Salin Artikel

Kisah Perang Salib: Sejarah Perebutan Yerusalem Selama 200 Tahun

Meski begitu, konflik juga tentang Kristen dengan penganut pagan, hingga perpecahan di antara orang Kristen sendiri.

World History menyebut ada delapan Perang Salib besar antara 1095-1270 Masehi, dan banyak lagi Perang Salib tidak resmi lainnya.

Berikut adalah kisah Perang Salib di empat edisi pertama.

1. Perang Salib I (1096-1270)

Sejarah Perang Salib bermula pada awal abad ke-11 di kawasan Eropa dan Timur Tengah.

Perang besar dan berkepanjangan ini bukan berdasarkan konflik agama, tetapi perebutan kekuasaan antara Byzantium Romawi Timur dan pasukan Muslim.

Kala itu umat Kristen merasa kebebasan dan keamanannya hilang untuk beribadah di Yerusalem.

Sebabnya adalah Bani Saljuk menerapkan kebijakan yang membatasi ibadah umat Kristiani di Yerusalem.

Bani Saljuk kala itu menguasai wilayah-wilayah penting di Asia Kecil dan mengancam eksistensi Konstantinopel.

Perang Salib I kemudian berkobar pada 1096 Masehi yang merupakan hasil propaganda Paus Urbanus II dan Peters Amin.

Kampanye yang dilakukan setahun sebelumnya itu berhasil mengumpulkan 150.000 tentara yang mayoritas dari Perancis dan Normandia.

Hasil Perang Salib I adalah kemenangan besar Tentara Salib yang dipimpin Godfrey, Behemond, dan Raymond.

Mereka berhasil menaklukkan Nicea dan menguasai Edessa (Turki) pada 1098, lalu mendirikan pusat pemerintahan Tentara Salib bernama County Edessa (Kerajaan Latin I). Baldwin diangkat sebagai rajanya.

Kerajaan Latin II kemudian didirikan di Anotiokia (1098 M) yang dipimpin raja Behemond.

Kerajaan Latin III didirikan di Baitul Maqdis pada 1099 dan dipimpin raja Godfrey.

Lalu Kerajaan Latin IV berdiri di Tripoli (1099 M) yang dipimpin raja Raymond.

Berdirinya kerajaan-kerajaan itu berkat penaklukan Tentara Salib di kawasan Timur Tengah.

Imadudin Zanki adalah penguasa Mosul dan Irak. Ia memimpin pasukan Muslim menyerang Aleppo, Hamimah, dan Edessa.

Namun pada 1146 Imadudin Zanki meninggal dan digantikan putranya, Nurudin Zanki, yang sukses merebut Antioka dari kekuasaan Behemond.

Nurudin Zanki lalu memperluas ekspansinya ke pusat kekuasaan Tentara Salib di Edessa pada 1151. Ia meraih kemenangan di sana.

Jatuhnya kota Edessa menyebabkan pasukan Kristen mengobarkan Perang Salib II.

Paus Euginus III mengumumkan perang suci dan mengajak beberapa petinggi kerajaan Eropa untuk berkontribusi.

Lois VII dari Perancis dan Conrad II dari Jerman menanggapi ajakan dari Paus Euginus III dengan positif. Mereka berdua memimpin tentara Salib untuk melakukan perebutan wilayah Kristen di Suriah.

Serangan dari pasukan Salib dapat dihalau oleh Nurudin Zanki. Pasukan Salib juga gagal memasuki kota Damaskus.

Kegagalan tersebut membuat Louis VII dan Conrad II kembali ke negerinya bersama beberapa pasukan Salib.

Pada 1174 Nurudin Zanki meninggal dan pasukan Muslim dipimpin oleh Salahudin Al Ayyubi. Di bawah kepemimpinannya, pasukan Muslim mampu mendominasi Perang Salib II dengan melakukan banyak penaklukan kota.

Keberhasilan terbesar dari Salahudin Al Ayyubi adalah penaklukan Yerusalem pada 1187, yang menandai kemenangan besar pasukan Muslim di Perang Salib II.

Para raja dan penguasa besar di Eropa kemudian memimpin perebutan kembali Yerusalem dan terjadilah Perang Salib III.

