Salin Artikel

Pulau Boracay dan Upaya Filipina Membangun Pariwisata Berkelanjutan

Dengan ratusan ribu wisatawan China, India, Rusia, dan Asia Tenggara lainnya memadati pantai, kota bersejarah, dan kota-kota kita, mengelola jumlah mereka yang sangat besar terlihat seperti tugas yang hampir tak mungkin.

Pada 2017, terdapat 134 juta wisatawan yang berkunjung ke Asia Tenggara, naik dari 113 juta pada 2016 – bahkan lebih dari proyeksi ASEAN untuk 2020 yang diperkirakan mencapai 123 juta. Wisatawan China sendiri menjadi kelompok terbesar, dengan sekitar 28 juta.

Namun, pelaku industri pariwisata di ASEAN tetap mengeluh tentang pendapatan mereka yang masih rendah. Meskipun wisatawan Tiongkok berbondong-bondong datang, tapi persepsi umumnya adalah manfaat terhadap komunitas lokal masih terbatas.

Memang, terkadang kerugiannya dapat melebihi keuntungannya. Sebagai contoh, beragam pulau dan pantai di kawasan ini sekarang hampir mengalami kehancuran dari segi lingkungan, jika pemerintah tidak intervensi untuk mencegah degradasi ini.

Pariwisata memang merupakan sumber mata pencaharian penting bagi komunitas lokal. Sektor tersebut juga menyediakan sekitar 14,4 juta pekerjaan – mulai dari pelayan, pekerja hotel, sopir taksi, penjaga toko, penjaga kolam renang, dan lainnya.

Namun untuk Boracay, pulau wisata di Filipina yang termahsyur, pertumbuhan yang sudah beberapa dekade ini tidak diteliti, pengawasan yang buruk, dan ditambah dengan infrastruktur yang hampir tidak ada, telah mengubah wilayah itu, menurut Presiden Rodrigo Duterte, seperti septic tank.

Awal tahun ini, Duterte bahkan menutup wilayah tersebut, yang dulu disebut sebagai “pulau terbaik di dunia” oleh majalah Condé Nast Traveler 2016.

Namun hal ini bukan hanya terjadi di Filipina. Pemerintah negara lain juga mulai bergerak.
Maret lalu, daerah ikonik Maya Bay di pulau Koh Phi Phi (terkenal karena menjadi lokasi film Leonardo DiCaprio “The Beach”) juga ditutup untuk publik.

Tujuannya mencegah sekitar 4.000 pengunjung harian untuk makin merusak terumbu karang di wilayah tersebut, di mana diperkirakan 80 persen di antaranya sudah rusak.

Akhirnya menyadari parahnya situasi ini, pemerintah Thailand pun memperpanjang penutupan tersebut sampai lebih lanjut.

Banyak pengamat juga cemas terhadap kepulauan Raja Ampat. Terletak di ujung barat Papua, kawasan terlindungnya yang seluas 9.100 km2 sangan rentan terhadap pariwisata yang tak terjaga. Tahun lalu, sebuah kapal pesiar Inggris “Caledonian Sky” tidak sengaja menghancurkan terumbu karang seluas 13.000 km2.

Minggu lalu Tim Ceritalah berbincang dengan Menteri Pariwisata Filipina Bernadette “Berna” Romulo-Puyat untuk ‘soft opening’ Boracay. Ia sendiri berasal dari keluarga Filipina yang terpandang. Ayahnya Alberto Romulo adalah mantan Menteri Luar Negeri yang sangat dihormati.

Apakah ini sepadan?
“Lihatlah, airnya jernih, pasirnya putih.. Ini bagaimana Boracay tiga puluh tahun lalu. Dan saya bertekad untuk memastikan tempat pariwisata lainnya – Bohol dan Cebu – mengikuti ini," kata Bernadette.

Menteri “Berna” sangat memperhatikan detail, lebih lanjut menjelaskan, “Kami akan membatasi kapasitas Boracay ke 19.000 wisatawan pada tiap waktunya, untuk memperhatikan sumber daya pulau ini. Kebijakan yang ramah lingkungan sebenarnya sudah ada sejak dulu – bukan hal yang baru. Masyarakat hanya perlu mengikutinya sekarang. Lingkungan sangatlah penting. Kita perlu mengubah pola pikir masyarakat.”

Richard Fabila adalah petugas lingkungan yang berbasis di Boracay. “Kami menguji perairan tiga kali sehari, setiap hari – dan setiap pagi masyarakat berpartisipasi dalam membersihkan pantai,” kata Richard.

Peraturan semakin diketatkan. Sebagai contohnya, wisatawan dilarang untuk memasang sofa, meja, kursi, payung, dan sebagainya di wilayah ekslusi baru – 30 meter dari garis pantai.
Juga akan ada peraturan mengenai pesta, di mana alkohol dilarang di pantai. Olahraga air, seperti jet ski, juga hanya diperbolehkan 200 meter dari garis pantai.

Dengan Filipina memimpin dalam mendorong pariwisata keberlanjutan di Asia Tenggara, diharapkan para pembuat kebijakan di Kawasan ini bisa lebih berfokus pada keuntungan substansif dan tidak hanya sekadar angka.

Meskipun tiap orang layak mendapatkan liburan, penting juga untuk memastikan bahwa kegiatan rekreasi tidak berakibat pada degradasi harta karun alami di wilayah ini yang tidak dapat tergantikan.

https://internasional.kompas.com/read/2018/11/08/13563821/pulau-boracay-dan-upaya-filipina-membangun-pariwisata-berkelanjutan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke