-peristiwa-diplomasi-bersejarah

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke