Salin Artikel

Sokushinbutsu, Ritual Mumifikasi Diri Para Biksu Buddha Jepang Kuno

KOMPAS.com - Antara 1081 dan 1903, segelintir dari ratusan biksu Shingon yang masih hidup berhasil membuat diri mereka menjadi mumi dengan sokushinbutsu.

Sokushinbutsu adalah ritual yang dibuat oleh seorang biksu Jepang kuno, Kukai, yang mendirikan sekte Shingon yang esoteris, menanamkan ilmu gabungan unsur Buddhisme, Shintoisme, Taoisme, dan agama-agama lain.

Kukai yang memiliki nama anumerta Kobo Daishi beserta pengikutnya mempraktikkan Shugendo, sebuah filosofi yang didasarkan pada perolehan kekuatan spiritual melalui disiplin dan penyangkalan diri.

Praktik Shugendo tersebut diwujudkan dengan sokushinbutsu yang membuat biksu Buddha menjadi mumi.

Para biksu Buddha yang mempraktikkan sokushinbutsu percaya bahwa tindakan pengorbanannya akan memberi mereka akses ke Surga Tusita, di mana mereka akan hidup selama 1,6 juta tahun dan diberkati dengan kemampuan untuk melindungi manusia di Bumi.

Sehingga, dikatakan bahwa sokushinbutsu adalah jalan biksu Buddha mencari penebusan demi keselamatan umat manusia, seperti yang dikutip dari All Thats Interesting.

Sebenarnya, gagasan mumifikasi ini dipraktikkan oleh banyak budaya di dunia dari beragam peradaban.

Seperti yang ditulis Ken Jeremiah dalam buku "Living Buddhas: the Self-Mummified Monks of Yamagata, Jepang", bahwa banyak agama seluruh dunia mengakui mayat yang tidak dapat binasa sebagai tanda kemampuan luar biasa untuk berhubungan dengan kekuatan yang melampaui alam fisik manusia.

Meski bukan satu-satunya sekte atau aliran agama yang mempraktikkan mumifikasi, biksu Buddha Shingon Jepang di Yamagata termasuk yang paling terkenal mempraktikkan ritual tersebut, karena beberapa praktisi mereka berhasil membuat dirinya sendiri menjadi mumi saat masih hidup.

Proses menjadi mumi sokushinbutsu

Proses mumifikasi sokushinbutsu memakan waktu setidaknya 3 tahun, metodenya disempurnakan selama berabad-abad dan disesuaikan dengan iklim lembab yang biasanya tidak cocok untuk membuat tubuh menjadi mumi.

Untuk memulai proses mumifikasi diri, para biksu akan melakukan diet yang dikenal sebagai "mokujikigy" atau makan pohon.

Mereka mencari makan di hutan terdekat, memakan seperti kacang-kacangan, buah beri, akar pohon, kulit pohon, dan daun pinus.

Satu sumber juga melaporkan bahwa batu sungai juga ditemukan di perut biksu yang menjadi mumi.

Diet ekstrem ini memiliki dua tujuan. Pertama, itu memulai persiapan biologis tubuh untuk mumifikasi, menghilangkan lemak dan otot dari kerangka.

Kedua, mencegah dekomposisi di masa depan dengan menghilangkan nutrisi dan kelembapan penting bagi bakteri alami tubuh.

Pada tingkat yang lebih spiritual, pencarian makanan yang terisolasi akan memiliki efek "pengerasan" pada moral biksu, mendisiplinkannya dan mendorong kontemplasi.

Diet ini biasanya berlangsung selama 1.000 hari, meskipun beberapa biksu akan mengulangi dua atau tiga kali untuk mempersiapkan diri mereka dengan baik untuk fase sokushinbutsu berikutnya.

Proses selanjutnya adalah pembalseman diri, para biksu Buddha mungkin telah menambahkan teh yang diseduh dari urushi, getah pohon pernis China, karena akan membuat tubuh mereka menjadi racun bagi serangga penyerbu setelah mereka mati.

Pada titik ini tidak minum apa pun selain sedikit air asin, para biksu akan melanjutkan latihan meditasi mereka.

Saat kematian mendekat, mereka akan beristirahat di sebuah kotak pinus kecil yang sempit, yang akan diturunkan ke dalam tanah, sekitar 10 kaki atau 3 meter di bawah permukaan tanah.

Dilengkapi dengan sebatang bambu sebagai jalan napas, peti mati itu ditutupi dengan arang, meninggalkan biksu yang terkubur dengan sebuah lonceng kecil yang akan dia bunyikan untuk memberi tahu orang lain bahwa dia masih hidup.

Selama berhari-hari biksu yang dikubur hidup-hidup itu akan bermeditasi dalam kegelapan total, dan membunyikan lonceng.

Ketika dering lonceng berhenti, para biksu yang berada di atas tanah menganggap biksu yang dikubur telah meninggal. Maka setelah itu, mereka akan melanjutkan untuk menyegel makam, di mana mereka akan meninggalkan mayat itu untuk berbaring selama 1.000 hari.

Setelah lewat 1.000 hari, peti mati akan digali, biksu lainnya akan memeriksa tubuh almarhum terkait tanda-tanda pembusukan.

Jika mayatnya tetap utuh, para biksu percaya bahwa almarhum telah mencapai jalan sokushinbutsu, dengan demikian ia akan dipakaikan jubah dan menempatkannya di kuil untuk pemujaan.

Sementara, untuk almarhum yang menunjukkan pembusukan, mayatnya akan dikuburkan dengan sederhana.

Praktik mumi dilarang

Pada 1877 di bawah pemerintahan Meiji, praktik biksu Buddha menjadi mumisokushinbutsu dilarang karena dianggap sebagai anakronistik dan tidak bermoral.

Menurut catatan All Thats Interesting, biksu terakhir yang meninggal karena sokushinbutsu terjadi pada 1903 yang dilakukan secara ilegal. Biksu itu bernama Bukkai yang meninggal pada usia 76 tahun.

Pada 1961, para peneliti di Universitas Tohoku menggali jenazahnya, yang sekarang berada di Kanzeonji, sebuah kuil Buddha abad ke-7 di barat daya Jepang.

Dari 16 mumi biksu Buddha yang melakukan sokushinbutsu di Jepang, sebagian besar terletak di wilayah Gunung Yudono di prefektur Yamagata.

Sementara mengutip History of Yesterday, biksu sokushinbutsu tertua adalah Shinnyoka, yang mana ia berhasil melalui seluruh proses sokushinbutsu pada usia 93 tahun pada 1783. Hingga saat ini, dilaporkan mayatnya dalam kondisi baik.

Sedikit cerita tentang mumi sokushinbutsu, yang dikutip dari History of Yesterday, disebutkan setip 12 tahun pakaiannya akan diganti. Namun untuk Shinnyoka, pakaiannya diganti setiap 6 tahun sekali.

Sementara, kabarnya pakaian bekas para biksu mumi sokushinbutsu itu suka diambil untuk dipotong kecil-kecil menjadi jimat yang dijual seharga 1.000 yen (Rp 129.800).

https://internasional.kompas.com/read/2021/09/06/090932670/sokushinbutsu-ritual-mumifikasi-diri-para-biksu-buddha-jepang-kuno

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke