Parlemen Crimea menentukan referendum itu akan digelar 16 Maret. Namun, Majelis Rakyat Tatar Crimea, yang berjumlah 15 persen penduduk Crimea yang berjumlah 2 juta jiwa, menyerukan untuk memboikot referendum itu.
Ketua Majelis Rakyat Tatar Crimea, Refat Chubarov bahkan meminta PBB mengirimkan pasukan penjaga perdamaian bersenjata ke Semenanjung Crimea.
Etnis Tatar Crimea pernah mengalami masa-masa buruk di masa Uni Soviet diperintah Josef Stalin. Pada 1944, bangsa Tatar dideportasi ke Asia Tengah.
Namun, saat Uni Soviet ambruk, mereka kembali lagi ke Semenanjung Crimea, kampung halaman lama mereka.
Di Crimea mereka hidup berdampingan dengan warga yang menggunakan bahasa Rusia dan kerap terlibat bentrok terkait masalah tanah.
Pekan lalu, pemerintah Crimea tidak mengakui pemerintahan baru Kiev yang diisi tokoh-tokoh oposisi yang menggulingkan presiden Viktor Yanukovych akhir Februari lalu.
Pemerintah Ukraina kehilangan kendali di Crimea setelah ribuan personel militer tanpa identitas membanjiri kawasan itu dan menduduki gedung-gedung pemerintahan dan basis-basis militer.
Meski pasukan tak dikenal itu berbicara dalam bahasa Rusia dan diperlengkapi peralatan standar militer Rusia dan kendaraan dengan nomor polisi Rusia, Kremlin membantah telah mengirim militernya ke Crimea.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.