Berangkat dari situ, sebagaimana catatan yang disampaikan lembaga riset internasional Growth from Knowledge (GfK) riset pasar pada saat ini merupakan bisnis berpotensi besar. "Indonesia berpotensi besar untuk itu,"kata CEO GfK Matthias Hartmann dalam pemaparannya di Jakarta pada Kamis (20/3/2014).
Catatan Kementerian Perekonomian Indonesia menunjukkan kalau sampai dengan setahun menjelang pencapaian MEA, Singapura menempati tempat teratas soal capaian implementasi MEA 2008-2013 dari antara 10 negara ASEAN. Angkanya mencapai 81,3 persen. Di bawah Singapura, bercokol Thailand dengan angka 81,1 persen.
Sementara, Laos menempati posisi bontot dengan angka 76,9 persen. Di atas Laos, barulah Indonesia dengan pencapaian 77 persen. Rerata pencapaian kawasan ASEAN adalah 72,2 persen. Kalau Indonesia ingin mendongkrak daya saing, hal yang mesti dibenahi adalah pembangunan infrastruktur, sumber daya manusia, dan perizinan.
GfK dalam catatannya juga mengatakan kalau konsumen Indonesia berkembang pesat. Tolok ukurnya, antara lain, pada penggunaan media sosial. Tercatat, sampai kini, dari sekitar 250 juta penduduk Indonesia, 192 juta di antaranya sudah menggunakan internet. Tak cuma itu, pengguna Twitter di Jakarta saja sudah mencapai 29 juta orang.
Dalam kesempatan itu, GfK juga mengumumkan kalau sudah mengakuisisi sepenuhnya lembaga riset Indonesia, PT Primera Indonesia. Selanjutnya, perusahaan itu akan bergabung dengan GfK di bidang pelacakan ritel dan media terang Managing Director PT Primere Indonesia Iyan Muhsinin.
GfK berdiri pada 1934 di Jerman. Pendirinya adalah Profesor Wilhelm Vershofen. GfK masuk ke Indonesia pada 1991. Hasil riset GfK di Tanah Air salah satunya menjadi acuan industri elektronik semisal LG Electronics yang berbasis di Korea Selatan.