Salin Artikel

Moacir Barbosa, Kisah Tragis Kiper yang Dikucilkan Brasil karena Blunder di Piala Dunia 1950

Kesalahannya di laga puncak tak hanya membuat kans Selecao meraih titel di kandang sendiri melayang, tetapi juga merenggut kehidupan sosial sang kiper selama 50 tahun berikutnya.

Barbosa dikucilkan negara, kehadirannya tidak dianggap oleh masyarakat, dan selama puluhan tahun kesalahannya tidak dimaafkan.

Barbosa bukan kiper sembarangan

Moacir Barbosa Nascimento menghabiskan sebagian besar kariernya di klub asal Rio de Janeiro, Vasco da Gama. Dia bergabung dengan mereka pada 1945.

Di sanalah kiper setinggi 174 cm ini menghabiskan paruh kedua tahun 1940-an, dengan membuktikan dirinya sebagai salah satu penjaga gawang terhebat di dunia.

Selama lima tahun pertama di Vasco, Barbosa memenangi kejuaraan negara bagian 1945, 1947, dan 1949. Mereka juga menjuarai Campeonato Sul-Americano de Campeões 1948.

Turnamen itu merupakan pendahulu Copa Libertadores, yang menampilkan tim-tim terbaik di Amerika Latin seperti River Plate (Argentina), Litoral (Bolivia), Vasco da Gama (Brasil), Colo-Colo (Chile), Emelec (Ekuador), Municipal (Peru), dan Nacional (Uruguay).

Campeonato Sul-Americano de Campeões adalah kompetisi klub kontinental pertama dalam sejarah sepak bola. Dengan menjuarainya, artinya Vasco da Gama adalah juara kontinental pertama di sepak bola.

Barbosa kemudian dipanggil masuk timnas di Copa America 1949. Turnamen itu dimenangi Brasil usai melibas Paraguay 7-0 dalam play-off di kandang sendiri.

Semua pencapaian itu akhirnya menuntut Moacir Barbosa menembus skuat inti Brasil di Piala Dunia 1950.

Kebetulan, turnamen akbar empat tahunan edisi itu dimainkan di Tanah Samba, dan Brasil menjadi kandidat kuat pemenangnya.

Celakanya, ekspektasi yang sangat tinggi itu tak tergapai, dan memunculkan slaah satu kisah paling kejam dalam "hukuman" untuk kesalahan pemain sepak bola.

Tragedi Maracanazo

Selain main di kandang sendiri, Brasil juga menjadi favorit karena baru saja menjuarai Copa America.

Skuat Selecao kala itu dipimpin oleh Zizinho, dan lolos dari penyisihan grup dengan mantap.

Brasil menang 4-1 atas Meksiko di laga pembuka, imbang 2-2 lawan Swiss, dan menang 2-0 dari Yugoslavia.

Piala Dunia saat itu berformat empat juara grup yang masuk ke grup terakhir dan diadu di sana.

Brasil menjadi juara penyisihan grup bersama Spanyol, Swedia, dan Uruguay.

Pertandingan grup akhir pun berjalan.

Uruguay bermain imbang 2-2 dengan Spanyol, sementara Brasil menghancurkan Swedia 7-1 di laga pertama.

Pertandingan kedua, Uruguay mengalahkan Swedia 3-2 lewat sepasang gol di menit akhir, dan Brasil mengoyak Spanyol 6-1.

Sekali lagi, Piala Dunia tidak menganut format final, tetapi pada akhir laga puncak terjadi mempertemukan Brasil dan Uruguay untuk menentukan juaranya.

Sebanyak 200.000 orang berdesakan di Estadio do Maracan pada 16 Juli 1950, untuk menyaksikan "final Piala Dunia" yang menurut prediksi hampir pasti dimenangi Brasil.

Bagaimana tidak, di atas kertas materi pemain Brasil lebih kuat dan mereka hanya butuh hasil imbang untuk mengangkat trofi Jules Rimet.