Mereka ingin berkuasa lagi di Yerusalem dan beberapa daerah sekitarnya untuk menegakan kedaulatan Kristen. Selain itu, mereka juga memiliki kepentingan politik dan ekonomi di sana.

Tentara Salib di Perang Salib III dipimpin oleh Frederick Barbarossa (Raja Jerman), Richard Lionheart (Raja Inggris) dan Phillip Augustus (Raja Perancis).

Mereka bergerak menuju kawasan Timur Tengah pada 1189 dengan dua jalur berbeda.

Pasukan Richard dan Phillip bergerak melalui jalur laut dan pasukan Barbarossa bergerak lewat jalur darat melewati Konstantinopel.

Namun pada 1190 Barbarossa tewas tenggelam di sungai Cicilia Italia). Meninggalnya Barbarossa tidak memengaruhi keteguhan pasukan Richard dan Philip. Mereka tetap melanjutkan upaya penaklukan terhadap daerah-daerah kekuasaan dinasti Ayubiyah.

Pada 1191 Richard dan Philip dapat menguasai Siprus dan mendirikan kerajaan Siprus. Setelah itu, pasukan Salib berjuang mati-matian untuk merebut kota Akka dari Salahudin dan pasukan Muslim.

Mereka memukul mundur pasukan Muslim dan menjadikan Akka sebagai ibu kota kerajaan Latin.

Setelah penaklukan Akka, raja Philip kembali pulang bersama pasukannya untuk menyelesaikan masalah kekuasaan Perancis dan meninggalkan raja Richard.

Richard dan pasukannya beberapa kali mampu mengalahkan Salahuddin, namun ia gagal mmenaklukan Palestina.

Perang Salib III berakhir pada 2 November 1192 dengan dibuatnya perjanjian damai antara tentara Salib dan Salahuddin, yang dinamai Shulh al-Ramlah.

Dalam perjanjian tersebut Salahuddin dan kaum Muslimin berjanji menjamin keamanan masyarakat Kristen saat berziarah ke Baitul Maqdis.

Sebagai timbal baliknya, Richard dan tentara Salib menjamin tidak akan menyerang wilayah-wilayah kekuasaan Dinasti Ayubiyah.

Pada Perang Salib IV, pasukan Kristen dipimpin raja Jerman bernama Frederick II.

Deklarasi Perang Salib IV oleh Frederick II bertujuan untuk menguasai Yerusalem dan Palestina.

Pada 1218 Masehi, Frederick II mengawali Perang Salib IV dengan melakukan penyerangan terhadap Mesir dan beberapa daerah di kawasan Afrika Utara.

Frederick II berusaha menghimpun dukungan dari kaum Kristen Ortodoks yang berpusat di Gereja Ortodoks Koptik Aleksandria untuk menguasai Damietta, yang merupakan pintu gerbang menuju Mesir.

Gerbang Damietta berupa benteng berlapis dan menara pengawas. Pasukan Salib kesulitan menembusnya, dan pengepungan dilakukan selama berbulan-bulan.

Pengepungan itu membuat akses masyarakat di dalam benteng terputus dengan dunia luar, sehingga mengalami krisis makanan dan kesehatan.

Sultan Mesir Malik Al Kamil kemudian memimpin pasukan untuk mematahkan pengepungan, dan mengirim pasokan makanan serta obat-obatan ke dalam benteng.

Namun, setelah beberapa pertempuran melawan pasukan Salib, ia tak kunjung berhasil masuk ke dalam benteng.

Demi keselamatan mayarakat dalam benteng, Sultan Malik Al Kamil terpaksa melakukan perjanjian damai dengan Frederick II.

Isinya adalah Malik Al Kamil bersedia menyerahkan kembali Yerusalem dan wilayah-wilayah yang pernah ditaklukkan Salahuddin kepada tentara Salib.

Sebagai timbal balik, Frederick II menarik mundur pasukannya dari Damietta dan menjamin keamanan kaum Muslim.

Malik As Shalih penerus Malik Al Kamil kemudian merebut kembali Palestina.

Pasukan Muslim di bawah pemerintahan Dinasti Mamalik kemudian berhasil menaklukkan kota Akka di Israel pada 1291.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Gama Prabowo | Editor: Serafica Gischa)

https://internasional.kompas.com/read/2021/04/13/154817370/kisah-perang-salib-sejarah-perebutan-yerusalem-selama-200-tahun

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke