Pengumuman itu dikeluarkan oleh Kedutaan Besar AS di Myanmar pada Kamis (23/11/2017), untuk mengantisipasi potensi protes setelah Menteri Luar Negeri Rex Tillerson menuduh Myanmar telah melakukan aksi pembersihan etnis di negara bagian tersebut.
Untuk pertama kalinya, Pemerintah AS menyebut serangan militer terhadap etnis Rohingya sebagai pembersihan etnis.
"Penyiksaan yang dilakukan oleh militer Myanmar, telah menyebabkan penderitaan luar biasa dan memaksa ratusan orang dewasa dan anak-anak untuk meninggalkan rumah mereka untuk mencari perlindungan di Bangladesh," kata Tillerson.
Tillerson menyalahkan militer Myanmar dan aparat keamanan, atas peristiwa yang disebutnya sebagai "kekejaman yang menghebohkan", dan telah menyebabkan 600.000 penduduk etnis Rohingya mengungsi ke Bangladesh.
Dia juga meminta pemerintah Myanmar untuk menghormati hak asasi manusia dan menghukum pihak yang bersalah.
"AS akan mengajukan pertanggungjawaban melalui Undang-undang AS, termasuk kemungkinan sanksi yang akan diberikan (ke Myanmar)," ucapnya.
Sebelumnya, Tillerson menyatakan sanksi tidak serta-merta akan menyelesaikan krisis kemanusiaan di Rakhine.
"Saya ingin melihat Myanmar sukses menyelesaikan krisisnya tanpa harus mendapat sanksi dari pihak manapun," ujar Tillerson.
Meski begitu, dia mengatakan, pemerintah AS akan serius menyikapi aksi pembantaian di Rakhine.
https://internasional.kompas.com/read/2017/11/23/15101981/terkait-krisis-rohingya-pejabat-as-dilarang-berkunjung-ke-rakhine
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan