Pengamat penerbangan, Chappy Hakim, menilai, terjadi keteledoran dan keterlambatan untuk mengantisipasi keselamatan penerbangan di daerah yang dilanda konflik peperangan.
"Seharusnya, kejadian itu bisa diantisipasi. Jadi, ada keteledoran dan keterlambatan yang menyebabkan ini terjadi. Dari dulu, daerah konflik itu seharusnya dihindari (untuk penerbangan)," kata mantan Kepala Staf Angkatan Udara itu kepada Kompas.com, Jumat (18/7/2014).
Meskipun begitu, lanjut Chappy, jalur penerbangan yang diambil pesawat MH17 sudah normal, dan dengan ketinggian standar, yakni 33.000 kaki atau 10 kilometer. Namun, Chappy mengatakan, sebelum insiden dugaan ditembak jatuhnya pesawat sipil berpenumpang 298 orang tersebut, sudah ada insiden penembakan terhadap pesawat militer Ukraina di jalur yang sama, tetapi dengan ketinggian yang lebih rendah.
"Tanggal 14 dan 16 di jalur itu yang dikuasai kelompok separatis ada dua pesawat Ukraina yang ditembak jatuh. Seharusnya, penerbangan yang ada dapat menghindari aera di situ," ujar Chappy.
Selain itu, menurut Chappy, Federal Aviation Administration (FAA) yang merupakan lembaga regualtor penerbangan sipil Amerika Serikat sudah memberlakukan warning di area tersebut. Namun, peringatan itu hanya sebatas untuk maskapai penerbangan Amerika Serikat, tidak menyeluruh.
"Tentunya itu karena posisi politik AS terhadap politik Rusia. FAA sudah mengeluarkan notice, tetapi hanya sebatas pesawat AS. Jadi, sudah ada warning, tetapi belum diberlakukan," ujar Chappy.
Chappy melanjutkan, pihak Ukraina juga seharusnya mengumumkan bahwa lokasi yang dikuasai kelompok separatis itu berbahaya bagi keselamatan penerbangan. "Ukraina kan sudah tahu, seharusnya diumumkan," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.