Koran-koran Brasil bahkan sudah sesumbar "mengumumkan" pemenang dengan judul-judul berita yang bernada merayakan gelar.

The Gazeta Esportiva mencetak headline "Besok kita akan mengalahkan Uruguay!"

O Mundo memasang foto para pemain dan menyatakan, "Ini adalah Juara Dunia", padahal pertandingan saja belum mulai.

Lalu Wali Kota Rio de Janeiro berpidato:

“Kalian, para pemain, dalam waktu kurang dari beberapa jam lagi akan dipuji sebagai juara oleh jutaan orang di negara ini!"

"Kalian, yang tidak ada saingan di seluruh belahan bumi! Kalian, yang akan mengalahkan pesaing lainnya! Kalian, yang sudah saya sambut sebagai pemenang!”

Tak hanya sebatas itu, Brasil juga mencetak medali emas dengan nama para pemainnya.

Laga puncak pun berlangsung, dan berawal dengan mudah bagi tuan rumah. Friaca mencetak gol setelah 47 menit dominasi Brasil.

Namun pada menit ke-66 Uruguay menyamakan kedudukan. Bigode dikecoh oleh Alcides Ghiggia di sisi kiri Brasil, yang memberi asis ke Juan Alberto Schiaffino untuk mencetak gol. Skor 1-1.

Kemudian, pada menit ke-79, Ghiggia kembali mengalahkan Bigode, hanya saja kali ini ia melakukan tembakan sendiri.

Barbosa, apesnya, salah menebak arah tendangan Ghiggia yang membuat Uruguay berbalik unggul 2-1.

Tertinggal 1 gol dengan hanya waktu tersisa 11 menit, Brasil terus menyerang dan menyerang, tetapi tidak ada gol yang tercipta sampai peluit panjang dibunyikan wasit.

Pertandingan berakhir dengan Uruguay menjadi juaranya. Peristiwa itu dijuluki Maracanazo atau "Kiamat di Maracana"

Kekalahan itu menjadi bencana nasional bagi Brasil, dan Moacir Barbosa yang menjadi kambing hitamnya.

Kariernya bersama Vasco memang berlanjut selama lima tahun berikutnya dan memenangi kejuaraan negara bagian dua kali lagi, tetapi secara nasional ia bagaikan kutukan bagi Brasil.

Barbosa dikucilkan oleh negaranya, dianggap aib, dan banyak orang yang menjauhinya.

Saat Piala Dunia 1994, pelatih Brasil saat itu Mario Zagallo melarang Barbosa bertemu dengan para pemain karena khawatir akan menularkan nasib buruk.

Memang, pada tahun 1994, dia dilarang bertemu dengan para pemain oleh manajer saat itu Mario Zagallo yang takut dia akan membawa nasib buruk.

Timnas Brasil konon juga enggan memakai jasa kiper berkulit hitam sejak insiden Barbosa, hingga Nelson Dida dipanggil pada 1999.

Barbosa dalam sebuah film dokumenter mengungkapkan, momen paling menyedihkan dalam hidupnya bukanlah pertandingan Maracana itu, tetapi yang terjadi 20 tahun kemudian.

Barbosa bercerita, di pasar lokal dia pernah melihat seorang ibu menunjuk padanya dan memberi tahu anaknya:

“Lihat dia, Nak. Dia orang yang membuat seluruh Brasil menangis.”

Barbosa meninggal pada 7 April 2000. Seorang temannya yang menghabiskan sebagian besar tahun-tahun terakhir bersama mendiang, menceritakan akhir hayat sang kiper yang tragis:

“Dia sampai menangis di pundakku. Sampai selesai, dia selalu bilang: 'Aku tidak bersalah. Kami ada 11 orang.'”

“Di bawah hukum Brasil, hukuman penjara maksimal adalah 30 tahun. Tapi saya dipenjara selama 50 tahun,” kata Barbosa suatu waktu.

https://internasional.kompas.com/read/2021/07/12/191613970/moacir-barbosa-kisah-tragis-kiper-yang-dikucilkan-brasil-karena

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke