MANILA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung Filipina mendukung langkah Presiden Rodrigo Duterte untuk menerapkan status darurat militer di wilayah selatan negara itu.
Dalam keputusan di Manila, Selasa (4/7/2017), disebutkan, status darurat militer tersebut diperlukan sebagai bagian dari upaya mengalahkan kelompok teroris Islam.
Mayoritas hakim menolak petisi dari anggota parlemen oposisi yang meminta pemerintahan Duterte mencabut status darurat militer di Mindanao.
Demikian dijelaskan Jurubicara Mahkamah Agung, Theodore Te seperti dikutip kantor berita AFP.
Seperti yang telah diberitakan, sejak akhir bulan Mei lalu, Duterte menerapkan status darurat militer di wilayah Minadao Selatan.
Kala itu, pecah pertikaian bersenjata di kota berpenduduk Muslim terbesar di Filipina, Marawi. Hingga kini konflik tersebut masih berlangsung.
Keputusan Presiden Duterte terkait status darurat militer tersebut mengundang pertanyaan dan kritik keras, dari kubu oposisi.
Baca: Duterte Ancam Penjarakan Para Pengkritik Darurat Militer di Marawi
Kubu tersebut bulan lalu meminta Mahkamah Agung untuk menolak deklarasi darurat militer, yang mereka sebut inkonstitusional.
Sebab, Konstitusi 1987 memberlakukan pembatasan darurat militer untuk mencegah terulangnya pelanggaran seperti yang terjadi di masa pemerintahan Ferdinand Marcos.
Marcos digulingkan oleh revolusi "Kekuatan Rakyat" yang terkenal di tahun sebelumnya.
Piagam tersebut memungkinkan Mahkamah Agung untuk meninjau kembali basis faktual dalam penetapan status darurat militer.
Status tersebut dibatasi dalam periode awal selama 60 hari.
Selanjutnya, jika seorang presiden memutuskan untuk memperpanjang darurat militer, kongres dapat meninjau dan mencabutnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.